Tasmalinda
Minggu, 09 November 2025 | 21:38 WIB
Menteri Bahlil saat meninjau lokasi sumur rakyat di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
Baca 10 detik
  • Pemerintah melegalkan ladang minyak rakyat melalui Permen ESDM Nomor 14 Tahun 2025.

  • Kebijakan ini bertujuan menutup kebocoran pendapatan negara dan meningkatkan produksi energi nasional.

  • Rakyat di Sumatera Selatan menyambut legalisasi ini sebagai langkah menuju swasembada energi.

SuaraSumsel.id - Indonesia terus melangkah menuju kemandirian energi. Swasembada bukan lagi sekadar jargon, melainkan cita-cita yang kini mulai berdenyut dari tanah rakyat sendiri.

“Sumber daya alam kita yang begitu besar harus kita kelola sebaik-baiknya untuk kepentingan rakyat, bangsa, dan negara,” ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia dalam acara Minerba Convex 2025, belum lama ini.

Di forum itu, Bahlil menegaskan bahwa energi juga soal kedaulatan rakyat, mulai dari mereka yang menjaga sumur, menyalakan mesin, dan menyalakan nyala negeri dari desa-desa kecil di penjuru nusantara.

Langkah kaki pria berusia kepala enam itu masih tegap menjejak tanah merah di tepian Desa Sungai Lilin, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Di bawah terik matahari yang menyengat, Zen- begitu ia disapa, menunduk memeriksa pipa-pipa besi yang menjulur dari perut bumi.

Asap hitam mengepul dari drum bekas di sisi ladang minyak rakyat peninggalan 1970-an. Di sinilah, di antara suara diesel dan bau minyak mentah yang menyengat, hidupnya berputar selama beberapa tahun lalu.

“Main minyak itu ibarat berjudi,” ujarnya sambil menyeka keringat dengan handuk lusuh.

“Kadang menang, kadang habis modal,” sambungnya.

Sejak 2017, Zen terjun ke dunia yang disebut warga setempat sebagai main minyak—istilah bagi orang-orang yang berinvestasi di pengeboran rakyat. Ia pernah “menang” besar ketika minyak keluar deras dan mobil tangki bergantian mengangkut hasil bumi dari kedalaman puluhan meter.

Namun lebih sering ia “kalah”, setelah menghabiskan uang hingga Rp300 juta dan hanya menikmati hasil selama tiga hari. “Pernah seminggu penuh angkut minyak, tapi habis itu kering total. Tidak keluar lagi. Jadi ya, kalau dihitung-hitung, masih kalah,” ujarnya dengan tawa getir.

Baca Juga: 5 Inspirasi dari Puncak HUT ke-68 Bank Sumsel Babel: Wujudkan Semangat Change to Accelerate

Fenomena seperti Zen bukan cerita baru. Di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) seperti di wilayah Babat Toman, hingga Bayung Lencir, ladang-ladang minyak rakyat menjadi sumber penghidupan warga. Mereka bukan pengusaha besar, melainkan warga biasa yang berupaya bertahan di tengah mahalnya harga hidup.

Namun di balik denyut ekonomi rakyat itu, tersimpan potensi besar yang selama ini mengalir di luar kendali. Data Dinas Eenergi Sumber Daya Mineral (ESDM), Sumatera Selatan mencatat ada sekitar 20 ribu sumur yang dikelola oleh rakyat, tersebar di beberapa kabupaten.

Di Musi Banyuasin merupakan kabupaten dengan jumlah sumur rakyat paling besar di Sumatera Selatan (Sumsel).

Kepala Bidang Energi Dinas ESDM Sumatera Selatan Dr. Aryansyah, ST., MT juga sempat memperkirakan potensi kehilangan akibat aktivitas pengeboran tanpa izin bisa mencapai puluhan ribu barel per hari.

“Kalau dihitung secara kasar, mungkin sekitar 21 ribu barel per hari tidak tercatat dalam lifting,” ujarnya hati-hati.

“Jika setiap barel dihargai sekitar dua juta rupiah, artinya ada potensi kerugian sekitar tiga hingga empat triliun rupiah per hari bagi negara,” katanya sembari menegaskan, angka itu bukan untuk menakut-nakuti, melainkan sebagai gambaran potensi ekonomi yang “mengalir di bawah radar.”

Load More