Tasmalinda
Minggu, 07 Desember 2025 | 19:37 WIB
Mantan Kepala Dinas Perkimtan, Agus Rizal, ditahan
Baca 10 detik
  • Kejaksaan Negeri Palembang menetapkan mantan Kepala Dinas Perkimtan dan Direktur CV Mapan Makmur Bersama sebagai tersangka dugaan korupsi 99 proyek fiktif tahun 2024.
  • Modusnya adalah mencairkan anggaran proyek yang tidak pernah dikerjakan, mengakibatkan kerugian negara diperkirakan mencapai sekitar Rp1,6 miliar.
  • Publik menuntut transparansi aliran dana, kepastian pengembalian uang negara, serta perbaikan sistem pengawasan di lingkungan pemerintahan daerah.

SuaraSumsel.id - Skandal dugaan korupsi di Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Perkimtan) Palembang semakin menarik perhatian publik. Setelah Kejaksaan Negeri Palembang menetapkan mantan Kepala Dinas Perkimtan, Agus Rizal, dan Direktur CV Mapan Makmur Bersama sebagai tersangka, masyarakat kini tak hanya ingin tahu siapa ditahan, tetapi juga ke mana sebenarnya aliran dana dari 99 proyek yang diduga fiktif itu mengalir.

Sebelumnya, penyidik mengungkap bahwa dari total 131 kegiatan yang dilaporkan telah dilaksanakan pada tahun anggaran 2024, hanya 37 di antaranya yang benar-benar dikerjakan. Sisanya, sebanyak 99 proyek, tidak dapat ditemukan bukti fisik pelaksanaannya. Namun meskipun pekerjaan tidak ada, pencairan anggaran tetap berlangsung seperti biasa.

Dalam laporan fisik proyek, semuanya terlihat rapih. Kontrak dinyatakan selesai, progres pembangunan tercatat tuntas, dan tanda tangan pengesahan tercantum sebagaimana mestinya.

Temuan penyidik memperlihatkan pola aliran dana yang mengarah kepada para pihak yang memiliki kewenangan dalam proses administrasi proyek. Anggaran yang dicairkan untuk 99 proyek tersebut diduga tidak pernah digunakan untuk pembelian material atau pembayaran tenaga kerja, melainkan dialihkan untuk kepentingan pribadi.

Modusnya bekerja melalui dokumen fiktif: laporan pelaksanaan proyek disusun, kuitansi pembelian material dibuat, berita acara penyelesaian diketok, dan pencairan anggaran diklaim sah tanpa adanya pemeriksaan fisik di lapangan. Dengan cara itu, proyek yang tidak pernah ada bisa dianggap selesai, namun dana tetap berpindah tangan.

Hasil perhitungan ahli keuangan negara menyebut kerugian akibat rangkaian proyek bermasalah ini mencapai sekitar Rp1,6 miliar. Namun dugaan masyarakat kini berkembang: apakah angka kerugian negara hanya terbatas pada nominal tersebut, atau nantinya akan bertambah seiring pendalaman penyidikan?

Pertanyaan publik juga mengarah pada dugaan ada atau tidaknya penerima dana lain di luar dua tersangka yang sudah ditahan. Pasalnya, sangat jarang ada proyek dengan jumlah sebanyak itu bisa lolos begitu saja tanpa keterlibatan atau pengetahuan pihak lain dalam jalur birokrasi.

Selain menyoroti aliran uang negara, publik juga menagih penjelasan mengenai dampak langsung di lapangan. Banyak wilayah di Palembang yang semestinya mendapatkan pembangunan melalui anggaran Perkimtan pada tahun 2024, ternyata tidak pernah merasakan manfaatnya.

Jalan permukiman yang seharusnya diperbaiki tetap rusak, saluran air tidak tersentuh pengerjaan, dan fasilitas lingkungan masyarakat tidak pernah dibangun. Kini warga bertanya, apakah pembangunan akan dilaksanakan ulang, atau kerusakan infrastruktur akan dibiarkan begitu saja sementara anggarannya sudah menguap.

Baca Juga: Yuk Merapat! Bank Sumsel Babel Hadir di Pagar Alam Coffee Festival 2025

Proses hukum sedang berjalan, namun publik tidak ingin hanya mendengar kabar penahanan tersangka. Masyarakat menuntut transparansi atas jalur aliran dana, kepastian pengembalian kerugian negara, dan perbaikan sistem pengawasan anggaran agar kasus serupa tidak kembali terulang.

Skandal 99 proyek fiktif dianggap bukan hanya masalah dua orang tersangka, tetapi gambaran kegagalan tata kelola anggaran yang memungkinkan dana publik menghilang tanpa pernah menyentuh kebutuhan masyarakat.

Waktu akan menentukan apakah kasus ini akan menjadi momentum besar untuk reformasi sistem pengadaan dan pengawasan pemerintah daerah, atau hanya akan berakhir sebagai headline sesaat tanpa perubahan nyata. Yang jelas, publik kini tidak lagi sekadar menunggu proses hukum mereka menantikan jawaban atas pertanyaan krusial: uang rakyat mengalir ke mana, dan siapa saja yang sebenarnya menikmati hasilnya?

Load More