Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Kamis, 29 Juli 2021 | 07:05 WIB
Ilustrasi penyandang tunanetra belajar ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas]

SuaraSumsel.id - Situasi pandemi COVID 19 mengharuskan masyarakat menjaga jarak, hingga menghindari kerumunan. Karena itu, Pemerintah memutuskan agar proses pembelajaran dilaksanakan dengan metode jarak jauh alias belajar daring.

Tapi tidak seluruh siswa mampu mengikuti proses pembelajaran tersebut, termasuk siswa dengan berkebutuhan khusus, siswa tuna netra.

Orang tua siswa tuna netra Via, siswa kelas empat SD di SLB-A PRPCN, Panti rehabilitas Penyandang  Cacat Netra menceritakan bagaimana sulitnya siswa tunanetra belajar daring saat pandemi COVID 19.

Ia mengungkapkan selama sekolah online, guru memberikan materi pembelajaran melalui rekaman audio yang disampaikan melalui pesan whatsApp

Baca Juga: Daya Beli Rendah, Banyak Peternak Ayam di Palembang Bangkrut

“Setelah rekaman audio diterima siswa, orang tua mencatat terlebih dahulu perintah gurunya tersebut. Lalu, saya bantu Via menuliskan dalam Bahasa braile,” kata ia.

huruf braile [Fitria/Suara.com]

Selama pandemi COVID 19 yang telah berlangsung lebih dari satu tahun ini, ilmu dari proses pembelajaran belum maksimal.
“Setahun ini sekolah online, benar-benar lewat saja ilmunya tidak dapat apa-apa,” aku ia.

Sebagai ibu, Sumiati hanya kasihan kepada putrinya yang sering mengeluh karena tangannya sampai kapalan karena terlalu banyak menulis braile.

“Nulis Braile itu lebih susah, tidak seperti menulis abjad seperti orang normal jadi mau tidak mau saya harus ikut belajar tipe tulisannya,”jelas wanita yang tinggal di Mariana tersebut.

Sebagai siswa tunanetra seharusnya lebih banyak dikenalkan melalui penjelasan detail dan lebih banyak pemahaman dengan dekripsi serta sentuhan agar dapat diterima oleh si siswa.

Baca Juga: Pengusaha Aceh Tinggal di Palembang, Akidi Tio Sumbang Rp 2 Triliun Penanganan COVID-19

“Terkadang materi yang dikasih itu tidak dipahami juga, kalau tatap muka guru bisa menjelaskan langsung dan guru lebih maksimal menjelaskan untuk anak tuna netra,” terang ia.

Setelah guru memberi tugas, siswa kesulitan untuk mencerna siswa tunanetra. Misalnya, pelajaran matematika yang dikenal lebih aplikatif akan semakin sulit dikerjakan oleh siswa dengan keterbatasannya.

Diakuinya, putri satu-satunya Sumiati tersebut tergolong semangat untuk mengerjakan tugas jika ada tugas dari gurunya. Hanya saja sebagai ibu rumah tangga dirinya terkadang kerepotan dengan aktivitas rumah sekaligus mendampingi Via menyelesaikan tugas.

Wakil Kepala Sekolah SLB di Palembang Elmi Tholib [Fitria/Suara.com]

Menurut wakil kepala sekolah Elmi Tholib, hambatan siswa hanyalah penglihatan sedangkan indera yang lain masih bisa dimanfaatkan optimal.

Meski demikian, dengan system pembelajaran daring, sekolahnya belum siap atas kurikulum tersebut. Misalnya, membahas mengenai hewan mamalia, jika pembelajaran tatap muka bisa dijelaskan dengan menggunakan alat peraga.

“Lalu alat peraga itu diraba oleh siswa, jika daring maka tidak bisa demikian,” ujarnya.

Menurut ia, pada situasi pandemic proses pembelajaran tatap muka masih bisa digelar di sekolah, mengingat dalam satu kelas, jumlah siswa dengan kebutuhan khusus tidak sampai 10 orang.

“Jika pun dilaksanakan di sekolah tatap muka, tetap akan memenuhi jumlah kapasitas sekelas bahkan 50 persennya juga tidak sampai,” ungkapnya.

Hanya saja pihak SLB tetap harus mengikuti peraturan pemerintah guna melaksanakan sekolah daring dari rumah.

“Saat ini kita ingin mencoba melakukan pertemuan tatap muka secara bergiliran dan disesuaikan dengan pengajar jika ada materi yang sulit diterima oleh siswa atau buku bisa dibawa ke rumah,” pungkas ia.

Load More