Harga Emas dan Ayam Naik, Tapi Inflasi Sumsel Tetap Aman di Tangan BI

Meski secara tahunan inflasi meningkat tipis dari 3,44 persen menjadi 3,49 persen (yoy), angka ini masih dalam rentang sasaran inflasi nasional

Tasmalinda
Jum'at, 07 November 2025 | 12:17 WIB
Harga Emas dan Ayam Naik, Tapi Inflasi Sumsel Tetap Aman di Tangan BI
Kepala BI Sumsel Bambang Pramono
Baca 10 detik
  • Inflasi Sumatera Selatan pada Oktober 2025 tercatat sebesar 0,13 persen.

  • Kenaikan harga emas perhiasan, telur ayam, dan daging ayam menjadi penyumbang utama inflasi.

  • Bank Indonesia dan TPID Sumsel menjaga stabilitas harga melalui operasi pasar dan penguatan ketahanan pangan.

SuaraSumsel.id - Provinsi Sumatera Selatan kembali menunjukkan ketahanan ekonominya di tengah tekanan harga komoditas strategis. Bank Indonesia (BI) Provinsi Sumatera Selatan mencatat inflasi sebesar 0,13 persen (mtm) pada Oktober 2025, menurun dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 0,27 persen.

Meski secara tahunan inflasi meningkat tipis dari 3,44 persen menjadi 3,49 persen (yoy), angka ini masih dalam rentang sasaran inflasi nasional sebesar 2,5±1 persen.

Kepala Perwakilan BI Sumatera Selatan Bambang Pramono menyampaikan bahwa capaian tersebut menunjukkan kestabilan harga di tengah dinamika ekonomi global yang masih penuh ketidakpastian.

Menurutnya, peningkatan inflasi tahunan yang sejalan dengan tren nasional bukanlah sinyal pelemahan, melainkan konsekuensi logis dari meningkatnya aktivitas ekonomi di daerah.

Baca Juga:Rayakan HUT ke 68, Bank Sumsel Babel Hadirkan 5 Transformasi Lewat Semangat Change to Accelerate

“Inflasi Sumatera Selatan masih dalam batas aman. Kami terus memastikan stabilitas harga dengan memperkuat sinergi antara Bank Indonesia, pemerintah daerah, dan pelaku usaha,” ujar Bambang di Palembang, Kamis (7/11/2025).

Inflasi bulan Oktober terutama dipicu oleh naiknya harga emas perhiasan, telur ayam ras, dan daging ayam ras. Emas memberikan andil tertinggi terhadap inflasi bulanan sebesar 0,15 persen, diikuti telur ayam ras sebesar 0,06 persen, serta daging ayam ras sebesar 0,05 persen.

Kenaikan harga emas terjadi seiring ketidakpastian ekonomi global yang mendorong masyarakat memilih emas sebagai aset lindung nilai. Sementara kenaikan harga ayam dan telur disebabkan meningkatnya biaya pakan serta distribusi yang belum sepenuhnya pulih.

Bambang menambahkan, tekanan tambahan juga datang dari komoditas hortikultura seperti wortel dan ketimun akibat terganggunya pasokan karena curah hujan tinggi di sejumlah sentra produksi. Ia menegaskan, faktor cuaca memang masih menjadi variabel penting dalam pengendalian harga pangan di Sumatera Selatan.

Menjelang akhir tahun, BI memperkirakan masih ada potensi tekanan inflasi baru seiring meningkatnya konsumsi masyarakat pada periode Natal dan Tahun Baru 2026. Kondisi musim hujan yang berbarengan dengan masa tanam padi dan hortikultura juga bisa berpengaruh pada produktivitas. Untuk mengantisipasi hal itu, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Sumatera Selatan memperkuat strategi pengendalian inflasi berbasis empat pilar: keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif.

Baca Juga:Konsorsium Pelabuhan Tanjung Carat Resmi Terbentuk, tapi Bisakah Tetap Jaga Mangrove?

Upaya konkret yang dilakukan antara lain melalui operasi pasar murah, gerakan pangan murah, dan koordinasi dengan Perum Bulog untuk memperlancar distribusi beras SPHP.

TPID juga menggencarkan penyaluran bahan pangan melalui Toko KePo (Kebutuhan Pokok), Rumah Pangan Kita, dan Toko Penyeimbang milik Perumda Pasar Palembang Jaya.

Selain itu, sidak ke pasar dan distributor dilakukan secara berkala, termasuk di Pasar Induk Jakabaring, guna memastikan harga sesuai ketentuan dan stok tersedia dalam jumlah cukup.

Untuk memperkuat pasokan antarwilayah, TPID Sumatera Selatan juga menjalin kerja sama dengan sejumlah daerah di Sumatera Barat. Kerja sama tersebut diwujudkan melalui pengiriman 14 ton bawang merah dari Kabupaten Solok ke Kota Palembang pada akhir Oktober lalu.

Bagi Bambang, kerja sama semacam ini bukan sekadar pengiriman komoditas, tetapi strategi penting membangun ekosistem pangan yang saling menopang antar daerah.

Selain menjaga pasokan jangka pendek, Sumatera Selatan juga menguatkan ketahanan pangan melalui Gerakan Sumsel Mandiri Pangan (GSMP) 2025. Program ini digerakkan dengan tiga inisiatif utama: GSMP Menyapa Lingkungan Desa (Menyala), GSMP Goes to Panti Sosial, dan GSMP Goes to Office.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak