SuaraSumsel.id - Meski Presiden Joko Widodo sudah divaksin Sinivac Covid 19, Rabu (13/1/2021) di Istana Negara, namun anggota DPR RI, Ribka Tjiptaning menolak divaksin covid 19 asal Cina tersebut.
Ia pun bersedia membayar sejumlah denda sebagai saksi yang dijatuhkan bagi masyarakat yang tidak bersedia divaksin covid 19.
Pernyataan penolakan vaksin yang disampaikan politisi PDI Perjuangan itu dinilai dokter ahli Mikrobiologi klinik asal Sumatera Selatan, Prof Yuwono masuk akal.
Menurut ia, pernyataan anggota dewan yang menolak divaksin dengan alasan yang masuk akal, termasuk ungkapan bahwan negara tidak boleh berbisnis dengan rakyat. Karena vaksin, alat pelindung diri (APD) dan lainnya termasuk urusan bisnis.
Baca Juga:Politisi PDIP Tolak Vaksin Covid-19, Wali Kota Padang Beri Jawaban Menohok
"Karena memang vaksin, APD, obat dan lain-lain termasuk urusan bisnis, atau cari untung," tulisannya dalam media sosialnya.
Sebagai dokter ahli mikrobiologi klinik dan dosen virologi & imunologi, Prof Yuwono menyatakan telah banyak yang bertanya kepada dirinya mengenai vaksin sinovac asal Cina tersebut.
Ia menanggapi dengan menjabarkan virulensi atau keganasan covid 19 itu rendah sehingga antibodi yang terbentuk dari orang yang sudah sembuh juga tidak kuat. Sehingga, akan sulit mencari donor plasma dengan antibodi yang kuat.
"Pun demikian dengan vaksin Sinovac, yang terbukti efikasi atau kemanjuran (kekuatan) proteksi hanya 65%, sehingga bisa diartikan 35% orang yang sudah divaksin masih akan bisa terpapar covid 19," terang ia.
Akan tetapi, efek herd immunity karena vaksin juga berkemungkinan tidak besar.
Baca Juga:Jokowi Divaksin Sinovac, Dua Dokter Ini Lantang Serukan Penolakan
Sehingga, hal yang terbaik dilakukan untuk mengadapi pandemi sejak awal, kini dan mendatang, yakni mencegah untuk tidak terinfeksi, dengan tetap berfikiran positif, pola hidup bersih sehat, dan terus menjaga imunitas agar tetap kuat beraktivitas.
"Lebih banyak bekerja di outdoor agar lebih terpapar matahari," ucapnya.
Mengenai ijin vaksin adalah EUA yang berarti soal safety, imonogenisitas dan efikasi serta efek samping masih terus didata, diteliti dan tetap harus digunakan karena dalam situasi emergensi pandemi.
"Kata Mankes, ketersediaan vaksin juga cukup lama yaitu 3,5 tahun utk bisa menjangkau sekitar 190 juta rakyat Indonesia. Ini berarti harapan terbentuknya herd immunity via vaksin juga masih cukup lama," sambung ia.
Mengenai intruksi bagi tenaga kesehata, pejabat publik dan TNI-Polri itu ialah kebijakan pemerintah.
"Harus benar-benar yang layak divaksin, misalnya meski dokter jika ada comorbid tidak layak divaksin, juga semua orang yg sudah terinfeksi atau yg rapid antigennya reaktif tapi tanpa gejala alias sehat-sehat saja maka hemat saya tidak prioritas utk divaksin," ungkap ia.
Dalam tulisan itupun ia menegaskan bahwa pendapatnya ialah pendapat untuk dirinya, keluarganya dan berbagi pengetahuan saja.
"Selalu sehat & bahagia bangsaku, salam cinta full dari saya-salah satu rakyat ini. Untuk sejawat dokter mari kita ingat sumpah & etika dokter primum non nocere, jangan ribut dan berdebat sesama dokter," tutupnya.