SuaraSumsel.id - Sosok Presiden Sukarno dan kota Palembang merupakan dua hal yang tidak terpisahkan. Presiden pertama RI ini punya keterikatan sejarah besar dengan kota Palembang, terutama jembatan Ampera.
Sukarno merupakan orang yang merealisasikan ide besar menjadikan Palembang sebagai cerminan Indonesia, mempersatukan wilayah hulu dan hilir kota Palembang dengan sebuah jembatan megah di kala itu.
Konsep arsitektur yang canggih dan menjadi pesan penyampai bahwa Indonesia siap menjadi negara yang utuh setelah memproklamasikan kemerdekaan.
Bangunan jembatan Ampera yang megah pada masa lalu itu, mengungkapkan bagaimana Sukarno ingin menjadikan Palembang sebagai jalan ideologisnya.
Baca Juga:Prakiraan Cuaca Sumsel Hari Ini, Palembang Bakal Hujan di Malam Hari
Sukarno memiliki peran penting membangun Sumatera Selatan atau Sumsel, terkhusus Palembang pasca kolonial. Bagi Sukarno, membangun Palembang sama halnya membangun Indonesia. Menciptakan jembatan Musi tidak hanya sebatas menjawab kebutuhan masyarakat Palembang, namun juga pesan Indonesia untuk dunia.
Karena itu "Indonesia" harus dikotakan dalam kota Palembang bersamaan dengan pembangunan Jembatan Musi (Jembatan Ampera).
Pada tahun 1960, Presiden Sukarno berkunjung ke Palembang. Massa di mana, menjadi tahun-tahun penuh cobaan bagi kepempinannya kala itu.
Pernah berkunjung di tahun 1955, Sukarno disambut meriah. Namun setelah setahun kemudian, upaya pergolakan di daerah muncul termasuk di Palembang,
Pada waktu itu, masyarakat Pulau Sumatera, didoktrin melawan pemerintahan pusat, termasuk sosok Sukarno. Meski demikian pada kehadian di tahun 1960, Sukarno masih disambut meriah oleh warga Palembang.
Baca Juga:Kualitas Air Rendah, Sungai di Sumsel Tercemar Industri Pertambangan
Dalam kunjungan singkat di tahun 1960, hanya berlangsung selama dua hari dua malam. Dia berkunjung ke Palembang, pada 2 November 1960.
Kegiatan utama menghadiri rapat akbar terbuka yang berlangsung di lapangan kantor Pemerintahan Dearah Swastrantra tingkat I. Dalam rapat akbar tersebut ia berpidato berapi-api mengenai konsep bernegara manipol dan usdek.
Sebuah konsep dasar bernegara, yang merupakan akronim dari manifestasi Politik Undang-Undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian bangsa Indonesia.
Dalam bukunya Venesia dari Timur, Dedi Irwanto Muhammad Santun, membahas hal tersebut. Tidak hanya di rapat raksasa, malam harinya di gedung olahraga, pidato manipol dan usdek kembali diulang.
Masyarakat hadir meneriakkan dukungan,"Terus pak, tambah lagi pak!".
Di momen kunjungan ini pula, Soekarno meresmikan Universitas Sriwijaya atau Unsri yang diharapkan mewujudkan pendidikan ilmiah dengan konsep bernegara tersebut.
Gubernur Sumsel Ahmad Bastari pun menyebut pidato ideologi Sukarno itu berkat menjadi "the beginning of the biginning". Adapun seruan Sukarno pada masyarakat Palembang, mengenai manipol usdek adalah cita-cita.
"Mau menjadi bangsa yang kuat, bangsa yang besar, mau masyarakat Indonesia yang adil dan makmur,".
Hal menarik lainnya dalam konjungan ideologi Sukarno di Palembang ini, yakni mengarungi Sungai Musi, dari Sungai Lais sampai ke Benteng Kuto Besak atau BKB.
Iring-iringannya melibatkan 400 perahu tempel, sekaligus Sukarno memastikan lokasi utama pembangunan jembatan Ampera tersebut. Semacam restu politik atas pembangunan infrastuktur raksasa pada masa itu.
Hanya berselang dua tahun, 1962, Sukarno kembali ke Palembang memastikan pemasangan tiang pancang bangunan mewah tersebut terlaksana.
"Peran Sukarno besar bagi Palembang, terutama pembangunan infrastuktur," ujar sejarawan tersebut.