SuaraSumsel.id - Istilah Tunjangan Hari Raya atau THR kerap menjadi sebuah sebutan untuk seseorang mendapatkan bagian uang pada saat menjelang Lebaran.
Padahal istilah THR sebenarnya harga berlaku untuk para pekerja yang diperkerjakan dan memiliki hak merayakan hari raya. Kerap istilah THR malah menjadi berkonotasi buruk karena seolah menjadi sejenis santunan kepada orang lain dengan momen mendekati Lebaran. Pemaknaan THR yang seperti ini diluruskan oleh pendakwah Gus Miftah.
Awalnya Gus Miftah menjelaskan jika bersilaturahmi menjadi sangat penting bagi umat muslim. Penggalan ayat menyebutkan barang siapa yang meminta dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya hendaknya memperbanyak silaturahmi.
"Barang siapa yang menghendaki dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya maka hendaknya ia memperpanjang silaturahmi," ujarnya,
Gus Miftah menekankan jika kunci panjang umur dan dimudahkan rezeki adalah silaturhami. Sehingga sangat diperlukan silaturami sesama muslim.
Namun dikatakan Gus Miftah, ada orang yang tidak pernah silaturahmi, misalnya tidak tegur sapa, tidak pernah kenal, jarang kirim WhatsApp, lalu jarang komunikasi tetiba minta kirim THR.
"Aneh ada yang tidak pernah silaturahmi, tegur tidak pernah, tidak pernah kirim Wa, komunikasi tidak pernah. Tetatiba pada saat menghendaki lebaran, minta-minta THR," ujar Gus Miftah.
Untuk menghadapi orang seperti ini, Gus Miftah pun lebih menyebutkan dengan panggilan tuman.
"Tuman" ujar Gus Miftah menekankan.
Baca Juga:Minyak Goreng Dilarang Diekspor, Sumsel Bentuk Tim Satgas Minyak Goreng
Perihal ini pengikut media sosial Gus Miftah pun ramai memberikan komentar.
"Kalau kamu minta maaf aku maafkan, kalau kamu minta THR aku minta maaf, kata nashrulalhakim.
"Kalo sekalinya wa minjem duit gimana gus? terus janjinya sebulan di balikin eh sampe sekarang kaga di balikin," kata nyatsmo_0021