SuaraSumsel.id - Meski kalah dalam kontestasi Pemilihan Gubernur Sumatera Selatan atau Pilgub Sumsel 2024, perjalanan politik Mawardi Yahya belum selesai.
Mantan Wakil Gubernur Sumsel dan eks Ketua Tim Kampanye Daerah (TKD) Prabowo-Gibran di Sumsel ini kini justru mendapat posisi strategis sebagai Komisaris Independen PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
Penunjukan tersebut diumumkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Garuda Indonesia yang digelar pada Senin (1/7/2025) di Gedung Garuda City Center, Tangerang.
Dalam rapat itu, susunan jajaran direksi dan dewan komisaris Garuda turut dirombak, dengan nama Mawardi Yahya secara resmi masuk dalam kursi komisaris independen.
Baca Juga:Banser Turun ke Tribun, GP Ansor Sumsel Siap Kawal Sriwijaya FC di Laga Home
Dari Politik ke BUMN: Jalan Baru Mawardi Yahya
Bagi publik Sumatera Selatan, nama Mawardi Yahya bukan sosok asing.
Ia pernah menjabat sebagai Wakil Gubernur Sumsel periode 2018–2023 mendampingi Herman Deru.
Dalam Pilgub 2024 lalu, ia maju sebagai calon gubernur berpasangan dengan politikus Golongan Karya (Golkar) Anita Noeringhati, namun harus puas menempati urutan kedua.
Kendati demikian, kiprah politiknya selama ini dianggap memiliki kontribusi besar, terutama dalam memenangkan pasangan Prabowo-Gibran di wilayah Sumsel pada Pilpres 2024.
Baca Juga:Kopi Sumsel Siap Ekspor, Ini Strategi 'Closed Loop' OJK yang Buka Akses untuk Petani
Sumsel menjadi salah satu provinsi dengan perolehan suara cukup signifikan bagi pasangan tersebut.
Tak heran jika banyak pihak menilai, pengangkatan ini sebagai bentuk apresiasi atas loyalitas dan kerja politik Mawardi.
Namun, tak sedikit pula yang menyuarakan kritik.
Isu soal "politik balas jasa" kembali mencuat.
Penunjukan kader partai atau tokoh politik ke posisi strategis di BUMN kerap menuai polemik karena dinilai mengaburkan batas profesionalisme dan kepentingan politik.
Garuda Indonesia Butuh Pengawasan yang Kuat
Sebagai Komisaris Independen, Mawardi Yahya memiliki tanggung jawab untuk mengawasi manajemen, menjaga tata kelola perusahaan, dan memastikan Garuda tetap berjalan sesuai prinsip korporasi sehat.
Penunjukan komisaris dari kalangan non-profesional bisnis dianggap sebagian kalangan sebagai langkah berisiko, apalagi Garuda masih dalam masa pemulihan pasca restrukturisasi utang besar dan krisis finansial selama pandemi.
Namun, pemerintah tampaknya percaya pengalaman Mawardi dalam dunia pemerintahan dan politik bisa menjadi nilai tambah dalam menjembatani kepentingan negara dan masyarakat sebagai pemegang saham utama Garuda.
Antara Loyalitas dan Profesionalisme
Penunjukan Mawardi Yahya ke posisi komisaris mengundang kembali diskusi klasik soal batas antara profesionalisme dan loyalitas politik dalam tubuh BUMN.
Apakah Garuda Indonesia—maskapai kebanggaan nasional—mampu tetap terbang tinggi dengan jajaran komisaris yang penuh warna politik? Atau justru hal ini akan memperkuat posisi Garuda dalam hubungan strategis dengan pemerintah?
Yang pasti, publik kini menanti bagaimana kontribusi nyata Mawardi Yahya dalam memperkuat tata kelola dan pengawasan di tubuh Garuda Indonesia, di tengah tantangan industri penerbangan yang belum benar-benar pulih.