JW mengaku merupakan tulang punggung keluarga yang saat itu hidup bersama ibunya yang telah renta dan juga adiknya yang diketahui sebagai difabel.
Pendapatan yang diperoleh JW menjadi satu-satunya penunjang kebutuhan sandang dan pangan di keluarga kecilnya itu.
Dianggap Biang Bencana, Transpuan Terusir dari Tanah Kelahiran
Memilih untuk tampil secara terang-terangan sebagai transpuan sudah dilakukan JW sejak dirinya berusia 20 tahun, diakui oleh nya, perilaku femi yang ada pada dia begitu terasa saat JW masih kecil. Ketika teman laki-laki sebaya lebih memilih bermain sepak bola, justru JW akan lebih nyaman bila bermain dengan teman perempuan, dia terbiasa bermain boneka atau permainan lainnya yang identik dengan perempuan.
Baca Juga: Gelar Zikir Akbar di Sumsel, Airlangga Hartanto: Semua Partai Ingin Berkomunikasi Dengan Golkar
Saat kecil dia sering menerima tindakan bullying dari teman-temannya bahkan orang tua di masa itu, mereka mengatakan JW bukanlah manusia normal, beberapa diantaranya menyebut JW terlahir berbeda karena hukuman Tuhan kepada keluarganya.
“Tidak tahu ya hukuman apa maksud mereka, apa mereka begitu suci sampai hati menghina keluarga saya karena saya berperilaku berbeda dari mereka, hinaan mereka itu sampai sekarang masih melekat ke saya,” ucapnya sedih.
Tidak hanya berhenti sampai disitu, JW kembali diterpa masalah saat dewasa. Stigma masyarakat di desa yang menganggap transpuan sebagai biang bencana dan sumber penyakit sosial membuatnya terancam diusir dari tanah kelahiran.
Tidak tahu dari siapa ide pengusiran kepada transpuan di sana pertama kali disampaikan, akan tetapi JW melihat keterlibatan tokoh agama, tokoh masyarakat dan perangkat desa begitu kuat untuk menyingkirkan dia dan teman-temannya yang tergabung dalam komunitas Terong Biru dari desa itu.
Dia kembali mempertanyakan andil parpol dan caleg-caleg yang pernah dikenalnya dalam rangkaian kampanye yang saat ini sudah duduk di kursi pemerintahan, hingga saat ini belum ada kebijakan yang membuat transpuan berada dalam lingkaran keamanan dan kenyamanan secara inklusif. Semua dia katakan masih berpetak-petak dan itu lahir dari hasutan Pemerintah yang membangun konstruksi buruk bagi transpuan.
Baca Juga: Pemilu Dipastikan Derek Inflasi Sumsel, Perlu Langkah Antisipasi
“Sering dapat ujaran kebencian dari masyarakat dan tokoh agama, rombongan kami dulu pernah mau diusir dari desa ini karena dianggap sebagai biang bencana sama ibu-ibu pengajian, karang taruna, dan perangkat desa kami dicaci maki. Mau diberantas, sampai kami takut mau berkunjung ke acara pesta, minder tidak berani jadi point center. Termasuk kades di zaman itu ikut mendukung untuk memberantas kami. Kami dinilai melanggar hukum agama dan menodai agama, kami dikucilkan. Pada saat itu, kemana caleg-caleg yang minta suara kami? Gak ada kan,” ujarnya dengan nada yang lebih tinggi.
Tidak ada harapan penting yang ingin disampaikan JW kali ini, sebab dia pun sudah merasa malas untuk berbicara lagi soal kepentingan politik praktis seperti yang telah dialaminya berkali-kali tapi dia menyampaikan pesan agar caleg-caleg dan parpol ini bisa sadar dan melek dengan permasalahan-permasalahan yang terjadi pada transpuan.
“Jangan cuma memanfaatkan ketidakberdayaan kami untuk kampanye, habis manis sepah dibuang. Jangan saat kampanye saja melibatkan kami, karena kan waria ini dilihat hanya senangnya saja tapi mereka tidak melihat bentuk diskriminasi yang kami alami. Jangan pas kampanyenya saja dibutuhkan, kalau sudah jadi kami juga mau diperhatikan seperti masyarakat pada umumnya,” tandas dia.
Arah Politik Jadi Penentu Kesejahteraan Transpuan
Memiliki arah kepentingan politik yang selaras dengan visi misi partai politik (parpol) tertentu masih menjadi penentu kesejahteraan transpuan yang ada di Sumsel, permasalahan demikian yang membuat nasib sejumlah transpuan masih terombang-ambing sampai sekarang.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh Direktur Eksekutif Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Sumsel Nindi Novita, saat ditemui di kantornya yang beralamat di Jalan Punti Kayu I, Palembang, Senin (9/1/2023)
Berita Terkait
-
Gelar Zikir Akbar di Sumsel, Airlangga Hartanto: Semua Partai Ingin Berkomunikasi Dengan Golkar
-
Dua Cagar Budaya Palembang Dirusak, Budayawan Lapor Polisi
-
Detik-Detik Prabowo Subianto Tewas Tenggelam di Sungai Karena Tidak Bisa Berenang
-
Ingin Lawan Herman Deru, Anak Alex Noerdin Dukung Bupati Heri Amalindo di Pilgub 2024
-
Lengkap! 107 Even Wisata Calendar of Charming Digelar di Palembang: Semarak Piala Dunia di Bulan Mei
Terpopuler
- Cerita Pemain Keturunan Indonesia Tristan Gooijer Tiba di Bali: Saya Gak Ngapa-ngapain
- Review dan Harga Skincare GEUT Milik Dokter Tompi: Sunscreen, Moisturizer, dan Serum
- 5 Motor Matic Bekas Murah: Tampang ala Vespa, Harga Mulai Rp3 Jutaan
- Bareskrim Nyatakan Ijazah S1 UGM Jokowi Asli, Bernomor 1120 dengan NIM 1681/KT
- Harley-Davidson Siapkan Motor yang Lebih Murah dari Nmax
Pilihan
-
8 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan dengan Kamera Beresolusi Tinggi, Terbaik Mei 2025
-
Profil Nicholas Nyoto Prasetyo Dononagoro, Ketua Koperasi BLN Dugaan Investasi Bodong
-
5 Rekomendasi HP Murah dengan Chipset Snapdragon Terbaik Mei 2025
-
6 'Bansos' Disalurkan Pemerintah Mulai Juni 2025, Ini Daftar dan Sasarannya
-
Profil Arkhan Fikri: Anak Emas Shin Tae-yong, Pemain Muda Terbaik BRI Liga 1
Terkini
-
Dari Lactogrow hingga SGM, Ini Daftar Susu Dapat Cashback Rp15 Ribu Alfamart
-
Bank Sumsel Babel Raih Dua Penghargaan Nasional: Perkuat Posisi sebagai Motor Penggerak Ekonomi
-
Peluru Nyasar Lukai Warga, Latihan Menembak di JSC Palembang Dihentikan
-
Link DANA Kaget Hari Ini Sudah Tersedia, Begini Cara Aman Klaimnya!
-
Harga Emas Hari Ini di Palembang Naik Lagi: Antam Rp 21 Ribu per Gram