Tasmalinda
Minggu, 17 Agustus 2025 | 20:07 WIB
Festival bidar tradisional Palembang yang digelar Minggu (17/8/2025).

Hari itu, mereka berhenti menarik penumpang reguler dan beralih fungsi menjadi pendayung dadakan.

"Sejak pagi buta sudah narik. Orang rela bayar mahal demi nonton dari dekat. Bisa untuk tambah-tambah biaya sekolah anak," ujar Mang Ujang, seorang pengemudi ketek yang wajahnya berpeluh keringat namun matanya berbinar ceria.

Geliat ekonomi tak berhenti di sana.

Di darat, aroma pempek panggang, tekwan, dan model bercampur dengan bakso bakar, menciptakan surga kuliner dadakan.

Para pedagang kaki lima, dari penjual minuman dingin hingga dagangan lain yang diserbu pembeli.

Omzet mereka melonjak drastis. Hotel-hotel di sekitar Sungai Musi juga melaporkan tingkat okupansi meningkat, sementara para pengrajin oleh-oleh kebanjiran pesanan.

"Ini adalah contoh sempurna bagaimana sebuah aset budaya yang otentik dapat menjadi katalisator ekonomi kerakyatan. Kekuatan Bidar adalah ia menarik massa secara organik. Pemerintah hanya perlu memfasilitasi, dan roda ekonomi akan berputar dengan sendirinya," ujar Kepala Dinas Pariwisata Palembang, Sulaiman Amin menjelaskan.

Fenomena ini menunjukkan bahwa budaya dan ekonomi bukanlah dua kutub yang terpisah.

Di Palembang, keduanya menyatu dalam kayuhan dayung perahu bidar.

Baca Juga: Dul Muluk hingga Film Dokumenter Warnai Festival Perahu Bidar 2025 di BKB Palembang

Semakin kuat gengsi budaya dipertaruhkan di atas sungai, semakin deras pula aliran rupiah yang masuk ke kantong-kantong masyarakat di tepiannya, sebagai rezeki musiman.

Load More