Tasmalinda
Senin, 29 September 2025 | 22:23 WIB
Wartawan CNN Indonesia Diana Valencia (tengah) menerima kembali kartu identitas (ID) liputan Istana usai pertemuan dengan Biro Pers Sekretariat Presiden dan CNN Indonesia di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (29/9/2025). (ANTARA/Dokumentasi Pribadi)
Baca 10 detik
  • FJPI menilai pengembalian kartu liputan wartawan Istana tidak menghapus kesan represif pemerintah terhadap kebebasan pers, melainkan hanya langkah kosmetik yang meninggalkan luka mendalam.

  • Pencabutan kartu liputan wartawan CNN dinilai menimbulkan efek chilling, membuat jurnalis enggan bersikap kritis, sekaligus memunculkan pertanyaan apakah pemerintah benar-benar siap menerima kritik.

  • Di tengah polemik program MBG yang dituding sebabkan keracunan massal, FJPI menegaskan hubungan pemerintah dan media harus dibangun atas kemitraan kritis, bukan intimidasi, serta meminta jaminan perlindungan kebebasan pers.

SuaraSumsel.id - Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) kembali angkat suara atas insiden pencabutan kartu liputan wartawan Istana yang sempat menghebohkan publik. Meski kartu tersebut telah dikembalikan, FJPI menilai langkah itu hanyalah “sapu bersih kosmetik” yang tak bisa menutupi kenyataan tindakan represif terhadap kebebasan pers.

Pada Senin sore, Biro Pers, Media, dan Informasi (BPMI) Sekretariat Presiden memutuskan mengembalikan kartu liputan yang semula dicabut dari wartawan CNN, Diana Valencia. Namun, menurut Ketua Umum FJPI, Khairiah Lubis, pengembalian itu tidak serta-merta meniadakan luka kebebasan pers yang sudah tergores.

“Harusnya pencabutan kartu liputan itu tidak pernah terjadi sejak awal. Media dilindungi oleh Undang-Undang Pers, bukan jadi objek intimidasi,” tegas Khairiah dalam pernyataan publiknya kepada Suara.com.

Menurut FJPI, tindakan pencabutan, meskipun disusul pengembalian telah menciptakan efek chilling (membuat wartawan enggan bekerja kritis) dan menimbulkan pertanyaan serius: apakah pemerintah mau menerima kritik atau malah membungkam suara media

FJPI mengingatkan bahwa hubungan pemerintah dan media seharusnya didasarkan pada kemitraan kritis yang saling menghormati tapi tetap memberi ruang kontrol bagi pers terhadap kekuasaan.

Kasus ini muncul dalam konteks polemik yang sedang ramai, yakni program MBG (Makanan Bergizi Gratis), yang dituding menimbulkan keracunan massal di sejumlah sekolah.

Jurnalis memiliki hak untuk mempertanyakan dan mengawal transparansi pemerintahan terkait kejadian tersebut.

FJPI pun menyerukan agar kejadian semacam pencabutan kartu liputan tak lagi terulang. Mereka meminta pemerintah memberikan jaminan bahwa kebebasan pers akan dijaga di semua kesempatan.

Baca Juga: Viral 7 Jam Terjebak di Toilet, Sahroni Dengar Sendiri Penjarah Bawa Linggis Obrak-abrik Rumah

Load More