SuaraSumsel.id - Tepat satu tahun setelah banjir besar melanda kota Palembang, Sumsel selama 31 tahun terakhir. Awal pekan di tahun 2023 ini, Mualimin Pardi warga Palembang masih mengulang kekecewaan yang sama. Kediamannya kembali kebanjiran saban musim hujan.
Cuaca yang mendung sore hari, membuat Mualimin mengenang banjir yang membuat sumber ilmu pengetahuannya tidak lagi bermanfaat. Kumpulan buku koleksinya hancur akibat bencana ekologis di kediaman sendiri. Banyak buku koleksi mengenai hukum, kemanusian, lingkungan dan keadilan yang diletakkan di ruang khusus di rumahnya sudah tidak bisa lagi dibaca.
Tepat 25 Desember 2021 lalu, banjir besar melanda rumah Mualimin tanpa ada mitigasi, baik informasi intensitas hujan dan lokasi pengungsian lainnya dari Pemerintah. BMKG baru merilis jika banjir yang terjadi bertepatan dengan libur natal tahun lalu ialah banjir dengan intensitas hujan terbesar sejak tahun 1990.
Kekecewaan ini pula yang membuat Mualimin, mewakili masyarakat sipil mengugat Wali Kota Palembang, Harnojoyo. “Saat sidang, saya bawa buku Menggugat Keadilan Ekologis yang sudah hancur. Saya hibahkan buku sekaligus pengetahuan di buku itu, sebagai bagian dari publik yang kecewa pada pemimpinnya,” ujar Mualimin dengan nada sarkasnya kepada Suara.com, Sabtu (7/1/2023).
Baca Juga:Kepergok Mandi di WC SPBU, Tiga Anak Gadis di OKU Sumsel Disekap
Upaya menggugat banjir ke PTUN telah berlangsung selama satu tahun terakhir berujung vonis menyatakan Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang yang terwakilkan Wali Kota Harjoyo bersalah.
Wali Kota Harnojoyo dinilai lalai sekaligus abai dalam menjalankan mitigasi kebencanaan, menciptakan daya dukung, daya tampung lingkungan hidup, sekaligus melanggar penataan tata ruang dan tata wilayah dengan mengalihkan kawasan resapan air.
Meski Wali Kota telah divonis bersalah namun di sore ini, Mualimin masih kecewa. Dia tetap menjadi korban banjir kesekian kalinya meski sudah menggugat Pemda. Beberapa hari yang lalu, kediaman di kawasan Yuka Sukabangun II Palembang kembali banjir. Hampir sama seperti banjir yang 'dibawanya' ke meja pengadilan.
Mualimin merupakan satu dari tiga warga yang melayangkan gugatan banjir Palembang bersama Walhi, dan LBH Palembang, pada akhir tahun 2021. “Tapi sampai hari ini (awal Januari 2023), saya masih korban banjir. Ini bukan soal nilai gugatan tapi ketidakpatuhan pemerintah akan hukum, melaksanakan vonis dengan melaksanakan 6 tuntutan dalam gugatan,” ujarnya.
Berdasarkan putusan perkara Gugatan Tindakan Faktual Nomor: 10/GTF/2022/PTUN.PLG yang sudah memiliki keputusan hukum tetap maka Pemkot Palembang mewajibkan kepada tergugat Wali kota Palembang menyediakan Ruang Terbuka Hijau (RTH) 30% dari luas wilayah kota Palembang.
Baca Juga:Tiga Anak Gadis Disekap di WC Toilet SPBU OKU Sumsel, Orang Tua Emosi
Setelahnya, mengembalikan fungsi Rawa Konservasi seluas 2.106,13 Ha sebagai pengendali banjir, menyediakan Kolam Retensi secara cukup sebagai fungsi Pengendalian Banjir serta saluran Drainase yang memadai yang meliputi saluran primer, sekunder dan tersier serta terhubung dengan kolam retensi.