SuaraSumsel.id - Reforma Agraria Summit 2024 digelar di Bali pada pertengahan bulan Juni ini disebut menjadi penanda perjalanan satu dekade upaya pemerintah memberikan akses tanah kepada rakyat.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyebutnya sebagai keberhasilan program Reforma Agraria Pemerintahan Jokowi.
Selama 10 tahun, Jokowi disebutkan berhasil menata aset berupa legalisasi sekaligus redistribusi tanah yang disebutkan juga telah mencapai 12,5 juta hektar (ha). Angka tersebut disebutkan melebihi dari target yang seharusnya, 9 juta hektar (ha).
Pemerintah disebutkan telah membuat 364.397 kepala keluarga (KK) mengalami peningkatan pendapatan baik dari sektor pertanian, perkebunan, perikanan, UMKM dan lainnya.
Baca Juga:Fakta Baru! Tersangka Korupsi Internet Musi Banyuasin Terima Rp 7 Miliar
Kelompok masyarakat ini pun kemudian berhasil meningkatkan pendapatan mencapai 41 persen yang melebihi 20 persen dari target yang merupakan rencana strategis Kementerian tersebut.
Namun, dari ratusan ribu masyarakat yang disebut menerima manfaat atas program yang menjadi turunan dari Nawacita tersebut tidak ada nama Emilia dan warga Seri Bandung, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan (Sumsel).
Meski merasakan satu dekade kepemimpinan Jokowi, tanahnya yang berkonflik dengan PTPN VII di Ogan Ilir tak kunjung kembali.
Di desa yang hanya 2 jam dari ibu kota Sumsel, Palembang masih mewariskan konflik agraria sampai saat ini. Masyarakat Sri Bandung mengungkapkan bagaimana konflik tersebut meninggalkan bara kesedihan akan hilangnya akses tanah mereka.
Hilang Akses Kehidupan
Baca Juga:Kisah Pilu SD Negeri 20 Palembang Tak Ada Pendaftar, Sekolah Terancam Ditutup?
Menilik laporan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dalam dua tahun terakhir, menyatakan konflik agraria terkait perusahaan negara seperti PTPN masih meninggalkan pekerjaan rumah.