SuaraSumsel.id - Sebanyak 10 komunitas teater dari sembilan provinsi di Sumatera menyampaikan keprihatinan terhadap kondisi Pulau Sumatera. Hal ini disebabkan berbagai aktifitas ekonomi ekstraktif, seperti perkebunan skala besar, pertambangan, serta pembangunan infrastruktur yang menyebabkan banyak kerusakan bentang alam di Pulau Sumatera.
Ke-10 komunitas teater yang menyampaikan keprihatinan tersebut, yakni Teater Tonggak (Jambi), Teater Senyawa (Bengkulu), Teater Umak (Palembang), Suku Seni Riau (Riau), KoBER (Lampung), Komunitas Seniper Unimed (Sumatera Utara), Dewan Kesenian Belitung (Kepulauan Bangka Belitung), Komunitas Seni Hitam Putih (Sumatera Barat), Rumah Seni Glinyoeng Art (Aceh), dan Teater Potlot (Palembang).
“Persoalan lingkungan hidup, seperti habisnya hutan, rusaknya sungai dan laut, akibat aktifitas ekonomi ekstraktif, bukan hanya mendorong perubahan iklim global, menghilangkan kekayaan flora dan fauna, juga melenyapkan keberadaan berbagai komunitas adat, budaya dan tradisi, yang berujung hancurnya peradaban rempah, peradaban awal bangsa di Nusantara ini,” kata T. Wijaya dari Teater Potlot, yang membacakan pernyataan sikap seusai pertunjukan dan diskusi dalam Festival Teater Sumatera [FTS] 2021 di Taman Budaya Sriwijaya, Jakabaring, Palembang, 11-13 November lalu.
FTS 2021 yang digelar UPTD Taman Budaya Sriwijaya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumatera Selatan mengusung tema “Sriwijaya dalam Jejak Rempah”.
Adapun pernyataan sikap tersebut. Pertama, mendesak Pemerintah Indonesia segera menghentikan semua aktifitas ekonomi atau pembangunan yang merusak lingkungan hidup di Indonesia, khususnya Sumatera, yang berdampak pada keberlangsungan hidup umat manusia dan alam.
Pemerintah Indonesia diharapkan lebih memilih aktifitas ekonomi dan pembangunan yang bersih atau berkelanjutan.
Mendesak Pemerintah Indonesia mengakui dan melindungi komunitas-komunitas adat yang arif terhadap alam, baik di wilayah perbukitan, dataran rendah, pesisir, hingga laut.
Lalu, mengajak seluruh para pekerja teater di Indonesia, untuk menggali dan menyebarkan berbagai pengetahuan lokal yang dapat menyelamatkan umat manusia.
Jalur Rempah yang saat ini tengah dikampanyekan pemerintah Indonesia, hendaknya lebih menekankan nilai-nilai peradaban rempah seperti keberagaman, kesetaraan, dan berkelanjutan, bukan pada nilai-nilai ekonominya.
Selain pernyataan sikap, ke-10 komunitas teater tersebut mendeklarasikan “Wanua Teater Sumatera”.
Baca Juga:Realisasi Melebihi Target, Bank Sumsel Babel Ajukan Tambahan KUR
Wanua Teater Sumatera merupakan forum komunikasi dan koordinasi para pekerja teater di Sumatera yang konsen pada isu peradaban rempah dan ekologi. Agenda kerjanya berupa penelitian, pelatihan, dan pertunjukan.
“Kita berharap teater bukan hanya seni hiburan, juga menjadi rumah ilmu pengetahuan, sehingga komunitas teater melibatkan berbagai professional dalam memproduksi sebuah karya, mulai dari arkeolog, sejarawan, etnobiolog, antropolog, sosiolog, termasuk para penggiat hukum dan HAM, dan lainnya,” kata Conie Sema, fasilitator FTS 2021.
“Kita juga akan bekerjasama dengan berbagai pihak, terutama membantu kawan-kawan pengelola Taman Budaya di Sumatera, sehingga goal atau out put yang diharapkan pemerintah mengenai perkembangan seni teater menjadi lebih optimal. Mungkin sudah saatnya berbagai Taman Budaya menggelar festival teater dalam level nasional atau international, seperti yang direncanakan Taman Budaya Sriwijaya pada 2021,” kata Yusril Katil dari Komunitas Seni Hitam Putih.
“Penelitian atau kajian sangat dibutuhkan para pekerja teater. Bukan hanya terkait penggalian estetika dari citarasa Sumatera, juga berbagai pengetahuan yang dapat menjadi sumber ide dari karya yang akan digarap seorang pekerja teater di Sumatera,” kata Marhalim Zaini dari Suku Seni Riau.
“Kondisi Indonesia saat ini terus memprihatinkan. Para pekerja teater harus berperan dalam memperbaikinya. Terutama terkait dengan berbagai persoalan ekologi. Saya percaya para pekerja teater akan lebih focus dan bertenaga dalam melakukannya. Wanua Teater Sumatera merupakan rumah rasionalitas para pekerja teater memaknai bangsa dan negara,” kata Ari Pahala Hutabarat.