Pertiwi Energi Perempuan dari Bukit Barisan: Menjaga Panas Bumi, Menyalakan Kepercayaan

Namanya Maulidyah Pratiwi, atau akrab disapa Tiwi, satu-satunya perwira energi perempuan di PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) Area Lumut Balai, Sumatera Selatan.

Tasmalinda
Rabu, 29 Oktober 2025 | 19:09 WIB
Pertiwi Energi Perempuan dari Bukit Barisan: Menjaga Panas Bumi, Menyalakan Kepercayaan
Perwira energi Pertamina PGE Lumut Balai. Maulidyah Pratiwi.
Baca 10 detik
  • Maulidyah Pratiwi atau Tiwi adalah satu-satunya perwira energi perempuan di PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) Area Lumut Balai, Sumatera Selatan.

  • Tiwi berperan sebagai jembatan antara proyek energi panas bumi dengan masyarakat sekitar melalui komunikasi dan pendekatan empati.

  • Ia menjadi simbol keseimbangan antara teknologi, alam, dan manusia, membuktikan bahwa energi sejati juga lahir dari hati yang menjaga kepercayaan.

Di tengah padatnya aktivitas, Tiwi tidak berjalan sendirian. Pjs General Manager PGE Area Lumut Balai, Aris Kurniawan, memahami pentingnya peran pekerja lokal seperti, Tiwi. “Komposisi pekerja lokal kami mencapai sekitar 42 persen,” ujarnya.

 “Sisanya non-lokal, ini adalah bukti bahwa putra-putri daerah mampu bersaing dengan talenta dari berbagai penjuru Indonesia. Kami yakin, masyarakat sekitar memiliki potensi besar untuk tumbuh bersama dalam perjalanan menuju energi bersih,” ucap Aris.

Menurutnya, keberhasilan proyek geothermal bukan hanya soal tekanan uap atau daya listrik. Dalam pandangan Aris, Tiwi menjadi simbol keseimbangan itu, yakni sosok yang menjaga jembatan antara teknologi, alam, dan manusia.

Saat pulang ke rumah, Tiwi membawa cerita untuk ibunya bagaimana tentang kabut yang datang lebih cepat dari sore, tentang rapat lintas divisi, dan tentang uap panas yang berubah menjadi cahaya. “Ibu selalu bilang, tak apa jauh, asal kerja dengan hati,” ujarnya lembut.

Baca Juga:Nyala dari Tepian Musi: Kilang Plaju dan Sinergi Pertamina One Menjaga Energi Negeri

Senja datang pelan. Kabut kembali turun, menelan pipa-pipa baja yang meliuk di lembah. Dari jendela ruang kerjanya, Tiwi melihat lampu di menara kontrol menyala satu per satu. Ia menutup laptopnya, menghela napas panjang. “Bumi sudah bekerja hari ini, sekarang giliran kita istirahat,” katanya lirih.

Ia tahu, esok kabut akan datang lagi. Ia akan menulis lagi, menjembatani lagi, menenangkan lagi. Karena di sini, di jantung Bukit Barisan, energi tidak hanya keluar dari perut bumi, tetapi juga dari hati manusia yang menjaganya. Kabut makin turun. Suara mesin berganti dengan serangga dan burung malam. Di tengah keheningan itu, Tiwi menatap ke luar jendela sekali lagi, seolah berbicara pada bumi yang sedang bernafas di bawah sana.

Dan di sanalah ia sadar, bahwa tidak semua energi harus terlihat menyala. Ada yang bekerja diam-diam, lembut, namun tak pernah padam seperti tekad seorang perempuan yang menjaga panas bumi sekaligus menyalakan kepercayaan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak