Yang membanggakan, ketika pulang kampung, anak-anak muda itu tidak hanya berkebun, melainkan juga mendirikan Sekolah Adat yang jumlahnya kini sudah berkembang menjadi 82 sekolah di berbagai daerah di Indonesia.
Sekolah Adat memiliki kegiatan yang berbeda dari sekolah umum.
Serupa living school, mereka mengajarkan berbagai hal yang terkait adat istiadat. Siswa sekolah adat belajar tentang cara menanam dan menugal padi, aturan adat, juga tarian, makanan, dan permainan tradisional. Mereka juga belajar tentang hutan, termasuk jenis tanaman dan binatang yang hidup di hutan.
“Yang berperan sebagai guru adalah para tetua kampung yang punya pengetahuan. Ada tetua hebat yang mengajarkan ilmu astronomi terkait pertanian mereka. Misalnya, ketika bintang tertentu sedang naik, maka itulah waktu yang tepat untuk menanam. Kalau bintangnya sudah turun, sebaiknya tidak menanam lagi karena sudah akan banyak hama,” cerita Mina.
Baca Juga: Nelayan Sumsel Diminta Waspada saat Melaut, Cuaca Memburuk
4. Ritual adat untuk jaga lingkungan
Setiap komunitas Masyarakat Adat mempunyai kearifan lokal tersendiri, termasuk berbagai ritual, yang selalu berkaitan dengan pengelolaan lingkungan. Misalnya, ritual Sasi Ikan Lompa di Maluku Tengah.
Dengan ritual itu, ikan lompa (sejenis sardin) tidak boleh diganggu selama satu tahun. Ketika sasi dibuka, yaitu saat pemangku adat menyatakan ikan lompa sudah cukup umur untuk diambil, barulah masyarakat boleh menangkapnya.
“Ini merupakan salah satu kearifan lokal untuk menjaga keseimbangan lingkungan. Ikan dibiarkan hidup agar bisa berkembang biak, baru kemudian dipanen bersama,” kata Mina.
Masyarakat adat Dayak Iban yang tinggal di Sungai Utik, Kalimantan Barat, memiliki ritual Mali Umai. Ritual ini dilakukan dengan memanggil leluhur untuk membasmi hama.
Baca Juga: Pupuk NPK Mutiara Palsu Beredar di Sumsel, Polisi Sita 700 Sak
“Ketika tanaman di ladang sudah mulai tumbuh, mereka mengadakan ritual Mali Umai. Selama tiga hari berturut-turut tidak ada orang yang boleh melintasi wilayah tersebut, karena pada saat itu leluhur sedang membersihkan tanaman dari hama. Kalau kita lewat, kita bisa dianggap hama. Ritual ini dilakukan untuk menjaga lingkungan. Mereka tidak memerlukan pestisida untuk mengusir hama,” ungkap Mina.
Berita Terkait
-
Jordi Amat Cetak Gol, JDT Mengamuk dan Bantai Kedah Darul Aman
-
Mudik Aman Sampai Tujuan Bersama Bulog: 13 Bus Gratis Antarkan 650 Pemudik ke Jawa dan Sumatera
-
Pertamina Ambil Bagian Dalam "Mudik Aman Sampai Tujuan BUMN 2025", Berangkatkan Bus dari GBK Senayan
-
Brantas Abipraya Hadirkan Mudik Aman dan Nyaman 2025, Fasilitasi Perjalanan Gratis ke Berbagai Kota
-
Adopsi Teknologi Diamond Sense, Mitsubishi Xforce Makin Nyaman dan Aman Saat Dikendarai
Tag
Terpopuler
- 10 Transformasi Lisa Mariana, Kini Jadi Korban Body Shaming Usai Muncul ke Publik
- Daftar Pemain Timnas Belanda U-17 yang Gagal Lolos ke Piala Dunia U-17, Ada Keturunan Indonesia?
- Titiek Puspa Meninggal Dunia
- Gacor di Liga Belanda, Sudah Saatnya PSSI Naturalisasi Pemain Keturunan Bandung Ini
- Eks Muncikari Robby Abbas Benarkan Hubungan Gelap Lisa Mariana dan Ridwan Kamil: Bukan Rekayasa
Pilihan
-
Terbang ke Solo dan 'Sungkem' Jokowi, Menkes Budi Gunadi: Dia Bos Saya
-
6 Rekomendasi HP Murah dengan Kamera Beresolusi Tinggi, Terbaik April 2025
-
Harga Emas Terbang Tinggi Hingga Pecah Rekor, Jadi Rp1.889.000
-
Dari Lapangan ke Dapur: Welber Jardim Jatuh Cinta pada Masakan Nusantara
-
Dari Sukoharjo ke Amerika: Harapan Ekspor Rotan Dihantui Kebijakan Kontroversial Donald Trump
Terkini
-
UMKM Palembang Naik Kelas, Kini Produknya Jadi Suvenir Penerbangan Garuda
-
Usai Fitrianti Ditahan, Harnojoyo Diperiksa Kejaksaan: Dugaan Korupsi Apa?
-
Lepas Kemeriahan Lebaran, Emas Digadai Warga Palembang untuk Sekolah Anak
-
Harga Emas Tinggi Dorong Warga Palembang Ramai Gadai untuk Biaya Sekolah
-
Rp10 Juta Sesuku, Harga Emas Perhiasan Palembang Cetak Rekor Usai Lebaran