Potensi Awan Hujan Berkurang, Teknologi Modifikasi Cuaca di Sumsel Disetop

Teknologi Modifikasi Cuaca di Sumatera Selatan dan Jambi disetop besok, Sabtu (26/6/2021).

Tasmalinda
Jum'at, 25 Juni 2021 | 18:30 WIB
Potensi Awan Hujan Berkurang, Teknologi Modifikasi Cuaca di Sumsel Disetop
Pesawat melakukan operasi modifikasi teknologi cuaca [Antara/Wahyu Putro A] Potensi Awan Hujan Berkurang, Teknologi Modifikasi Cuaca di Sumsel Disetop

SuaraSumsel.id - Potensi awan di langit Sumatera Selatan berrkurang, dengan demikian penerapan Teknologi Modifikasi Cuaca di Sumatera Selatan dan Jambi disetop Sabtu (26/6/2021). 

Koordinator Teknologi Modifikasi Cuaca dari Badan Penerapan dan Pengkajian Teknologi Purwadi mengatakan berdasarkan hasil pengkajian dalam beberapa hari terakhir diketahui kelembaban udara semakin berkurang sehingga awan pembentuk hujan pun menurun.

“Sesuai dengan rencana bahwa besok (Sabtu, 26/6) adalah hari terakhir setelah 15 hari dilakukan penyemaian garam di atas langit Sumsel dan Jambi,” kata Purwadi dilansir dari ANTARA, Jumat (25/6/2021).

Selama periode 10-25 Juni 2021, setidaknya 13.600 kilogram garam sudah disemai di langit Sumatera Selatan dan Jambi.

Baca Juga:Ribuan Istri di Sumsel Gugat Cerai Suami saat Pandemi, Pemicu dari Akhlak hingga Selingkuh

Personel TNI AU menggunakan pesawat Cassa C-212 yang didatangkan dari Lanud Abdul Rachman Saleh Malang untuk menyemai garam ke awan.

“Dalam 15 hari itu, dilakukan 17 kali sorti dan hanya dua hari yang tidak terbang karena saat itu awan yang berpotensi hujan tidak ada. Setiap satu kali terbang pesawat membawa 800 kg garam,” kata dia.

Untuk optimalnya kegiatan TMC ini, selain memanfaatkan informasi cuaca dari BMKG, tim juga bekerja sama dengan stasiun mini cuaca Automatic Weather System (AWS) yang dimiliki sejumlah perusahaan perkebunan di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Musi Banyuasin dan Banyuasin. Diantaranya AWS milik PT Sumber Hijau Permai dan PT Tripupajaya di Kabupaten Banyuasin.

Tim memprioritaskan penyemaian garam di awan yang berlokasi di atas titik api (hotspot), di kawasan gambut yang sudah lama tidak mengalami hujan, dan di lokasi mana saja asalkan berpotensi hujan.

Namun, sebagian besar TMC dilakukan di atas kawasan gambut kering mengingat selama periode kegiatan ini tidak didapati hotspot.

Baca Juga:Tersangka Pembunuhan Bapak dan Anak di OKI Sumsel Ditangkap di Bandar Lampung

Selama pelaksanaan TMC ini, ia tak menyangkal tidak semuanya berjalan lancar.

Pada pekan pertama, tim dihadapkan persoalan munculnya lapisan awan yang posisinya lebih tinggi dari awan yang berpotensi hujan sehingga menyulitkan penyemaian garam.

Kemudian pada pekan kedua, justru muncul angin di atas ketinggian 10.000 kaki, padahal awan yang berpotensi hujan justru berada pada ketinggian tersebut.

Pilot pesawat Cassa 212 Kapten (Pnb) Chandra Ariwibowo yang dijumpai di Posko TMC mengatakan pelaksanaan TMC kali ini sudah menggunakan metode terbaru.

Ia yang mengikuti program TMC sejak 2015 ini mengatakan melalui metode baru tersebut membuat potensi hujan semakin besar. (ANTARA)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini