Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Rabu, 30 Juni 2021 | 14:39 WIB
Ivermectin. Ivermectin Makin Diburu, Prof Yuwono: Tidak Dianjurkan Tanpa Pengawasan Dokter

SuaraSumsel.id - Beberapa tokoh publik makin mengenalkan Ivermectin sebagai obat bagi pasien COVID 19. Belakangan mantan Menteri Keluatan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti juga mengenalkannya pada pengobatan delapan pegawainya yang terinfeksi COVID 19.

Meski makin diburu masyarakat di market place atau e-commerce, Ahli Mikrobiologi Universitas Sriwiyajaya, Prof. Dr. dr . Yuwono, M. Biomed mengingatkan agar tidak mengkonsumsi invermectin tanpa pengawasan dokter.

Hal tersebut mengingat invermectin belum menjalani uji klinis bagi virus COVID 19.

"Saya tidak anjuran untuk dibeli bebas, sebaiknya konsultasi dokter. Sebagai dokter, saya menganjurkan boleh menggunakannya dalam pengawasan medis" ujar ia, kepada Suarasumsel.id, Rabu (30/6/2021).

Baca Juga: Kembali Diperiksa Kejati Kasus Korupsi Masjid Sriwijaya, Ini Kata Mantan Ketua DPRD

Dikatakan Prof Yu, obat ini memang dikenal ajaib dengan harga jual yang sangat terjangkau alias murah. Namun peruntukkannya, mematikan cacing dan kutu pada ternak hewan seperti sapi, anjing hingga babi. 

Biasanya obat ini paling banyak dicari peternak, terkhusus negara produsen ternak seperti Australia.

"Setau saya itu, pengembangan atau produksi obatnya dari Jepang dan kerjasama juga dengan Amerika, penggunaan obat itu sudah saya dengar sejak Oktober tahun lalu, dan sempat saya cari," akunya.

Beberapa staf Prof Yu, kemudian mencari obat tersebut namun tidak ditemukan di pasar obat lokal Palembang, sehingga sempat mencoba untuk impor.

Menurut Prof Yuwono, kemujaraban obat ini ada dua penyebabnya. Ia bekerja membentuk suasana sel menjadi asam, sehingga pada kondisi sel yang asam maka virus COVID 19 memang akan lambat berkembang. 

Baca Juga: Catat, Ini Syarat, Cara Pendaftaran dan Prokes Tes CPNS Sumsel 2021

Prof Yuwono, Ahli Mikrobiologi Unsri [Tasmalinda/suara.com]

"Beberapa obat yang dipakai untuk COVID 19 saat ini, juga tujuannya sama yakni membuat sel menjadi asam sehingga virus tidak berkembang. Lalu, kemujaraban lainnya membuat perkembangan virus COVID 19 menjadi tidak utuh, sehingga mudah rusak dan mati," ujar ia.

Stuktur virus COVID 19 yang terdiri atas tiga bagian, yakni stuktur RNA, stuktur protein pembungkus virus atau dikenal Capsid, dan stuktur virus protein dan lemak virus.

"Obat ini membuat Capsid menjadi rusak atau tidak terbentuk membuat perkembangan virus menjadi tidak utuh alias rusak. Dengan demikian, membuat virus menjadi mati sehingga tidak menyerang pada inang di organ pernapasan pasien," terang Prof Yu.

Meski demikian, ia tetap mendorong obat ini menjalani uji laboratorium terkhusus bagi virus COVID 19.

Penggunaan ini hanya diperuntukkan bagi pasien COVID 19 dengan gejala penyerta. Masyarakat yang tidak bergejala tidak harus memburu obat ini guna mencegah terlindung virus COVID 19.

"Meski dikenal obat mujarab, peruntukkan obat itu memang belum menjalani uji klinis khusus COVID 19. Saya sarankan masyarakat jangan membeli tanpa pengawasan dokter yang mengetahui kesehatan pasiennya," pungkas dia.

Load More