Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Senin, 08 Maret 2021 | 07:58 WIB
Ilustrasi peringatan Hari Perempuan Internasional (HPI) atau International Women’s Day (IWD) [Suara.com/Erick Tanjung] Catatan HPI 2021: Dampak Ganda Pandemi Covid 19 pada Perempuan

Sementara itu, bagi korban Kekerasan dalam rumah tangga, anjuran untuk tetap di rumah dan pembatasan layanan pengaduan Pemerintah merupakan mimpi buruk yang tidak tahu kapan berakhirnya,

“Menjebak mereka di rumah bersama pelaku kekerasan seksual, terisolasi dari orang-orang dan sumber daya yang dapat membantu mereka karena pembatasan layanan pengaduan Pemerintah,” sambung ia.

Akses terhadap keadilan bagi korban kekerasan pun semakin jauh dari harapan.

Beranda Perempuan sejak tahun 2015 mendampingi 9 kasus kekerasan terhadap perempuan dengan jumlah korban 25 orang, tiga di  antara kasus tersebut tidak mendapatkan keadilan, karena aparat penegak hukum tidak memiliki perspektif perlindungan anak dan perempuan.

Baca Juga: Sebut KLB Bodong, DPD Partai Demokrat Sumsel Sepakat Dukung AHY

Akses keadilan bagi korban juga dipengaruhi oleh peraturan perundang-undangan yang dimiliki oleh Indonesia saat ini.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP) mendefinisikan kekerasan seksual terhadap perempuan sebatas pada penetrasi alat kelamin.

Selain itu, KUHAP juga tidak memberikan pengaturan mengenai hak pemulihan korban selama proses hukum.

Kekerasan seksual bahkan terjadi di dalam kampus.

Berdasarkan hasil survey dan wawancara mendalam dengan pelaku dan korban kekerasan seksual di 4 (empat) kampus di Jambi ditemukan bahwa sekitar 73,21 persen pelaku melakukan tindakan pelecehan seksual melalui gambar dan pesan bernada seksual terhadap mahasiswi.

Baca Juga: Dihadiri Para Mantan Kader, DPD Partai Demokrat Sumsel Tolak KLB

Kekerasan paling besar dilakukan oleh teman laki-laki, disusul oleh pacar dan oknum dosen sekitar 3,6 persen.

Sedangkan 4 persen mahasiswi pernah mendapatkan pemaksaaan dan intimidasi seksual dari oknum dosen.

“Tentu jumlah ini jauh lebih sedikit jika dibandingkan fakta sebenarnya karena masih banyak korban yang belum berani bersuara dan melaporkan kasusnya karena kampus belum menjamin kemerdekaan dan keamanan bagi korban untuk berani bersuara dan melaporkan kasusnya,” terang ia.

Melalui penyebaran kuisioner diketahui bahwa sebanyak 71,2 persen responden mengaku bahwa kampus belum menyediakan pembelajaran yang aman bagi perempuan, seperti belum adanya toilet yang aman, penerangan yang cukup atau belum didukung SOP tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.

“Perempuan jurnalis pun kerap menjadi sasaran kekerasan seksual ketika sedang bekerja. Perusahaan media tidak memiliki SOP yang menjamin perempuan jurnalis aman dari tindakan kekerasan seksual, melaporkan tindakan kekerasan seksual yang dialaminya dan memastikan perusahaan media dan lembaga terkait lainnya melakukan proses terhadap laporan tersebut” tegas ia.

 Di tengah itu semua, terdapat kelompok perempuan disabilitas yang juga harus mengalami persoalan yang berlipat dimasa pandemi.

Load More