Anak Wali Kota Palembang Jadi Korban Pungli, Aparat Kena Sentil Pedas

Jika anak orang nomor satu di kota saja bisa menjadi korban, bagaimana nasib rakyat biasa yang sehari-harinya berjuang dengan ekonomi pas-pasan?

Tasmalinda
Senin, 21 April 2025 | 15:02 WIB
Anak Wali Kota Palembang Jadi Korban Pungli, Aparat Kena Sentil Pedas
anak Wali Kota Palembang Ratu Dewa kena pungutan liar alias pungli

SuaraSumsel.id - Anggapan bahwa menjadi anak pejabat tinggi akan kebal dari praktik pungutan liar (pungli) di ruang publik ternyata hanyalah ilusi belaka.

Di Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel) kenyataan pahit justru dialami oleh putra kandung Wali Kota H. Ratu Dewa sendiri.

Sebuah insiden memalukan sekaligus menyedihkan terjadi ketika sang anak wali kota yang sedang menikmati suasana santai di kawasan wisata Palembang justru menjadi korban pungli parkir sebesar Rp 20 ribu.

Ironisnya, embel-embel "anak wali kota" sama sekali tak berpengaruh pada oknum pelaku pungli. Tanpa diskon, tanpa basa-basi, yang ada hanyalah kewajiban membayar tanpa memandang status.

Baca Juga:Semangat Kartini Sudah Ada Sejak Abad 17 di Palembang: Kisah Ratu Sinuhun

Kabar ini sontak menghebohkan warga Palembang.

Ilustrasi pungutan liar alias pungli di Palembang
Ilustrasi pungutan liar alias pungli di Palembang

Jika anak orang nomor satu di kota saja bisa menjadi korban, bagaimana nasib rakyat biasa yang sehari-harinya berjuang dengan ekonomi pas-pasan?

Keluhan mengenai tarif parkir liar yang semakin meresahkan pun kembali mencuat di media sosial.

Warga ramai-ramai menceritakan pengalaman pahit mereka, terutama di kawasan wisata Benteng Kuto Besak (BKB), yang sudah menjadi "rahasia umum" memiliki sistem parkir berlapis yang mencekik dompet.

Bayar saat masuk, bayar lagi saat turun dari kendaraan, dan bahkan harus merogoh kocek lagi saat hendak keluar area parkir.

Baca Juga:Keren! SSB Palembang Soccer Skills Sabet Trofi Perdana Usai Lebaran

Alih-alih menikmati wisata, yang dirasakan justru seperti bermain game dengan setiap levelnya menguras isi dompet.

Reaksi keras pun ditunjukkan oleh Wali Kota Ratu Dewa dalam rapat resmi bersama jajaran Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang.

Dengan nada geram, beliau secara terbuka menyentil kinerja Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang dinilai terlalu sering "nangkring" di lokasi-lokasi rawan pungli tanpa tindakan nyata.

"Pak Kasat, jangan enyek-enyek," tegas beliau, sebuah sindiran pedas dalam bahasa Palembang yang berarti jangan pura-pura tidak tahu dan jangan bekerja setengah hati.

Pesan ini jelas ditujukan agar Satpol PP tidak hanya sekadar hadir tanpa aksi, namun benar-benar menjalankan tugas memberantas pungli yang meresahkan warga.

Sikap tegas Wali Kota ini tentu saja disambut baik oleh masyarakat Palembang yang selama ini merasa berjuang sendirian melawan praktik pungli yang merajalela di ruang publik.

Banyak warga yang mengaku lebih sering melihat anggota Satpol PP berkumpul dan bercengkerama di warung kopi daripada melakukan patroli dan menindak tegas para pelaku pungli.

Alih-alih fokus pada penegakan peraturan, beberapa oknum petugas justru terlihat lebih sibuk berswafoto di tempat-tempat menarik.

Kondisi ini tentu menimbulkan pertanyaan besar mengenai efektivitas dan integritas aparat penegak peraturan di lapangan.

Masalah parkir liar dan pungli bukan hanya sekadar persoalan uang receh yang hilang. Lebih dari itu, ini adalah masalah kepercayaan antara pemerintah dan warganya.

Warga Palembang mendambakan rasa aman dan nyaman saat berada di ruang publik. Mereka ingin menikmati waktu luang tanpa dihantui rasa khawatir akan menjadi korban pemerasan oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab.

Oleh karena itu, tuntutan publik saat ini sangat jelas: tindakan nyata dari pemerintah, bukan sekadar himbauan normatif atau ancaman tanpa realisasi.

Insiden yang menimpa anak wali kota ini bisa dianggap sebagai "alarm" yang sangat keras.

Bukan hanya membuka mata, tetapi juga memberikan momentum yang tepat bagi Pemkot Palembang untuk melakukan bersih-bersih secara menyeluruh.

Ini bukan hanya tentang menertibkan kawasan wisata dari praktik pungli, tetapi juga tentang membersihkan mentalitas pejabat dan petugas di lapangan.

Jika Kota Palembang ingin benar-benar maju dan menjadi kota yang nyaman bagi warganya, praktik pungli harus menjadi bagian dari masa lalu, bukan lagi dianggap sebagai bagian dari budaya yang sulit dihilangkan.

Dan bagi para oknum yang masih nekat melakukan praktik pungli di tempat-tempat wisata dan ruang publik lainnya, perlu diingat bahwa era digital saat ini sangat transparan.

Kamera ponsel ada di mana-mana, dan kini, bahkan anak seorang wali kota pun bisa menjadi korban dan menyebarkan pengalaman pahit tersebut.

Sebelum aksi "memalak" Anda menjadi viral dan merusak citra kota, mungkin sudah saatnya untuk beralih profesi.

Warga Palembang sudah terlalu lelah dengan tarif parkir yang tidak masuk akal dan janji-janji kosong pemberantasan pungli.

Bagaimana menurut kalian?

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini