Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Minggu, 13 April 2025 | 17:35 WIB
aksi di sidang kabut asap di Sumatera Selatan

Ia mengungkapkan, pengeringan lahan gambut melalui pembangunan kanal merupakan bentuk dangerous activity, aktivitas berbahaya yang meskipun dilakukan dengan kehati-hatian tetap menyimpan risiko tinggi terhadap terjadinya kebakaran.

“Dengan prinsip strict liability, para tergugat bisa tetap dimintai pertanggungjawaban meskipun tidak terbukti lalai secara langsung. Cukup dibuktikan bahwa kebakaran termasuk risiko dari usaha mereka, maka kerugian yang dialami warga harus ditanggung,” ujarnya dalam sidang.

Penjelasan ini memperkuat argumen para penggugat bahwa bencana kabut asap tidak hanya merupakan bencana ekologis, melainkan juga hasil dari praktik usaha yang lalai mempertimbangkan daya dukung dan keberlanjutan lingkungan hidup.

Dalam kesaksiannya yang disampaikan secara virtual, Azwar Maas, ahli gambut sekaligus guru besar ilmu tanah dari Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada mengungkapkan fakta ilmiah yang menjadi kunci dalam memahami akar persoalan kebakaran lahan gambut.

Ia menegaskan bahwa lahan gambut sejatinya bersifat hydrophilic, atau suka air, dan secara alami tidak akan mengering begitu saja.

Baca Juga: Duka di Sungai Musi: 2 ABK Tugboat Tewas dalam Kecelakaan Kerja Tragis

Saksi Ahli bersaksi di sidang kabut asap Sumatera Selatan

Namun, kata Azwar, persoalan mulai muncul ketika manusia membuka lahan gambut untuk saluran air.

"Begitu kanal-kanal dibuka, maka air yang menjadi bagian dari struktur alami gambut akan menguap perlahan. Akibatnya, karakteristik gambut berubah menjadi hydrophobic atau takut air, yang justru berbahaya karena membuat lahan gambut sangat mudah terbakar," jelasnya.

Ia juga memperingatkan bahwa jika lahan gambut sudah dalam kondisi kering dan terbakar, maka proses pemadamannya akan menjadi sangat sulit karena api bisa terus menjalar di bawah permukaan tanah dan nyaris tak terdeteksi.

Penjelasan Azwar ini memperkuat tudingan terhadap para tergugat dalam perkara kabut asap, bahwa tindakan membuka kanal dan mengeringkan lahan gambut adalah bentuk aktivitas yang tak hanya merusak lingkungan, tetapi juga mengundang bencana ekologis berskala besar yang dampaknya dirasakan oleh jutaan warga. 
 

Saksi Andri Gunawan Wibisana membeberkan tentang pertanggungjawaban mutlak atau strict liability dalam penegakan hukum lingkungan, yang juga telah tertuang dalam Pasal 88 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup. Dalam perkara ini, para penggugat menuntut pertanggungjawaban mutlak atas kerugian mereka akibat aktivitas para tergugat yang ditengarai memicu kabut asap berulang.

Baca Juga: Tertipu Jasa Tukar Uang Bodong, IRT Palembang Kehilangan Rp 21,6 Juta untuk THR

Andri mengatakan, kabut asap yang dipersoalkan lewat gugatan ini perlu dilihat dalam relasi kausalitas dengan kebakaran hutan dan lahan gambut.

Load More