Rahasia di Balik Lezatnya Ikan Lele Nasuhi

Berkat pendampingan PT Kilang Pertamina Internasional (PT KPI), Nasuhi bangkit setelah saat pandemi Covid-19 sempat terseok akibat harga pangan ikan yang sulit terjangkau.

Tasmalinda
Kamis, 31 Oktober 2024 | 19:04 WIB
Rahasia di Balik Lezatnya Ikan Lele Nasuhi
Budidaya perikanan patin Nasuhi di Desa Sungai Gerong, Banyuasin

SuaraSumsel.id - Siang itu, di bawah terik matahari, Nasuhi Marka (56) berdiri di tepi kolam ikannya. Wajahnya kini tampak sedikit lelah namun tetap bersemangat nan membara. 

Dengan tangan terulur, ia mengusap lembut permukaan air kolam budidaya ikan miliknya, seolah berbicara dengan ribuan ikan yang berenang di dalamnya. 

Sepuluh tahun sudah ia berkecimpung di dunia budidaya ikan, namun semangatnya untuk terus belajar dan berinovasi tak pernah padam. 

Berkat pendampingan PT Kilang Pertamina Internasional (PT KPI), Nasuhi bangkit setelah saat pandemi Covid-19 sempat terseok akibat harga pangan ikan yang sulit terjangkau. 

Baca Juga:Menyibak Energi Terbarukan Senyawa Panas Geothermal Menyinari Sumsel

Selama lebih dari satu dekade membudidayakan ikan lele, ia mengandalkan pakan dari hasil pabrikan dengan harga mahal.

Apalagi saat serangan wabah Covid-19 membuat usaha yang berawal dari hobi itu juga ikut terpuruk.

Saat pandemi tersebut, ia bersama rekan-rekan peternak ikan lainnya kesulitan mendapatkan pakan karena produksi yang terbatas akibat kesulitan bahan baku. Dia pun harus memutar otak guna mendapatkan pakan bagi ikan-ikan yang dipeliharanya, termasuk merelakan membeli pakan dengan harga lebih mahal kala itu.

“Jika tidak dikasih pakan cukup, tumbuh ikan akan tidak optimal. Misalnya ikan lele, akan berbadan kecil dengan ukuran kepala besar, akibatnya harga jualnya murah. Kan pedagang (pembeli) tidak mau beli ikan lele kurus dagingnya, kandungan proteinnya minim,” ujarnya menceritakan.

Awalnya, ia bersama 9 teman lainnya yang tergabung pada Kelompok Barokah di Desa Sungai Gerong kabupaten Banyuasin mendapatkan bantuan sarana dan prasarana di kolam pembudidayaan dari PT Kilang Pertamina Internasional (KPI).

Baca Juga:Menyulam Kembali Kain Alam Keanekaragaman Hayati

“Persoalan utama adalah pakan. Harga pakan yang mahal dan sulit didapat membuat merugi karena hampir 70 persen biaya operasional diperuntukkan untuk pakan. Pertamina juga memberikan bantuan operasional usaha, seperti terpal pada kolam,” sambung ia.

Selama tiga bulan terakhir, Nasuhi bersama dengan kelompoknya kini sudah berhasil membuat pakan mandiri. Pakan tersebut berasal dari maggot, dedak, dan ampas jagung. 

Di samping kolam-kolam, ia pun telah membuat bangunan khusus dalam mengelola pakan yang berasal dari maggot ini. Bangunan ini dibagi atas beberapa tingkatan yang berisi nampan-nampan yang berisikan maggot sekaligus dilengkapi tulisan usia maggotnya, serta proses pembuatan (pencampuran) dengan dedak dan ampas jagung.

Nasuhi mengungkapkan dengan pakan mandiri setidaknya ia bisa menekan hampir 30 persen biaya operasional. Bahan-bahan pakan seperti halnya maggot, dedak dan tepung jagung bisa diperoleh dari pasar-pasar tradisional dengan harga yang terjangkau.

Usai kunjungan General Manager (GM) PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Plaju, Yulianto Triwibowo di medio November, juga di inisiatifkan jika sumber pakan yang berasal dari sampah-sampah organik dari kawasan kilang dan pemukimannya.

