Menurut ia, energi menjadi kebutuhan sangat mutlak. Karena diakui pekerja swasta ini, listrik mempengaruhi layanan publik lainnya, seperti PDAM dan jaringan internet di rumahnya.
“Tadi sudah baca pengumuman PDAM juga bakal padam, tentu perlu membeli kebutuhan air lagi dan juga wifi yang biasa dipergunakan untuk mengerjakan tugas anak atau kantor,” akunya lirih.
Ia pun menyadari membutuhkan sumber energi alternatif lainnya guna mengantisipasi peristiwa blackout listrik PLN seperti saat itu.
“Tapi informasi mengenai energi lain saya tidak tahu banyak, apalagi soal energi baru terbarukan itu. Setahu saya PLTS, tenaga surya. Hidup di perkotaan, PLTS bisa jadi listrik substitusi atau pilihan, meski katanya harganya mahal,” ucapnya.
Baca Juga:Berikut 7 Tradisi Hari Raya Kurban di Sumatera Selatan
Saat Rani masih berjibaku bersama keluarga kecilnya mencari sumber energi listrik di mal menjelang sore, sementara Reza Fahda punya pengalaman sebaliknya.
Coffee Roaster di Kedai Hutan Kita malah tidak merasakan dampak sedikitpun dari blackout Pulau Sumatera.
Sama-sama berada di kota Palembang, Kedai Hutan Kita telah menggunakan PLTS, yang didambakan Rani.
Situasi yang mana tidak terpengaruh atas kinerja listrik yang berasal dari batu bara yang menjadi penyumbang pemanasan global bumi.
Meski pas juga menyebutkan Sumsel sebagai lumbung energi, karena selain pasokan batu bara yang besar, potensi energi lainnya cukup besar termasuk PLTS.
Baca Juga:Adu Pendidikan Bakal Calon Gubernur Sumatera Selatan: Ada yang Kuliah Lagi
Dinas ESDM mengungkapkan Sumsel memiliki potensi energi yang berasal dari energi surya mencapai 17.233 MWp namun baru terpasang 7,75 MWp. Kapasitas terpasang tersebut disumbang dari PLTS IPP, PLTS Rooftop, PLTS Terpusat dan PLTS Untuk Irigasi Sawah.
PLTS IPP berkapasitas 2 MWp, PLTS rooftop (atap) berkapasitas 2,80 MWP, lalu PLTS terpusat berada di 2,91 MWp, dan PLTS untuk irigasi sawah o,o4 MWp.

Reja pun mengakui jika sudah melapor ke Dinas ESDM atas penggunaan PLTS atap dinikmatinya.
Setahun menggunakan PLTS atap, ia mengaku mendapatkan keuntungan nan dirasa cukup besar bagi unit usaha yang dikelola oleh lembaga NGO tersebut.
Diceritakan ia, sebelum menggunakan PLTS ia mengeluarkan biaya Rp 1 juta perbulan untuk pengeluaran listrik di kedai yang dikenal memasarkan produk kopi Sumsel asal Pagar Alam dan Semendo ini. “Karena kapasitas dibutuhkan cukup besar untuk mesin kopi (cappuccino), mesin roasting, lemari pendingin, lampu penerangan ruangan.
“Dengan daya 4.400 watt, sebelum pakai PLTS rata-rata di angka Rp 1 juta, tapi setelah dilengkapi dengan PLTS pengeluarannya menurun Rp500 ribu,” ujarnya menceritakan pengalamannya menggunakan PLTS atap dengan kapasitas 2000 watt.