Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Minggu, 13 April 2025 | 17:35 WIB
aksi di sidang kabut asap di Sumatera Selatan

"Begitu kanal-kanal dibuka, maka air yang menjadi bagian dari struktur alami gambut akan menguap perlahan. Akibatnya, karakteristik gambut berubah menjadi hydrophobic atau takut air, yang justru berbahaya karena membuat lahan gambut sangat mudah terbakar," jelasnya.

Ia juga memperingatkan bahwa jika lahan gambut sudah dalam kondisi kering dan terbakar, maka proses pemadamannya akan menjadi sangat sulit karena api bisa terus menjalar di bawah permukaan tanah dan nyaris tak terdeteksi.

Penjelasan Azwar ini memperkuat tudingan terhadap para tergugat dalam perkara kabut asap, bahwa tindakan membuka kanal dan mengeringkan lahan gambut adalah bentuk aktivitas yang tak hanya merusak lingkungan, tetapi juga mengundang bencana ekologis berskala besar yang dampaknya dirasakan oleh jutaan warga. 
 

Saksi Andri Gunawan Wibisana membeberkan tentang pertanggungjawaban mutlak atau strict liability dalam penegakan hukum lingkungan, yang juga telah tertuang dalam Pasal 88 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup. Dalam perkara ini, para penggugat menuntut pertanggungjawaban mutlak atas kerugian mereka akibat aktivitas para tergugat yang ditengarai memicu kabut asap berulang.

Baca Juga: Duka di Sungai Musi: 2 ABK Tugboat Tewas dalam Kecelakaan Kerja Tragis

Andri mengatakan, kabut asap yang dipersoalkan lewat gugatan ini perlu dilihat dalam relasi kausalitas dengan kebakaran hutan dan lahan gambut.

Ia juga menjelaskan tentang aktivitas berbahaya (dangerous activity) yang ditengarai telah dilakukan para tergugat sebagai penyebab kebakaran.

“Dengan strict liability, tergugat bisa dinyatakan bertanggung jawab apabila kebakaran hutan termasuk ke dalam risiko dari kegiatan atau usahanya. Pengeringan gambut dengan membangun kanal-kanal, seperti yang didalilkan penggugat, merupakan dangerous activity yang tidak bisa dikurangi risikonya bahkan dengan tindakan kehati-hatian, karena menimbulkan risiko dan peluang terjadinya kebakaran,” ujar Andri.

Saksi lainnya, Iman Prihandono, menerangkan tentang tanggung jawab perusahaan untuk menghormati hak asasi manusia (HAM). Ini merupakan salah satu pilar dalam prinsip-prinsip United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGPs).

“Pilar kedua UNGPs mengatur bahwa perusahaan memiliki responsibility to respect atau menghormati HAM. Perusahaan semestinya tahu bahwa pembuatan kanal yang mereka lakukan akan berdampak mengeringkan gambut, memicu kebakaran, hingga memicu kabut asap yang lantas merenggut hak masyarakat atas udara serta lingkungan yang bersih dan sehat,” kata Iman, yang mendalami topik hukum internasional serta bisnis dan HAM.

Baca Juga: Tertipu Jasa Tukar Uang Bodong, IRT Palembang Kehilangan Rp 21,6 Juta untuk THR

Konsesi perusahaan kayu PT BMH, PT BAP, dan PT SBA Wood Industries berada di ekosistem Kesatuan Hidrologis Gambut Sungai Sugihan-Sungai Lumpur (KHG SSSL).

Dalam kurun 2001-2020, luas area terbakar di tiga konsesi korporasi itu mencapai 473 ribu hektare, atau setara 92 persen dari total areal terbakar di KHG SSSL.

Dari angka tersebut, sebanyak 46 persen di antaranya atau 217 ribu hektare terjadi dalam periode 2015-2020. Kebakaran berulang terjadi setidaknya di area seluas 175 ribu hektare.

Alih fungsi lahan gambut menjadi kebun hutan tanaman industri (HTI) jelas berdampak mengikis keanekaragaman hayati dan cadangan karbon, yang ujungnya berdampak memperparah pemanasan global.

“Di dalam gugatan, kami menyoroti kerusakan ekosistem gambut yang punya dampak begitu besar, menimbulkan karhutla dengan dampak asap yang berbahaya, meluas dengan durasi yang lama dan bagaimana kasus kabut asap akibat karhutla ini telah menyalahi hukum lingkungan serta merenggut hak asasi masyarakat Sumatera Selatan. Kesaksian ahli, dan para pakar hukum yang kredibel serta independen, makin menguatkan argumen kami bahwa para tergugat harus bertanggung jawab mutlak atas dampak kabut asap akibat aktivitas berbahaya mereka mengeringkan gambut hingga memicu kebakaran,” kata Sekar Banjaran Aji, salah satu tim kuasa hukum penggugat.

Bersama dengan saksi ahli, sejumlah penggugat dan anggota koalisi Inisiasi Sumatera Selatan Penggugat Asap (ISSPA) juga hadir untuk mengawal jalannya persidangan kasus gugatan asap ini.

Load More