SuaraSumsel.id - Ketika wisatawan datang untuk menikmati keindahan Benteng Kuto Besak (BKB) dan Jembatan Ampera, yang mereka temui bukan hanya panorama Sungai Musi yang megah, tapi juga bayang-bayang aksi pemalakan yang tak kunjung tuntas.
Kawasan wisata ikonik Kota Palembang ini semakin dikenal bukan karena keindahannya, tapi karena maraknya praktik premanisme yang mengintai setiap sudutnya dari parkiran hingga titik-titik foto favorit.
Aksi pemalakan terbaru yang terjadi pada Minggu (27/7/2025) kembali mencuat ke publik setelah sebuah video viral memperlihatkan seorang konten kreator dipalak oleh pria yang mengaku juru parkir liar.
Padahal, sang kreator telah membayar tiket masuk resmi di gerbang utama BKB. Video yang diunggah di kanal YouTube @OmMobi itu menyulut kemarahan netizen, mengingat kejadian serupa bukan yang pertama — bahkan sudah menjadi "tradisi gelap" di kawasan wisata tersebut.
Baca Juga:Skandal Rp38 Miliar? Rektor Bina Darma Diganti Usai Dua Petinggi Ditahan
Menyikapi rentetan aksi pemalakan, Wali Kota Palembang Ratu Dewa akhirnya mengambil langkah drastis.
Ia mengakui bahwa Pemkot tidak lagi bisa menghadapi masalah ini hanya dengan kekuatan sendiri.
“Karena aksi seperti ini sering berulang dan sangat meresahkan, maka kami sepakat membuat MoU dengan TNI dan Polri untuk memperkuat pengamanan. Bukan hanya di BKB, tapi juga di pasar dan ruang publik lain,” ujar Ratu Dewa, Senin (28/7/2025).
Langkah ini sekaligus menandai bahwa Pemkot seolah mengibarkan bendera putih menghadapi pemalakan di pusat wisata kota sendiri.
Patroli gabungan akan diperbanyak dan diperluas. Bukan lagi hanya Satpol PP dan Dishub, namun kini TNI dan Polri resmi ikut menjaga wajah wisata Palembang.
Baca Juga:Ratu Sinuhun Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Koalisi Puluhan Lembaga Siap Kawal
Namun, pengamanan ekstra ini juga membuka pertanyaan lebih dalam: mengapa kawasan wisata utama seperti BKB justru menjadi ladang subur premanisme?
Apalagi, pengelolaan parkir di area tersebut sudah diserahkan ke pihak ketiga. Seharusnya ada sistem kontrol dan pengawasan berlapis, bukan malah menjadi celah bagi oknum pemalak berkeliaran bebas.
"Sudah bayar tiket, masih juga dipalak. Kami bukan turis asing, tapi warga sendiri. Ini memalukan," ujar Agus, warga Bukit Kecil, Palembang, yang mengaku ikut kesal melihat video viral tersebut.
Di media sosial, warga ramai-ramai menuntut tindakan nyata dan tegas. Mereka menyoroti lemahnya pengawasan pihak pengelola serta peran aparat yang dinilai hanya sibuk saat viral. "Wisata tak akan pernah maju jika mental pemalak tetap dibiarkan tumbuh di titik-titik strategis," kata komentar lain di Instagram.
Masalah ini tak hanya mengusik kenyamanan wisatawan, tapi juga mencoreng citra Palembang sebagai kota sejarah dan budaya. Benteng Kuto Besak dan Jembatan Ampera adalah ikon, tapi kini juga menjadi simbol lemahnya kendali atas keamanan ruang publik.