“Kalau pun mereka jadi, paling janji bantuan sebelumnya akan diutamakan untuk para perajin yang ada di sini seperti penenun songket, pandai besi, pandai emas, pandai tikar. Alasannya karena mereka masyarakat binaan yang bisa menunjang pendapatan daerah, apalagi bagi penenun songket. Kalau hanya usaha salon seperti saya, mungkin mereka akan mikir timbal balik apa yang bisa kami kasih ke daerah,” sambung dia.
Janji Tak Terpenuhi, Transpuan Tarik Diri dari Politik
Menjadi komoditas politik menjelang pemilu saja, membuat Dek Wan akhirnya memutuskan menarik diri dari aktivitas politik apapun, termasuk menggunakan hak suaranya dalam momentum pemilu maupun pilkada. Dia mulai apatis dengan pesta rakyat yang umumnya dilaksanakan setiap lima tahun sekali itu, mengingat perlakuan politisi beserta tim sukses yang hanya membuat dirinya trauma.
Penolakan demi penolakan terlibat dalam aksi kampanye kecil-kecilan yang biasa dilakukannya dahulu, mulai dia sampaikan kepada siapapun yang berdatangan ke rumahnya, namun ternyata keputusan itu justru membuat dia harus menerima perlakukan diskriminatif.
“Waktu itu saya pernah nolak, tapi mereka malah menyebarkan isu yang tajam soal waria, misalnya membuat narasi bahwa waria ini aib dan akan menjadi dosa besar bagi siapa saja yang membiarkan waria tinggal di suatu tempat. Tentu karena mereka punya jabatan, itu semua telah menjadi stigma yang terus tumbuh disini,” cerita dia kepada Suara.com sembari sedikit meluruskan kakinya.
Anggapan negatif yang lahir dari mereka pun membuat Dek Wan sempat merasa terancam apabila harus tinggal lama di desa yang didominasi oleh masyarakat dengan pekerjaan sebagai pandai besi dan penenun kain songket khas Sumsel ini.
“Saya kan tetap rutin melakukan ibadah salat jumat di masjid sini. Nah tidak lama dari itu, saya sering sekali dicibir kalau banci itu salat nya pakai mukena, bukan sarung sama peci. Waktu itu pas khotbah ustaz nya juga membawakan materi soal waria. Katanya kehadiran waria itu hanya akan merusak generasi anak muda di sini, gak akan ada kesudahan pokoknya kata dia,” terangnya dengan sedikit mengingat-ingat kembali kejadian itu.
Peristiwa-peristiwa inilah yang membuat Dek Wan begitu alergi saat mendengar kata politik, meskipun dia sadar perbuatannya itu akan menghambat efektivitas pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Ia tetap saja kekeh untuk tidak lagi menuangkan pikiran dan tenaganya dalam rangkaian politik seperti apapun.
“Kalau yang terbaru di tahun 2020, sehari sebelum pemilihan TL itu datang lagi untuk memberikan uang kepada saya, kalau tidak salah itu Rp 300 ribu isinya, tapi saya diminta untuk coblos nama calon yang dia sebutkan. Waktu itu langsung saja saya bilang tidak mau, dengan alasan saya tidak datang ke TPS,” bebernya.
Baca Juga: Gelar Zikir Akbar di Sumsel, Airlangga Hartanto: Semua Partai Ingin Berkomunikasi Dengan Golkar
Ajakan yang diberikan kala itu bak buah simalakama baginya, sebab diwaktu yang sama dia betul-betul membutuhkan tambahan modal untuk meningkatkan kebutuhan peralatan salon, akan tetapi di sisi lain apabila pemberian itu diterima, tentu praktik politik uang akan semakin panjang umurnya dan akan memperbesar peluang bagi para politikus bersama tim suksesnya untuk terus menjadikan dia sebagai objek kampanye.
Beberapa kali pun dia juga didesak oleh pelanggan untuk bisa menghadirkan layanan baru pada salonnya. Kalau hanya mengandalkan rias dan potong rambut saja, maka penghasilan yang dia dapatkan tentu tidak seberapa.
“Saya menolak karena saya yakin ada jalan lain untuk saya bisa mengumpulkan modal,” ungkapnya.
Saat disinggung mengenai tuntutan kepada para caleg dan tim sukses yang pernah melibatkannya dalam kegiatan politik, dia justru mengaku sampai saat ini belum pernah bertemu kembali dengan caleg-caleg tersebut.
“Selepas urusan mereka kemarin, saya tidak mendapat kesempatan untuk menuntut banyak dari caleg, kalaupun ada waktunya, kami tahu permintaan kami tidak akan mendapat solusi apapun. Mereka pastinya hanya akan mengatakan beragam alasan untuk tidak memfasilitasi itu atau bahkan kami hanya akan mendapat hinaan saja sebagai banci dusun,” pungkas dia.
Jadi Partisipan Langganan Kampanye, Transpuan Hanya ‘Tukang Hibur’
Berita Terkait
-
Gelar Zikir Akbar di Sumsel, Airlangga Hartanto: Semua Partai Ingin Berkomunikasi Dengan Golkar
-
Dua Cagar Budaya Palembang Dirusak, Budayawan Lapor Polisi
-
Detik-Detik Prabowo Subianto Tewas Tenggelam di Sungai Karena Tidak Bisa Berenang
-
Ingin Lawan Herman Deru, Anak Alex Noerdin Dukung Bupati Heri Amalindo di Pilgub 2024
-
Lengkap! 107 Even Wisata Calendar of Charming Digelar di Palembang: Semarak Piala Dunia di Bulan Mei
Terpopuler
- Siapa Pencipta Sound Horeg? Ini Sosok Edi Sound yang Dijuluki Thomas Alva Edisound dari Jawa Timur
- Jelang Ronde Keempat, Kluivert Justru Dikabarkan Gabung Olympique Lyon
- Akal Bulus Dibongkar KPK, Ridwan Kamil Catut Nama Pegawai Demi Samarkan Kepemilikan Kendaraan
- Bupati Sleman Akui Pahit, Sakit, Malu Usai Diskominfo Digeledah Kejati DIY Terkait Korupsi Internet
- Pemain Keturunan Purwokerto Tiba di Indonesia, Diproses Naturalisasi?
Pilihan
-
Daftar 5 Mobil Bekas yang Harganya Nggak Anjlok, Tetap Cuan Jika Dijual Lagi
-
Layak Jadi Striker Utama Persija Jakarta, Begini Respon Eksel Runtukahu
-
8 Rekomendasi HP Murah Anti Air dan Debu, Pilihan Terbaik Juli 2025
-
Fenomena Rojali dan Rohana Justru Sinyal Positif untuk Ekonomi Indonesia
-
5 Rekomendasi HP 5G Xiaomi di Bawah Rp 4 Juta, Harga Murah Spek Melimpah
Terkini
-
Viral Warga Ngamuk, Rumah Pelaku Penculik Bocah 6 Tahun di OKI Rata dengan Tanah
-
Detik-detik RDP Diculik dan Dibunuh: Tangisan Terakhir Bocah 6 Tahun di OKI
-
7 Cara Ampuh Menghilangkan Bau dan Lembap di Kulkas Secara Alami
-
Anti Belang & Kusam! 5 Sunscreen Juara untuk Wanita Hobi Lari Agar Wajah Tetap Kinclong
-
Selamat Tinggal Samba? Ini Alasan Gen Z Beralih ke Adidas Campus 00s & Forum Low