- Kejari Palembang menetapkan dua tersangka kasus korupsi proyek fiktif 2024 di Dinas Perkimtan Palembang.
- Terdapat 99 proyek diduga fiktif, meskipun laporan fisik telah dibuat lengkap dengan pencairan anggaran.
- Kerugian negara akibat kasus korupsi proyek palsu ini ditaksir mencapai sekitar Rp1,686 miliar.
SuaraSumsel.id - Dugaan korupsi skala besar kembali mengguncang pemerintahan di Kota Palembang. Kejaksaan Negeri Palembang (Kejari Palembang) resmi menetapkan dua tersangka dalam kasus proyek fiktif pada tahun anggaran 2024 di Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kota Palembang (Perkimtan) yakni mantan Kepala Dinas, Agus Rizal, dan Direktur penyedia proyek, CV Mapan Makmur Bersama.
Penyidikan menemukan fakta mengejutkan: dari total 131 kegiatan yang dilaporkan, hanya 37 kegiatan benar-benar terealisasi di lapangan. Sisanya sebanyak 99 proyek diduga fiktif, alias tidak pernah dikerjakan sama sekali.
Meski tidak ada bangunan, saluran air, trotoar atau material proyek lain pencairan anggaran berjalan mulus. Laporan fisik dibuat rapih, kontrak dianggap selesai, dan anggaran publik senilai miliaran rupiah dialihkan diduga bukan untuk pembangunan, tapi ke saku pribadi.
Perhitungan resmi dari ahli keuangan negara menunjukkan total kerugian mencapai sekitar Rp1,686 miliar.
Baca Juga:Kemana Mengalir Dana 99 Proyek Fiktif di Palembang? Publik Tunggu Nama Penerima Dana Sebenarnya
Kini publik bertanya keras: ke mana aliran dana itu sebenarnya? Siapa saja yang menikmati hasil dari proyek-proyek palsu ini?
Bukan hanya soal penahanan dua tersangka, publik menuntut transparansi penuh. Mereka ingin tahu apakah hanya dua pejabat itu yang terlibat, atau ada jaringan lebih luas: staf dinas, penyedia material, oknum pemerintahan lain, semua harus diperiksa.
Ribuan warga yang sehari-hari berharap pembangunan jalan rusak, saluran air mampet, atau fasilitas permukiman, kini menangis hampa dengan anggaran sudah cair, laporan sudah dibuat, tetapi realitas di lapangan tetap sama. Hingga detik ini, banyak proyek yang dijanjikan entah rehabilitasi, perbaikan, atau pembangunan baru yang tak pernah terjadi. Laporan pencapaian kerja rapi di kertas; hasilnya nihil di aspal, beton, atau rumah warga.
Kasus ini menjadi seruan keras bagi pemerintah: jangan hanya mengurusi laporan, tetapi buktikan pembangunan nyata! Jangan hanya buat dokumen tapi buktikan dengan trotoar yang ada, saluran air yang lancar, rumah layak huni, lingkungan bersih. Karena uang rakyat bukan untuk akuntansi warna-warni di layar, tapi untuk menyentuh kehidupan nyata masyarakat.
Kini mata publik tertuju: proses hukum harus terbuka, aliran dana harus dibuka ke publik, dan setiap oknum yang terlibat besar atau kecil, harus diperiksa. Korupsi bukan sekadar angka, tapi penghianatan terhadap kepercayaan rakyat.
Baca Juga:10 Spot Foto Estetik untuk Liburan Low Budget ala Gen Z Palembang, Nomor 4 Lagi Viral
Karena jika korupsi bisa sebesar ini terjadi, dan proyek paling sederhana bisa dibuat fiktif maka layak rakyat bertanya: siapa yang benar-benar bekerja untuk mereka, dan siapa yang hanya bekerja untuk dompet sendiri?