Pemulihan ekonomi di Sumsel masih berjalan on track, namun tetap perlu mewaspadai berbagai gejolak ekonomi baik yang berasal dari global maupun nasional.
Gejolak inflasi Sumsel pada periode ini juga menunjukkan lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional disebabkan adanya kenaikan harga volatile foods, utamanya karena terjadi gangguan pada di sisi penawaran (sentra produksi).
Lantaran Garis Kemiskinan (GK) disusun berdasarkan kelompok komoditas yang 74,34 persen di antaranya adalah kelompok makanan, maka pengendalian inflasi perlu perhatian berbagai pihak berkepentingan.
Pada periode ini, nilai tukar Rupiah juga mengalami tekanan seperti dialami mata uang regional lainnya seiring dengan ketidakpastian pasar keuangan global akibat pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif diberbagai negara.
Baca Juga:Jemaah Haji Asal Sumsel Tiba di Palembang Awal Agustus
Depresiasi nilai tukar yang terjadi memiliki sisi positif dan negatif bagi perekonomian Sumsel yang memiliki sejumlah komoditas ekspor andalan.
Namun terdapat risiko dari sisi impor, akan berpengaruh pada sisi biaya produksi karena saat ini impor Sumsel didominasi oleh Impor Bahan Baku dan Impor Barang Modal.
Pada kondisi berbagai tekanan, APBN harus terus berperan dalam menyerap tekanan-tekanan terhadap perekonomian (shock absorber) guna menjaga pemulihan ekonomi agar tetap berlanjut dan semakin kuat, menjaga daya beli masyarakat, dan mendukung konsolidasi fiskal.
Akselerasi belanja pemerintah perlu respon tepat dan cepat dalam menghadapi ketidakpastian global. Menjadi keharusan APBN 2022 tetap kuat, sehat, dan menjadi instrumen kebijakan yang sustainable dan kredibel.
Termasuk kinerja APBD perlu untuk terus didorong guna mendukung proses pemulihan ekonomi yang sedang berjalan. (ANTARA)
Baca Juga:Spotify Punya 188 Juta Pengguna Premium, tapi Tetap Rugi