“Ikan-ikan memang kuat makan dan itu nanti pengaruh di berat badannya. Jika tumbuh ikannya bagus, tentu harga jual tinggi. Ikan yang baik, minimal tubuh ikannya punya 30 persen merupakan protein. Sumber protein itu ya dari pakan,” aku warga keturunan Jawa ini.

Selain pakan mandiri, ia pun kini sudah mendiversifikasi jenis ikan yang dibudidayakan. Selain ikan lele yang sudah bertahun-tahun diternakkan, kini ia pun membudidayakan ikan nila dan ikan patin. 

Untuk ikan lele membutuhkan lama budidaya selama tiga sampai empat bulan, sedangkan ikan nila dan patin selama 6 bulan. Untuk harga jual ke pedagang pertama, setiap satu kilogram lele dan patin dijual Rp17.000, sedangkan ikan nila bisa dijual Rp25.000.

Dia pun mengungkapkan masih belum lepas sepenuhnya dari pakan (pelet) pabrikan, karena produksi pakan mandirinya masih belum mencukupi kebutuhan hariannya. Dengan kebutuhan pakan per kolam mencapai 2 kilogram, setidaknya ia membutuhkan 10 kilogram bagi 5 kolam yang dibudidayakannya.

Harga-harga jual tersebut berlaku apabila pedagang yang ke kolam dan melakukan pengangkutan mandiri ke pasar. “Sementara ikan-ikan yang tidak terjual atau tersisa dijual mandiri juga ke warga-warga sekitar Kampung Bali, Sungai Gerong,” akunya.

Keuntungan usaha budidaya ketiga jenis itu, ia menganologikan dalam ukuran kwintal atau 10 kilogram. 

Untuk ikan lele dengan ukuran dalam 1 kwintal, maka ia akan mendapatkan keuntungan Rp 250 ribu sedangkan ikan nila dan patin mencapai Rp500 ribu. “Jika pakannya berangsur bikin sendiri dengan tidak lagi pakan pabrikan maka bisa untung naik 30 persen,” ujarnya.

Dia mengungkapkan jika ikan-ikan yang diproduksinya juga menjadi pakan budidaya ikan Belida. PT Kilang Pertamina Indonesia (PT KPI) juga melakukan upaya konservasi ikan belida yang membutuhkan makanan berupa ikan-ikan lokal yang diperoleh dari kelompok di Sungai Gerong ini. 

“Lebih untung jika dibeli untuk pakan Belida, karena ikan-ikannya bisa dijual pada umur lebih muda, dengan harga sama. Jadi selisih waktu itu bisa diisi dengan pembibitan atau menambah kuantitas ikannya. Bisa dijual muda tapi harga sedikit dewasa,” ujarnya sumringah.

Dalam kesempatan pelatihan bersama kelompok Barokah, Dosen peternakan dari Universitas Sriwijaya Arfan Abrar menjelaskan pelatihan diberikan sebagai solusi pakan ikan. Maggot dikenal sebagai sumber protein tinggi yang menekan penggunaan pelet sehingga mengurangi hingga 30% biaya, 

"Saat kadar protein mencapai 30% atau lebih, pelet ini akan sangat cocok digunakan untuk ikan patin dan lele, menawarkan alternatif pakan yang lebih ekonomis dan tetap berkualitas tinggi," ujarnya.

Penggunaan maggot sebagai pakan alternatif tidak hanya memberikan nilai tambah, tetapi juga mendukung praktik budidaya ikan yang lebih efisien dan berkelanjutan.

Pjs Area Manager Communication, Relations & CSR PT Kilang Pertamina Internasional Refinery Unit III Plaju, Ahmad Adi Suhendra mengharapkan pelatihan ini dapat diadopsi lebih luas oleh kelompok pembudidaya ikan lainnya.

"Dengan demikian, secara jangka panjang diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan para pembudidaya ikan lokal yang dikembangkan secara integritas di wilayah ini, sekaligus mendukung budidaya yang lebih berkelanjutan,"imbuhnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Lifestyle

Terkini