SuaraSumsel.id - Beberapa tokoh publik makin mengenalkan Ivermectin sebagai obat bagi pasien COVID 19. Belakangan mantan Menteri Keluatan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti juga mengenalkannya pada pengobatan delapan pegawainya yang terinfeksi COVID 19.
Meski makin diburu masyarakat di market place atau e-commerce, Ahli Mikrobiologi Universitas Sriwiyajaya, Prof. Dr. dr . Yuwono, M. Biomed mengingatkan agar tidak mengkonsumsi invermectin tanpa pengawasan dokter.
Hal tersebut mengingat invermectin belum menjalani uji klinis bagi virus COVID 19.
"Saya tidak anjuran untuk dibeli bebas, sebaiknya konsultasi dokter. Sebagai dokter, saya menganjurkan boleh menggunakannya dalam pengawasan medis" ujar ia, kepada Suarasumsel.id, Rabu (30/6/2021).
Baca Juga:Kembali Diperiksa Kejati Kasus Korupsi Masjid Sriwijaya, Ini Kata Mantan Ketua DPRD
Dikatakan Prof Yu, obat ini memang dikenal ajaib dengan harga jual yang sangat terjangkau alias murah. Namun peruntukkannya, mematikan cacing dan kutu pada ternak hewan seperti sapi, anjing hingga babi.
Biasanya obat ini paling banyak dicari peternak, terkhusus negara produsen ternak seperti Australia.
"Setau saya itu, pengembangan atau produksi obatnya dari Jepang dan kerjasama juga dengan Amerika, penggunaan obat itu sudah saya dengar sejak Oktober tahun lalu, dan sempat saya cari," akunya.
Beberapa staf Prof Yu, kemudian mencari obat tersebut namun tidak ditemukan di pasar obat lokal Palembang, sehingga sempat mencoba untuk impor.
Menurut Prof Yuwono, kemujaraban obat ini ada dua penyebabnya. Ia bekerja membentuk suasana sel menjadi asam, sehingga pada kondisi sel yang asam maka virus COVID 19 memang akan lambat berkembang.
Baca Juga:Catat, Ini Syarat, Cara Pendaftaran dan Prokes Tes CPNS Sumsel 2021
![Prof Yuwono, Ahli Mikrobiologi Unsri [Tasmalinda/suara.com]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/02/24/63786-prof-yuwono-ahli-mikrobiologi-unsri-tasmalindasuaracom.jpg)
"Beberapa obat yang dipakai untuk COVID 19 saat ini, juga tujuannya sama yakni membuat sel menjadi asam sehingga virus tidak berkembang. Lalu, kemujaraban lainnya membuat perkembangan virus COVID 19 menjadi tidak utuh, sehingga mudah rusak dan mati," ujar ia.
- 1
- 2