Tasmalinda
Minggu, 19 Februari 2023 | 18:07 WIB
Dek Wan, transpuan di Palembang [dok: Mita R]

JW mengaku merupakan tulang punggung keluarga yang saat itu hidup bersama ibunya yang telah renta dan juga adiknya yang diketahui sebagai difabel.

Pendapatan yang diperoleh JW menjadi satu-satunya penunjang kebutuhan sandang dan pangan di keluarga kecilnya itu.

Dianggap Biang Bencana, Transpuan Terusir dari Tanah Kelahiran

Memilih untuk tampil secara terang-terangan sebagai transpuan sudah dilakukan JW sejak dirinya berusia 20 tahun, diakui oleh nya, perilaku femi yang ada pada dia begitu terasa saat JW masih kecil. Ketika teman laki-laki sebaya lebih memilih bermain sepak bola, justru JW akan lebih nyaman bila bermain dengan teman perempuan, dia terbiasa bermain boneka atau permainan lainnya yang identik dengan perempuan.

Baca Juga: Gelar Zikir Akbar di Sumsel, Airlangga Hartanto: Semua Partai Ingin Berkomunikasi Dengan Golkar

Saat kecil dia sering menerima tindakan bullying dari teman-temannya bahkan orang tua di masa itu, mereka mengatakan JW bukanlah manusia normal, beberapa diantaranya menyebut JW terlahir berbeda karena hukuman Tuhan kepada keluarganya.

“Tidak tahu ya hukuman apa maksud mereka, apa mereka begitu suci sampai hati menghina keluarga saya karena saya berperilaku berbeda dari mereka, hinaan mereka itu sampai sekarang masih melekat ke saya,” ucapnya sedih.

Tidak hanya berhenti sampai disitu, JW kembali diterpa masalah  saat dewasa. Stigma masyarakat di desa yang menganggap transpuan sebagai biang bencana dan sumber penyakit sosial membuatnya terancam diusir dari tanah kelahiran. 

Tidak tahu dari siapa ide pengusiran kepada transpuan di sana pertama kali disampaikan, akan tetapi JW melihat keterlibatan tokoh agama, tokoh masyarakat dan perangkat desa begitu kuat untuk menyingkirkan dia dan teman-temannya yang tergabung dalam komunitas Terong Biru dari desa itu.

Dia kembali mempertanyakan andil parpol dan caleg-caleg yang pernah dikenalnya dalam rangkaian kampanye yang saat ini sudah duduk di kursi pemerintahan, hingga saat ini belum ada kebijakan yang membuat transpuan berada dalam lingkaran keamanan dan kenyamanan secara inklusif. Semua dia katakan masih berpetak-petak dan itu lahir dari hasutan Pemerintah yang membangun konstruksi buruk bagi transpuan.

Baca Juga: Pemilu Dipastikan Derek Inflasi Sumsel, Perlu Langkah Antisipasi

“Sering dapat ujaran kebencian dari masyarakat dan tokoh agama, rombongan kami dulu pernah mau diusir dari desa ini karena dianggap sebagai biang bencana sama ibu-ibu pengajian, karang taruna, dan perangkat desa kami dicaci maki. Mau diberantas, sampai kami takut mau berkunjung ke acara pesta, minder tidak berani jadi point center. Termasuk kades di zaman itu ikut mendukung untuk memberantas kami. Kami dinilai melanggar hukum agama dan menodai agama, kami dikucilkan. Pada saat itu, kemana caleg-caleg yang minta suara kami? Gak ada kan,” ujarnya dengan nada yang lebih tinggi.

Tidak ada harapan penting yang ingin disampaikan JW kali ini, sebab dia pun sudah merasa malas untuk berbicara lagi soal kepentingan politik praktis seperti yang telah dialaminya berkali-kali tapi dia menyampaikan pesan agar caleg-caleg dan parpol ini bisa sadar dan melek dengan permasalahan-permasalahan yang terjadi pada transpuan.

“Jangan cuma memanfaatkan ketidakberdayaan kami untuk kampanye, habis manis sepah dibuang. Jangan saat kampanye saja melibatkan kami, karena kan waria ini dilihat hanya senangnya saja tapi mereka tidak melihat bentuk diskriminasi yang kami alami. Jangan pas kampanyenya saja dibutuhkan, kalau sudah jadi kami juga mau  diperhatikan seperti masyarakat pada umumnya,” tandas dia.

Arah Politik Jadi Penentu Kesejahteraan Transpuan 

Memiliki arah kepentingan politik yang selaras dengan visi misi partai politik (parpol)  tertentu masih menjadi penentu kesejahteraan transpuan yang ada di Sumsel, permasalahan demikian yang membuat nasib sejumlah transpuan masih terombang-ambing sampai sekarang.

Hal tersebut disampaikan langsung oleh Direktur Eksekutif Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Sumsel Nindi Novita, saat ditemui di kantornya yang beralamat di Jalan Punti Kayu I, Palembang, Senin (9/1/2023)

Load More