TikTok adalah katalisator yang mengubah thrifting menjadi sebuah estetika yang keren.
Konten seperti "Thrift Haul" (pamer hasil buruan), "Thrift Flip" (mengubah baju bekas menjadi sesuatu yang baru), dan video OOTD dengan barang thrifted telah menginspirasi jutaan orang.
Media sosial telah berhasil membingkai ulang citra baju bekas, dari yang dianggap "kotor" menjadi "keren", "vintage", dan penuh karakter.

Sisi Gelap yang Tak Terhindarkan
Baca Juga:BRI Bukakan Peluang Baru, Fashion Karya Anak Muda Bali Dikenal Lebih Luas
Tentu, popularitas ini membawa konsekuensi. Fenomena "gentrifikasi thrift" di mana para reseller memborong barang bagus dan menjualnya kembali dengan harga berkali-kali lipat menjadi isu baru.
Hal ini terkadang menyulitkan mereka yang benar-benar membutuhkan pakaian murah untuk bertahan hidup.
Pakaian Sebagai Pernyataan Sikap
Ledakan tren thrifting di akhir pekan adalah cerminan dari sebuah generasi yang lebih cerdas, lebih sadar, dan lebih kritis.
Bagi mereka, pakaian yang mereka kenakan bukan lagi sekadar penutup tubuh atau simbol status. Pakaian adalah pernyataan sikap tentang planet yang ingin mereka selamatkan, tentang industri yang ingin mereka ubah, dan tentang identitas unik yang ingin mereka perjuangkan.
Baca Juga:BRI Hadirkan Beauty, Fashion, and Fragrance Festival (BFF) 2025 untuk Perluas Akses Pasar