SuaraSumsel.id - Iktikaf menurut pengertian bahasa berasal dari kata ‘akafa–ya’kifu–ukufan. Bila kalimat itu dikaitkan dengan kalimat “an al-amr” menjadi "akafahu an al-amr" berarti mencegah.
Bila dikaitkan dengan kata "ala" menjadi "akafa ‘ala al-amr"artinya menetapi. Pengembangan kalimat itu menjadi iktikafa-ya’takifu-i’tikafanartinya tetap tinggal pada suatu tempat.
Kalimat Iktakafa fi al-masjid berarti “tetap tinggal atau diam di masjid”. Menurut pengertian istilah atau terminologi, i’tikaf adalah tetap diam di masjid untuk mendekatkan diri kepada Allah s.w.t. dengan beribadah, dzikir, bertasbih dan kegiatan terpuji lainnya serta menghindari perbuatan yang tercela.
Hukum Iktikaf
Baca Juga:PLN di Sumsel Diingatkan agar Tak Ada Pemadaman Saat Ramadhan, Umat Muslim Ingin Khusyuk Beribadah
Melansir nu.online-jaringan Suara.com, hukum i’tikaf adalah sunnah, dapat dikerjakan setiap waktu yang memungkinkan terutama pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan.
Dari Aisyah r.a. isteri Nabi s.a.w. menuturkan, “Sesungguhnya Nabi s.a.w. melakukan i’tikaf pada sepu¬luh hari terakhir bulan Ramadhan hingga beliau wafat, kemudian istri-istrinya mengerjakan i’tikaf sepeninggal beliau”. (Hadis Shahih, riwayat al-Bukhari: 1886 dan Muslim: 2006).
Dari Ubay bin Ka'ab r.a. berkata:
“Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan. Pernah selama satu tahun beliau tidak beri’tikaf, lalu pada tahun berikutnya beliau beri’tikaf selama dua puluh hari”. (Hadis Hasan, riwayat Abu Dawud: 2107, Ibn Majah: 1760, dan Ahmad: 20317).
Beri’tikaf di luar bulan Ramadhan, dijelaskan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah r.a.:
Dari Aisyah r.a. berkata, “Nabi s.a.w. biasa beri’tikaf sepuluh hari terak¬hir dari bulan Ramadhan, kemudian aku memasang tirai untuk beliau, lalu beliau mengerjakan shalat Shubuh.