30 Tahun simPATI: Ketika Nomor Telepon Menjadi Penjaga Kenangan Keluarga

Bersamanya, ada satu kartu perdana berwarna merah menyala yang juga mengubah cara hidupku selamanya: simPATI.

Tasmalinda
Minggu, 29 Juni 2025 | 12:18 WIB
30 Tahun simPATI: Ketika Nomor Telepon Menjadi Penjaga Kenangan Keluarga
30 Tahun simPATI: Ketika Nomor Telepon Menjadi Penjaga Kenangan Keluarga

SuaraSumsel.id - Ponsel pertamaku bukan iPhone, bukan pula Android. Bahkan ia tak punya kamera, apalagi layar sentuh. 

Tapi ia punya satu hal yang paling penting saat itu—kartu simPATI

Waktu itu sekitar tahun 2003, aku masih duduk di bangku sekolah. Di rumah kecil di Palembang kala itu, ayah pulang membawa sebuah kotak kecil yang langsung menyita perhatianku. 

Di dalamnya, terbaring benda asing yang terasa seperti masa depan yakni ponsel Nokia 3310. Tak berlayar sentuh, tak punya kamera, tak bisa mengakses internet. 

Baca Juga:Dua Klub, Satu Markas! SFC & Sumsel United Berbagi GSJ, Ricuh Nggak Nih?

Tapi saat tombolnya ditekan dan suara dering klasiknya terdengar untuk pertama kali, ada sensasi yang sulit dijelaskan, seolah dunia komunikasi kini bisa dijangkau hanya lewat genggaman tangan.

Bersamanya, ada satu kartu perdana berwarna merah menyala yang juga mengubah cara hidupku selamanya: simPATI.

Ayah memberikannya padaku dengan kalimat yang sederhana tapi penuh makna, “Ini supaya kamu bisa kabari Ibu kalau pulang terlambat.” pesannya.

Dan dari situlah semuanya bermula. Aku berlatih mengetik pesan singkat, (sort message service) atau SMS pertamaku dengan jempol gemetar, “Bu, pulang agak sore, ada kerja kelompok,” tulisku padat dan singkat. 

Sepele memang, mungkin bagi orang sekarang. Tapi bagi remaja tahun 2000-an, bisa mengirim pesan sendiri dari ponsel pribadi merupakan pengalaman yang cukup membanggakan.

Baca Juga:Terbaru 2025! 34 SPKLU di Sumsel Siap Dukung Perjalanan Mobil Listrik Tanpa Cemas

Di masa itu, pulsa seharga Rp 5.000 juga seolah menjadi harta yang dijaga seperti simpanan emas. 

Setiap huruf di SMS diketik dengan hemat, penuh pertimbangan, karena satu karakter kata bisa jadi pembeda antara menjadi pesan gratis atau ada biaya tambahan. 

Aku mulai belajar bagaimana membagi pulsa, bagaimana menunggu jam nan murah untuk kirim pesan ke teman sekolah, bahkan bagaimana memancing sinyal di sudut kamar hanya untuk memastikan pesan tersebut terkirim.

SimPATI bukan sekadar alat komunikasi. Ia menjadi perpanjangan tangan yang menjaga kedekatan antara anak dan orang tua, antara keluarga, sahabat dan teman sebangku, bahkan antara cinta pertama kala itu.

Aku masih ingat betapa seringnya aku mengecek ponsel saat menunggu balasan SMS dari seseorang yang diam-diam kusukai, atau bagaimana aku menyusun kalimat agar terkesan keren namun tidak berlebihan.

Kartu SimPATI baru
Kartu SimPATI baru

Kini, dua puluh tahun lebih sudah berlalu. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak