Kasus Mantan Cawako Palembang Mularis Djahri: Perusahaan Sawit Bersengketa Dengan Perusahaan Tebu PT. LPI Sejak 2003

Kasus Mantan Calon Wali Kota atau Cawako Palembang, Mularis Djahri ini sudah berlangsung sejak tahun 2013.

Tasmalinda
Rabu, 22 Juni 2022 | 07:16 WIB
Kasus Mantan Cawako Palembang Mularis Djahri: Perusahaan Sawit Bersengketa Dengan Perusahaan Tebu PT. LPI  Sejak 2003
Mularis Djahri ditahan Polda Sumsel atas rambah lahan milik PT. LPI [ANTARA]

SuaraSumsel.id - Mantan Calon Wali Kota atau Cawako Palembang, Mularis Djahri tergolong kasus lama. Kasus ini terjadi sejak tahun 2003 lalu, yang mana perusahaan dimiliki Mularis Djari bergerak dalam perkebunan sawit.

Dalam penyelidikan polisi, Mularis disangka merambah lahan seluas 4.300 hektar (Ha) milik PT. Laju Perdana Indah di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Timur. Diketahui perusahaan PT LPI ini bergerak juga dibidang pekerbunan namun dengan komoditas tanaman tebu sebagai sumber bahan baku industri gula.

Dalam kasus ini, Mularis ditetapkan sebagai tersangka selaku Direktur PT. Campang Tiga 2003-2016 oleh Ditreskrimsus Polda Sumsel sekaligus menjeratnya dengan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Kepala Polda Sumsel Irjen Pol. Toni Harmanto mengatakan penyidik Ditreskrimsus Polda Sumsel menduga dalam kasus tersebut terdapat unsur kerugian negara bila dilihat dari hasil pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terhadap perusahaan Mularis.

Baca Juga:BMKG: Sumsel Diprakirakan Hujan Lebat Pada Siang Hingga Sore Hari Ini

Hasil pemeriksaan PPATK tersebut polisi menyebutkan tersangka Mularis telah menghasilkan uang amat besar dari segala sesuatu pemanfaatan lahan seluas 4.300 hektare (Ha) yang diduga secara ilegal oleh PT. Campang Tiga itu  yakni senilai Rp700 miliar.

"Penyelidikan kasus ini tidak berhenti di sini saja karena juga ada kaitannya dengan pajak nilai transaksi yang Insya Allah bersama Kanwil Dirjen Pajak Sumsel bakal memproses penelusurannya," kata Toni dalam ungkap kasus di Gedung Presisis Polda Sumsel.

Direktur Ditreskrimsus Polda Sumsel Kombes Pol. Barly Ramadhany mengatakan pada kasus tersebut penyidik Subdit IV Tipidter dan Subdit II Perbankan telah memintai keterangan sebanyak 23 saksi, di antaranya ahli pada bidang perkebunan, korporasi, PPATK, Kanwil ATR/BPN Sumsel, dan perpajakan.

Berdasarkan penyidikan itu tersangka Mularis selaku direktur PT. Campang Tiga (2003-2016) diduga kuat sudah menduduki atau menguasai lahan perkebunan milik PT. Laju Perdana Indah (LPI) secara tidak sah, dengan cara melakukan pengolahan lahan, penanaman dan panen tandan buah segar (TBS) kelapa sawit.

Lahan perkebunan kelapa sawit itu berlokasi di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur dengan total seluas 5.400 hektare.

Baca Juga:Ditahan Polda Sumsel, Mularis Djahri Dikenal Mantan Anggota Polri, Pengusaha Sawit Terjun ke Politik

"Dari 5.400 hektare itu, surat HGU lahan seluas 4.300 hektare adalah milik PT. LPI," kata dia, dari hasil penyidikan polisi atas barang bukti dan keterangan saksi diketahui PT Campang Tiga milik tersangka hanya memiliki surat HGU sekitar 1.200 haktare dari luas lahan tersebut.

Untuk perkara TPPU, ia menjelaskan, diketahui tersangka juga diduga telah menjual hasil pengolahan TBS menjadi minyak mentah sawit atau CPO dan melakukan transaksi keuangan berupa penempatan, transfer dana dari pemanfaatan lahan secara tidak sah itu pada penyedia jasa keuangan.

"Penjualan CPO itu berlangsung selama tahun 2014-2021, dari hasil analisa ahli dari penjualan itu menghasilkan senilai Rp700 miliar yang patut diduga TTPU," kata dia, selanjutnya, tersangka membayar pembelian barang dan melakukan pembayaran utang dengan maksud menyembunyikan dan menyamarkan hasil kejahatannya.

Melansir ANTARA, atas kasus tersebut saat ini tersangka Mularis sudah dilakukan penahanan di Dittahti Polda Sumsel sejak Senin (20/6) untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Tersangka disangkakan melanggar Pasal 107 huruf a Undang-Undang nomor 39 tahun 2014 tentang perkebunan juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 3 Undang-undang nomor 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, dengan ancaman hukuman pidana penjara maksimal selama 20 tahun dan denda senilai Rp10 miliar. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini