SuaraSumsel.id - Banyak orang beranggapan limbah merupakan sampah yang tidak berguna lagi. Karena itu, banyak yang memilih untuk membuangnya begitu saja.
Di Palembang justru ada yang memanfaatkan limbah berupa kulit jengkol menjadi pewarna alami kain jumputan yang bernilai ekonomis.
Adalah perajin kain jumputan bernama Cahya Sege. Ia menyulap limbah kulit jengkol menjadi pewarna alami pada kain jumputan yang bernilai tinggi. Kekinian ia bisa meraup untung dari bisnisnya butiknya bernama Butik Palembang Sege.
Cahya mengatakan, mulanya proses pewarnaan itu didapat usai mengikuti pelatihan pewarnaan alami dari pemerintah provinsi setempat.
"Dari sana akhirnya saya mencoba mengembangkan pewarnaan alami dari limbah di sekitar rumah. Ya, salah satunya ialah kulit jengkol itu,” kata Cahya kepada SuaraSumsel.id, di sela-sela kegiatan Local Pride di PIM, Sabtu (3/10/2020).
Dalam pemilihan bahan pewarna alami untuk kain jumputan, kulit jengkol dinilai memiliki stok yang mudah didapat dan tak pernah kehabisan.
“Kita memerlukan bahan yang bisa rutin didapat. Jadi dipilihlah kulit jengkol. Ya, sebenarnya sih kita juga kembangkan pewarna alami dari buah-buahan (durian, duku, dan manggis), tapi stok buah itu tadi tergantung musim, makanya kita jarang memproduksinya,” kata Cahya.
Cahya membeberkan sedikit proses pewarnaan alami dari kulit jengkol tersebut.
"Cukup mudah kok untuk pembuatannya (pewarna alami kain jumputan dari kulit jengkol)," ujar Cahya.
Baca Juga: Kesal Istri Tak Pulang Ke Rumah, Pria Ini Gantung Anaknya
Langkah pertama, kulit jengkol yang sudah didapat bisa direndam kurang lebih satu kilogram di dalam air hujan atau air murni hasil penyulingan yang biasanya diperoleh dari Air Conditioner atau AC. Rendam di dalam air itu sebanyak dua liter dan selama 24 jam.
Kemudian, air berserta bahan bisa dipanaskan hingga mendapat setengah dari jumlah air. Ia mencontohkan misal dari 20 liter akan menjadi 10 liter.
Hasil pemanasan itu yang akan dijadikan pewarna. Sedagkan untuk mengatur kepekatan warna, pewarna dapat dicampur dengan bahan pelekat warna. Mulai dari kapur, tawas, tunjung, gula merah, maupun besi dua sulfat.
"Kalau mau menghasilkan warna yang lebih muda, campurannya bisa bahan tawas atau kapur. Kalau mau abu-abu bisa campur dengan tunjung dan kalau mau cokelat muda campur dengan gula merah," ungkapnya.
Kain dapat dicelupkan ke dalam bahan tersebut atau bisa juga dilakukan dengan cara disiram. Namun, Cahya menyarankan lebih baik melakukan dengan disiram secara berulang kali ke kain jumputan tersebut.
"Itu agar kita bisa mendapatkan warna yang memang benar-benar kita inginkan. Intinya warna yang dihasilkan dari pewarna alami ini tetap unik dan memiliki khas yang tak didapat dari pewarna sintetis," jelasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Gebrak Meja Polemik Royalti, Menkumham Perintahkan Audit Total LMKN dan LMK!
- Kode Mau Bela Timnas Indonesia, Pemain Keturunan Jawa Rp 347,63 Miliar Diincar AC Milan
- Detik-Detik Pengumuman Hasil Tes DNA: Ridwan Kamil Siap Terima Takdir, Lisa Mariana Tetap Yakin
- Kasih Kode Mau Bela Timnas Indonesia, Ryan Flamingo Kadung Janji dengan Ibunda
- Makna Kebaya Hitam dan Batik Slobog yang Dipakai Cucu Bung Hatta, Sindir Penguasa di Istana Negara?
Pilihan
-
Waduh! Cedera Kevin Diks Mengkhawatirkan, Batal Debut di Bundesliga
-
Shayne Pattynama Hilang, Sandy Walsh Unjuk Gigi di Buriram United
-
Danantara Tunjuk Ajudan Prabowo jadi Komisaris Waskita Karya
-
Punya Delapan Komisaris, PT KAI Jadi Sorotan Danantara
-
5 Rekomendasi HP Tahan Air Murah Mulai Rp2 Jutaan Terbaik 2025
Terkini
-
Benarkah Paham yang Dibawa Laskar Sabililah Mengancam Kultur Moderat Palembang?
-
Skandal Besar di Palembang? Jejak OTT Kejati di Perkimtan Diduga Seret Nama Eks Kadis
-
Karhutla Sumsel Capai 1.416 Hektare Sepanjang 2025, Ini Daerah yang Paling Parah
-
Sinergi KKKS dan SKK Migas Sumbagsel Menyulam Kehidupan, Ikan Tirusan Kembali ke Sungsang
-
Euromoney: BRI Menyelenggarakan 2.037 Sesi Literasi Keuangan untuk Kelompok Terpinggirkan