Tasmalinda
Selasa, 28 Oktober 2025 | 18:40 WIB
Kilang Pertamina Internasional Plaju

Secara teknis, Plaju adalah kilang dengan total yield 99,1 persen, salah satu yang tertinggi di Asia Tenggara. Dengan Nelson Complexity Index (NCI) sebesar 3,1, kilang ini terbilang sederhana dibanding Balongan atau Balikpapan, tetapi efisiensinya luar biasa. Dari desain kapasitas 126 ribu barel per hari, kilang ini kini mengolah sekitar 70–80 ribu barel per hari, atau sekitar 12 persen total pasokan BBM nasional.

Bahan baku minyak mentah Plaju berasal dari dua jalur yakni pipa bawah tanah dan jalur laut.

Jalur pipa mengalir dari lapangan Ramba (Jambi), South Palembang District (SPD), Talang Akar Pendopo (TAP), dan Kaji Field (Sumatera Selatan). Total pasokan dari jalur ini mencapai 14,1 juta barel per tahun, atau 48,3 persen dari total crude yang diolah. Sementara jalur laut dikelola melalui sistem Ship-to-Ship (STS) Muntok, Bangka Belitung, dengan pasokan dari lapangan Banyu Urip, Arjuna, Ketapang, Duri, SLC, dan Grissik Mix. Sistem ini memasok 15,1 juta barel per tahun, atau 51,7 persen dari total crude Plaju.

Di STS Muntok, setiap dua minggu, tim RU III bertugas bergantian untuk memastikan mutu crude sesuai standar pengolahan. “Mereka bekerja di laut terbuka, dalam cuaca yang tak menentu, demi memastikan kilang tetap berdenyut, itu bukti bahwa ketahanan energi nasional bukan sekadar soal mesin, tapi tentang manusia yang berdiri di baliknya,” ucapnya.

Kilang Pertamina Internasional Plaju di Palembang, Sumatera Selatan [dok Pertamina]

Skema ganda antara pipeline dan kapal membuat Plaju menjadi model logistik energi domestik paling adaptif di Indonesia. Meski menghadapi kendala pendangkalan Sungai Musi yang membatasi akses tanker besar ke jetty, RU III mampu menjaga kontinuitas pasokan tanpa gangguan berarti. Hal ini menunjukkan ketangguhan sistem energi nasional yang dirancang untuk tidak bergantung pada satu sumber.

Indonesia memilih untuk tidak hanya berbicara, tetapi bertindak nyata dalam menghadapi perubahan iklim. Langkah-langkah dekarbonisasi dan efisiensi ini selaras dengan visi nasional menuju Net-Zero Emission. Dalam arah strategisnya, Indonesia tidak hanya menetapkan target, tetapi menyusun kerangka kerja yang mencakup transisi energi dari fosil ke terbarukan, penguatan logistik energi, dan efisiensi rantai pasok nasional.

Langkah hijau Plaju juga terasa hingga ke masyarakat. Program Desa Energi Berdikari yang dijalankan Pertamina di Talang Bubuk dan Sungai Gerong telah menghasilkan 150 kWp energi surya yang digunakan warga untuk penerangan rumah dan fasilitas umum. Warga kini menikmati listrik yang bersih, murah, dan berkelanjutan. “Bagi kami, bisnis yang baik bukan yang hanya menghasilkan laba, tetapi bisnis yang memberi napas bagi kehidupan,” ujar Siti optimis.

Kini, api di menara Plaju tak lagi sekadar nyala industri. Ia adalah api yang menjaga kehidupan yakni menghangatkan bumi tanpa membakarnya.

Dari Sungai Musi yang dulu menjadi jalur dagang Sriwijaya, kini mengalir nadi baru peradaban energi Indonesia. Di tempat sejarah pernah menulis kejayaan, Pertamina kini menulis bab yang berbeda yakni bukan tentang menaklukkan alam, tetapi tentang berdamai dengannya.

Baca Juga: Saat Energi Menetes Jadi Madu: Dari Hulu Migas ke Hulu Kehidupan

Dari Plaju, Indonesia membuktikan bahwa masa depan energi bukan soal kekuatan, melainkan tentang kebijaksanaan.

Sebagaimana disampaikan Presiden Prabowo Subianto, “Pemerintah akan mendorong swasembada energi berbasis sumber daya nasional yang bersih dan efisien.”

Di Plaju, kalimat itu bukan jargon semata, tetapi kenyataan. Di sinilah makna sejati menebus jejak karbon menemukan wujudnya yakni ketika sejarah, teknologi, dan kesadaran berpadu untuk menjaga bumi agar tetap bernafas.

Load More