SuaraSumsel.id - Sumatera Selatan kembali menjadi sorotan publik dalam sepekan terakhir.
Dua peristiwa menonjol mencuat ke permukaan: operasi tangkap tangan (OTT) puluhan kepala desa dan camat di Kabupaten Lahat terkait dugaan pungutan liar dana desa, serta insiden mengejutkan yang melibatkan Wali Kota Prabumulih saat anaknya ditolak berobat di sebuah rumah sakit swasta.
Berikut rangkuman peristiwanya:
1. OTT Dana Desa di Lahat: 23 Pejabat Desa Diciduk
Baca Juga:Ratu Sinuhun Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Koalisi Puluhan Lembaga Siap Kawal
Kejaksaan Negeri Lahat menggelar operasi senyap pada Rabu (24/7), yang membongkar praktik pungutan liar dana desa di wilayah Kecamatan Pagar Gunung, Kabupaten Lahat.
Sebanyak 23 orang terjaring OTT, terdiri dari para kepala desa, camat, serta pengurus kecamatan lainnya.
Mereka diduga menyetorkan dana secara tidak sah kepada oknum penegak hukum, sebagai bentuk “pengamanan” proyek desa. OTT ini sontak membuat geger warga dan memicu pertanyaan besar tentang tata kelola dana desa di wilayah pedalaman Sumatera Selatan.
Para tersangka langsung digiring ke Kejaksaan Tinggi Sumsel di Palembang untuk pemeriksaan intensif. Kajari Lahat menyebut, pengusutan tidak berhenti di level desa saja, namun juga akan menelusuri siapa saja aktor di balik aliran dana yang ditarik secara paksa tersebut.
“Ini baru permulaan. Kami akan bongkar tuntas sampai ke hulu," ujar salah satu penyidik dari Kejati Sumsel.
Baca Juga:Detik-detik RDP Diculik dan Dibunuh: Tangisan Terakhir Bocah 6 Tahun di OKI
2. Anak Wali Kota Prabumulih Ditolak Berobat, RS Bunda Jadi Sorotan
Peristiwa lain yang menyita perhatian publik datang dari Kota Prabumulih. Wali Kota Prabumulih, Erlan, naik pitam saat anaknya ditolak berobat di Rumah Sakit Bunda, Palembang, pada Jumat (25/7).
Dalam video yang beredar luas, Ridho terlihat marah-marah kepada pihak rumah sakit yang dinilai menolak memberikan tindakan medis darurat kepada anaknya, yang mengalami kejang.
“Kita ini bukan minta gratis, kami siap bayar, tapi mengapa anak saya ditolak? Ini rumah sakit apa?” ujar Ridho Yahya dengan nada tinggi, sebagaimana terekam dalam video amatir yang beredar.
Pihak RS Bunda kemudian mengklarifikasi bahwa penolakan tersebut terjadi karena persoalan administratif dan ruangan yang penuh.
Namun klarifikasi itu tak serta-merta meredam kemarahan warga yang mengecam pelayanan RS tersebut, terutama karena melibatkan pasien anak dalam kondisi darurat.
Peristiwa ini menjadi sorotan netizen dan memicu perdebatan tentang sistem pelayanan kesehatan di rumah sakit swasta, termasuk perlakuan terhadap pasien dalam kondisi gawat darurat.
Dua kejadian ini menggambarkan wajah buram pelayanan publik dan tata kelola pemerintahan di Sumsel.
Di satu sisi, korupsi dana desa masih terjadi secara sistematis. Di sisi lain, akses kesehatan yang layak masih menghadapi tembok birokrasi dan standar ganda.
Masyarakat menunggu langkah nyata: penegakan hukum yang tegas di Lahat, serta evaluasi menyeluruh terhadap sistem layanan medis, agar kejadian serupa tidak terulang kembali.