- Bencana banjir di Aceh memaksa dapur Program MBG mengganti menu dengan pangan lokal seperti umbi dan ikan karena kelangkaan bahan baku.
- SPPG mengatasi kelangkaan gas dengan berkoordinasi untuk menggunakan briket batu bara sebagai alternatif energi sementara.
- Akibat berbagai keterbatasan, sebanyak 19 dari 26 SPPG di Bireuen terpaksa menghentikan operasional sementara per 3 Desember 2025.
SuaraSumsel.id - Bencana banjir yang melanda Provinsi Nangroe Aceh Darussalam memaksa pengelola dapur Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di berbagai wilayah Aceh untuk beradaptasi cepat. Kelangkaan bahan baku, gas, air bersih, hingga listrik membuat sejumlah Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) harus memutar otak agar layanan tetap berjalan, meski dalam keterbatasan.
Kepala Regional SPPG Badan Gizi Nasional (BGN) Aceh, Mustafa Kamal, mengatakan salah satu langkah darurat yang ditempuh adalah mengganti menu MBG dengan bahan pangan lokal yang masih tersedia di masyarakat.
“Kami sedang berupaya mengganti menu dengan menu lokal karena bahan pangan untuk SPPG mengalami kelangkaan akibat banjir,” ujar Mustafa Kamal di Bireuen, Rabu (3/12/2025).
Menurutnya, pihak SPPG telah berkoordinasi untuk mengusulkan penggunaan bahan pangan lokal seperti umbi-umbian, kacang-kacangan, tahu, tempe, serta ikan yang dibudidayakan di kolam-kolam warga. Bahan-bahan tersebut dinilai masih relatif tersedia di sejumlah wilayah Aceh.
Baca Juga:Berkabut dan Sunyi, Danau Shuji 'Ubud'-nya Sumsel Ini Bikin Hati Langsung Adem
“Bahan makanan lokal ini banyak tersedia di Aceh Barat, Bireuen, dan Pidie. Itu yang kami dorong agar dapur MBG tetap bisa beroperasi,” jelasnya.
Selain persoalan bahan baku, kelangkaan gas juga menjadi tantangan serius. Mustafa mengungkapkan, pasokan gas diperkirakan baru kembali normal dalam waktu satu hingga dua bulan ke depan. Untuk mengatasi kondisi tersebut, pihaknya telah berkoordinasi dengan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh.
“Kami sudah bertemu dengan ESDM Aceh. Salah satu solusi yang ditawarkan adalah penggunaan briket batu bara sebagai pengganti gas,” kata Mustafa.
Masalah lain yang tak kalah krusial adalah ketersediaan air bersih dan listrik. Instalasi air minum rusak pasca banjir, sementara pasokan listrik belum sepenuhnya stabil karena banyak jaringan terendam air. Hingga kini, perbaikan dari PDAM masih belum dapat dipastikan waktunya.
Dampak banjir cukup signifikan terhadap operasional dapur MBG. Berdasarkan hasil temuan Tim Deputi Pemantauan dan Pengawasan (Tauwas) BGN yang turun langsung ke lapangan di bawah pimpinan Deputi Tauwas Letjen TNI (Purn.) Dadang Hendrayuda pada Selasa (2/12/2025), sebanyak 19 SPPG di Kabupaten Bireuen terpaksa menghentikan operasional.
Baca Juga:BMKG Ingatkan Dampak Siklon Tropis Bakung, Potensi Cuaca Ekstrem Mengintai Sumsel
“Penyebab utamanya adalah kelangkaan bahan baku, gas, air bersih, dan listrik,” demikian hasil laporan Tim Tauwas BGN.
Secara keseluruhan, di Kabupaten Bireuen terdapat 26 SPPG yang telah dibangun dan beroperasi. Namun akibat banjir, dua SPPG terdampak langsung sejak awal dan tidak dapat beroperasi. Wilayah yang terdampak paling parah berada di Kecamatan Jangka dan Kecamatan Peusangan.
Selama masa tanggap darurat, sejumlah SPPG mengalihkan sasaran penerima manfaat MBG. Jika sebelumnya makanan bergizi disalurkan kepada siswa sekolah, maka karena kegiatan belajar mengajar diliburkan, bantuan MBG dialihkan kepada masyarakat dan korban banjir.
Data BGN mencatat, pada 26 November 2025 sebanyak 21 SPPG menyalurkan 62.826 paket bantuan. Kemudian pada 27 November disalurkan 30.261 paket, disusul 37.180 paket pada 28 November, dan 38.668 paket pada 29 November 2025.
Tak hanya itu, SPPG juga berkolaborasi dengan Pemerintah Kabupaten Bireuen dengan meminjamkan lima kendaraan operasional selama masa bencana. Tiga mobil distribusi tambahan dikerahkan pada 2 Desember 2025 untuk menyalurkan bantuan ke wilayah terdampak.
Namun, keterbatasan pasokan bahan baku, listrik yang belum stabil, minimnya air bersih, serta kelangkaan gas membuat sebagian besar dapur MBG akhirnya harus menghentikan operasional sementara.