SuaraSumsel.id - Semangat konservasi yang tertuang dalam peraturan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Nomor 1 tahun 2021 hendaknya juga mengedepankan kesejahteraan nelayan dan masyarakat.
Hal ini disampaikan Akademi Perikanan Universitas Muhammadiyah Palembang, Irkhamiawan Ma'ruf. Menurut ia, upaya konservasi hendak ikan belida juga sejalan atau menjawab kebutuhan masyarakat nelayan. Jangan sampai, malah terjadi kriminalisasi nelayan.
Pemerintah, sambung ia, telah menerbitkan peraturan guna konservasi ikan yang sudah langka, seperti ikan Belida dan sejumlah ikan lainnya. Hal ini ialah upaya konservasi yang tepat.
"Mengingat sampai saat ini, ikan Belida memang semakin sulit ditemui. Populasinya semakin menurun dan terancam punah," ujarnya dihubungi Kamis (2/9/2021).
Baca Juga: Perguruan Tinggi di Sumsel Dihimbau Belajar Tatap Muka
Akan tetapi upaya konservasi jangan dipandang sebagai upaya yang parsial. Upaya konservasi perikanan hendaknya juga bisa menjawab permasalahan di masyarakat nelayannya.
Apalagi saat ini, kondisi masyarakat nelayan juga sedang sulit. Seperti, hasil tangkapan yang kian menurut, kapasitas tangkap yang berkurang dan makin jarangnya populasi ikan saat ini.
Karena itu, upaya pelarangan dengan semangat konservasi harus menjawab permasalahan tersebut. "Upaya konservasi tidak selalu dihadapkan face to face (berhadapan) dengan masyarakat nelayan, namun harus melibatkannya," sambung ia.
Upaya konservasi hendaknya bukan hanya pada spesies ikannya, namun secara umum lebih kepada ekosistemnya. Misalnya, bagaimana menyelamatkan ikan Belida termasuk ekosistem rawa gambutnya, rantai makanannya, serta habitatnya.
Karena jika konservasi hanya dinilai pada spesies, tanpa melestarikan ekosistem hidupnya, maka lambat laun, spesies ikan Belida juga makin punah, meski Pemerintah melarang penangkapannya.
Baca Juga: Tunjangan Guru Honor Telat Lagi, Ini Alasan Pemprov Sumsel
"Solusinya pelestarian ekosistem bukan pelestarian spesies semata. Pelestarian ekosistem tentu harus melibatkan masyarakat nelayannya," terang ia.
Pengelolaan Berbasis Masyarakat
Irkhamiawan Ma'ruf. mengungkapkan solusi yang perlu dilakukan Pemerintah ialah mengedepankan pengelolaan bermasis masyarakat (community based management). Dengan kata lain, melibatkan masyarakat dalam semangat konservasi sekaligus menjawab kebutuhannya.
"Dengan pelibatan masyarakat, zona konservasi masih bisa diselamatkan. Masyarakat juga dapat memenuhi kebutuhan ekonominya. Pengelolaan seperti ini akan multi imbas." kata ia.
Ia mencontohkan, di suatu wilayah memiliki perikanan darat seluas 1.000 hektar. Lalu, Pemerintah menetapkan 10 persennya sebagai wilayah sebagai zona konservasi, yakni ekosistem yang wajib dikonservasikan atau dilindungi.
Maka wilayah pengelolaan hanya tersisa 900 hektar dari sisa perikanan darat tersebut.
Dengan pengelolaan berbasis masyarakat, Pemeritah hendaknya bisa melibatkan masyarakat guna mengelola secara bersama-sama.
Dengan keterlibatan ini, masyarakat bisa mendapatkan manfaat sekaligus pemerintah juga masih mampu menjaga 10 persen wilayah konservasi.
"Ini yang dinamakan upaya konservasi yang komperhensif (menyeluruh). Tidak parsial, penegakkan hukum mengenai konservasi," tegas ia.
Upaya pengelolaan berbasis masyarakat sendiri sudah banyak dicontohkan di luar Sumatera Selatan. Untuk di Sumatera Selatan, ia berpendapat sektor perikanan cendrung subordinatif (hanya pelengkap) dari upaya pelestarian ekosistem.
"Padahal, misalnya pada melestarikan rawa gambut, peran sektor perikanan sebenarnya juga besar," pungkasnya.
Sanksi Jual dan Konsumsi Belida
Kepala Satker Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (SDKP) Palembang Maputra Prasetyo, menjelaskan peraturan tersebut dikeluarkan atas pertimbangan populasi ikan Belida yang kian terancam punah.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menetapkan hewan ikon Sumatera Selatan sebagai hewan yang dilindungi.
"Hukumannya berat, menangkap dan menjual untuk individu atau perusahaan bisa didenda Rp250 juta hingga Rp1,5 miliar," terang ia.
Melansir ANTARA, Bagi masyarakat yang menangkap ikan Belida, pihaknya akan mengenakan sanksi pidana Pasal 100 junto Pasal 7 ayat 2 huruf C Undang-undang RI Nomor 45 tahun 2009, tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 tahun 2004 Tentang Perikanan dengan denda maksimal Rp250 juta.
Untuk pengepul atau penadah lalu mendistribusikan dikenakan sanksi pasal siup berupa Pasal 92 junto pasal 26 ayat 1 tentang perikanan dengan denda Rp 1,5 miliar
"Setiap orang wajib mengetahui untuk tidak lagi menggunakan ikan tersebut sebagai makanan konsumsi," ujarnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Jelang Lawan Timnas Indonesia, Pemain China Emosi: Saya Lihat Itu dari Kamar Hotel
- 9 Mobil Bekas Murah Sekelas Alphard Mulai Rp 60 Juta: Captain Seat Nyaman Selonjoran
- 5 Rekomendasi Moisturizer untuk Usia 50 Tahun ke Atas: Wajah Jadi Lembap dan Awet Muda
- 5 Rekomendasi Mobil Tangguh Mulai Rp16 Jutaan: Tampilan Gagah dan Mesin Badak
- 7 Mobil Bekas Toyota-Suzuki: Harga Mulai Rp40 Jutaan, Cocok buat Keluarga Kecil
Pilihan
-
Daftar 5 Pinjol Resmi OJK Bunga Rendah, Solusi Dana Cepat Tanpa Takut Ditipu!
-
Hadapi Jepang, Patrick Kluivert Akui Timnas Indonesia Punya Rencana Bagus
-
Usai Tepuk Pundak Prabowo Subianto, Kini Handphone Ole Romeny Disita
-
5 Rekomendasi HP Murah Rp 2 Jutaan Baterai Jumbo Terbaru Juni 2025
-
Ustaz Yahya Waloni Meninggal Dunia saat Khutbah Jumat, Ini Profilnya
Terkini
-
Saldo Dana Gratis Hari Ini: Ini 4 Link Dana Kaget Terbaru yang Wajib Kamu Klaim Sekarang Juga!
-
Cicilan Cuma Rp300 Ribuan, Begini Cara Dapat KUR Rp10 Juta Tanpa Ribet!
-
Era Prabowo Dimulai: PLTM Minihidro Ini Jadi Bukti Komitmen Energi Bersih Nasional
-
Sambut Idul Adha 1446 H, Semen Baturaja Salurkan 13 Sapi Kurban di 3 Wilayah Operasional
-
Festival Bulan Juni di Palembang Hadir Lagi, Komunitas Suarakan Krisis Lingkungan