SuaraSumsel.id - Urusan songket, Intan Sari tak berbeda jauh dari pengerajin Kemas Muhammad Ali. Jatuh bangun membangun usaha juga dialami Intan sejak enam tahun silam.
Perempuan muda ini tidak memiliki garis keturunan Palembang, tapi itu tidak menghalangi langkahnya menjajal nasib.
Lulusan Universitas Sriwijaya ini memulai usaha songketnya dengan coba-coba, karena komitmennya untuk tetap jadi ibu rumah tangga namun tetap berpenghasilan.
Seorang kerabatnya yang juga dekat para pengrajin songket, menjadi pintu masuknya. Sarannya kini diamini, dilakoni dan akhirnya keterusan hingga kini.
Sebagai awal, Intan memodifikasi alat mesin tenun dan pola kain songket.
Pilihannya pada songket limar. Sesuai dengan namanya, limar berarti berwarna-warni, maka motif jenis ini terkesan lebih ‘renyah’ dan dinamis.
Sementara pengerajin Ali, lebih berfokus pada songket lepus yang lebih kental dengan warna emas sehingga kuat dengan kesan elegan.
Pada motif limar, benang lusi dan pakan diwarnai dengan sistem teknik ikat, yaitu diberi berbagai warna sesuai dengan motif yang ingin ditampilkan dan baru ditenun.
Pilihan songket limar ini, diakui Intan lebih pas untuk membawa songket dalam kehidupan keseharian masyarakat dewasa ini, terkhusus perempuan.
Misalnya, membawa songket pada acara yang tidak terlalu formal, atau mengenalkan songket pada generasi yang lebih muda.
Intan lebih fokus memodifikasi songket limar menjadi busana yang lebih modern, dan mengikuti perkembangan tren dewasa ini. Songket limar Intan pun dikreasikan dengan ragam kain khas lainnya, seperti jumputan, kain blongsong dan lainnya.
Hasil kreasi songket yang dihasilkan pun ternyata diterima pasar. Intan mengakui kian sering diundang di berbagai pameran busana atau pameran kerajinan tradisional dengan mengenalkan kain songket limar yang lebih modern.
Potongan kain songket limar yang dibuat telah dipersiapkan sejak awal, dengan menjaga kualitas.
Ia dari awal memilih benang dan kelengkapan lain, terutama pilihan pola atau motif songket yang akan dibuat. Intan benar-benar menjaga kualitas benang yang digunakan, bahkan motif yang dihasilkan pun adalah hasil mengkreasikan beragam motif yang diinginkan.
Biasanya, motif yang diinginkan ialah hasil kreasi dan motif adopsi mencampurkan motif kain lainnya.
“Mungkin saya ini, lebih tepatnya desainer tekstil karena teliti memilih kualitas bahan dan benang apalagi motif. Songket limar ini, sudah sejak awal diperuntukkan jadi pakaian, jadi bukan sekadar kain. Meski saya juga menjual kain songket limar,” ujarnya ditemui pertengahan Juni di gerai tokonya.
Intan menyakini dengan kualitas songket yang terjaga, pembeli akan senang. Hal itu akan membuat merek dagang menjadi lebih terkenal. Dan upaya Intan membuahkan hasil, menghantarkan Intan memiliki gerai songket dengan nama Intan Songket di jalan Sumpah Pemuda nomor 10 C Palembang.
Di gerai toko ini, kesan modern dari songket Palembang sangat terasa. Lembar pakaian yang dijualnya pun edisi terbatas.
Menurut Intan, edisi terbatas dengan ciri khas miliknya menjadi penanda jika itu songket dari gerainya. Potongan pakaian yang cukup dominan lebih lebar dan tidak melepaskan ciri khas songket berkualitas ialah ciri khas Intan Songket.
Diakui Intan, ia memodifikasi alat tenun. Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) yang dikreasikan pun dipelajari sendiri, sampai menemukan motif yang diinginkan berdasarkan kreasi tersebut.
“Ya harus bisa, awalnya mengenal bagaimana tenun. Dipelajari, dicoba-coba, ditekuni. Duh, mau diceritain bagaimana enam tahun lalu juga mengalami masa sulit, jika salah, ya diulang, jika kurang bagus, ya diperbaiki. Niatnya dicoba dan dicoba terus, Alhamdulilah,” ujarnya sumringah.
Intan pun memilih benang, mewarnainya, dan menjalankan tahapan pembuatan songket dengan melibatkan pengerajin yang sudah berpengalaman. Demi menjaga mutu, juga dilakukan Intan dengan memilih penjahit songket dari Pulau Jawa.
Penjahit ini dinilai memilih ketelitian dan kerapian yang juga terjaga. Motif dan pola, bisa dirancang custom sesuai keinginan pembeli.
Yang penting detail detail keinginan dikomunikasikan dengan baik kepada pembuat songkat. Memang, produk custom akan lebih rumit dan lama pengerjaannya dibanding produk massive yang sama atau seragam.
Tapi hal ini bisa menjadi nilai tambah, dan dapat dijual dengan harga lebih mahal.
“Edisi penjuaan terbatas, jadi tidak banyak yang sama dengan orang lain. Kualitasnya juga yang terbaik. Harganya memang lebih tinggi karena sejak pengerjaan tahap awal sudah melibatkan pengerajin,” katanya.
Saat pandemi ini, Intan mengaku belum mengurangi produksi kain atau sampai menghentikan kerjasama dengan pengerajin.
Bahkan, ia senang karena seluruh pengerajin yang terlibat di Intan Songket dibayar dengan gaji yang lebih tinggi dari Upah Minimum Provinsi atau UMP.
“Sistem kerja, pengerajin bisa membawa kain dan bahan ke rumahnya untuk dikerjakan. Karena hampir seluruh pekerja perempuan, maka diberi keleluasan mengerjakan di rumah sembari mengurus keluarganya. Sistem kerjasamanya, mesin pengerajin sudah dimodifikasi dan sudah diberikan pola yang diinginkan,” paparnya.
Kini, merek dagang Intan Songket asal Palembang makin dikenal. Selain dikenalkan karena pembeli bercerita dari satu ke lainnya, Intan Songket pun menggunakan media sosial dalam penjualannya.
Awalnya Intan terkenal karena lebih sering menghadiri peragaan busana di kota-kota besar di Pulau Jawa, seperti Jakarta dan lainnya. “Songket Intan juga sudah terbang ke luar negeri,” akunya.
Karena eksposurenya lumayan bagus, Intan Songket digaet menjadi nasabah Bank Sumselbabel.
Baca Juga:Akhir Juni, Sumsel Terima Tambahan 208.700 Dosis Vaksin COVID-19
Bank Pembangunan Daerah atau BPD Bank Sumselbabel menjadikan Intan Songket salah satu mitra yang terus bermitra dalam berbagai event atau kegiatan promosi usaha mikro dan menengah atau UMKM di Palembang.
Asisten Relationship Officer PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan dan Bangka Belitung (Bank SumselBabel) Cabang Palembang, Petty Monalisa mengungkapkan peralihan atau akselerasi keuangan pengerajin dan pelaku usaha mikro lain ke digitalisasi kian tumbuh di masa pandemi ini.
Pertumbuhan akselerasi ini terjadi sebagai upaya adaptasi atas situasi pandemi COVID 19 saat ini.
“Digitalisasi dan akselerasi perbankan, baik pembiayaan atau pembayaran ialah bagian solusi atas situasi sekarang ini,” katanya.
(Tulisan ini mengikuti program Banking Journalism Academy yang diselenggarakan AJI Indonesia)
Bersambung...