SuaraSumsel.id - Siang itu, di bawah terik matahari, Nasuhi Marka (56) berdiri di tepi kolam ikannya. Wajahnya kini tampak sedikit lelah namun tetap bersemangat nan membara.
Dengan tangan terulur, ia mengusap lembut permukaan air kolam budidaya ikan miliknya, seolah berbicara dengan ribuan ikan yang berenang di dalamnya.
Sepuluh tahun sudah ia berkecimpung di dunia budidaya ikan, namun semangatnya untuk terus belajar dan berinovasi tak pernah padam.
Berkat pendampingan PT Kilang Pertamina Internasional (PT KPI), Nasuhi bangkit setelah saat pandemi Covid-19 sempat terseok akibat harga pangan ikan yang sulit terjangkau.
Baca Juga:Menyibak Energi Terbarukan Senyawa Panas Geothermal Menyinari Sumsel
Selama lebih dari satu dekade membudidayakan ikan lele, ia mengandalkan pakan dari hasil pabrikan dengan harga mahal.
Apalagi saat serangan wabah Covid-19 membuat usaha yang berawal dari hobi itu juga ikut terpuruk.
Saat pandemi tersebut, ia bersama rekan-rekan peternak ikan lainnya kesulitan mendapatkan pakan karena produksi yang terbatas akibat kesulitan bahan baku. Dia pun harus memutar otak guna mendapatkan pakan bagi ikan-ikan yang dipeliharanya, termasuk merelakan membeli pakan dengan harga lebih mahal kala itu.
“Jika tidak dikasih pakan cukup, tumbuh ikan akan tidak optimal. Misalnya ikan lele, akan berbadan kecil dengan ukuran kepala besar, akibatnya harga jualnya murah. Kan pedagang (pembeli) tidak mau beli ikan lele kurus dagingnya, kandungan proteinnya minim,” ujarnya menceritakan.
Awalnya, ia bersama 9 teman lainnya yang tergabung pada Kelompok Barokah di Desa Sungai Gerong kabupaten Banyuasin mendapatkan bantuan sarana dan prasarana di kolam pembudidayaan dari PT Kilang Pertamina Internasional (KPI).
Baca Juga:Menyulam Kembali Kain Alam Keanekaragaman Hayati
“Persoalan utama adalah pakan. Harga pakan yang mahal dan sulit didapat membuat merugi karena hampir 70 persen biaya operasional diperuntukkan untuk pakan. Pertamina juga memberikan bantuan operasional usaha, seperti terpal pada kolam,” sambung ia.