SuaraSumsel.id - Sumatera Selatan atau Sumsel masih berada di musim kemarau. Mesti demikian di sejumlah daerah di Sumsel malah mengalami bencana hidrometeorologi seperti banjir dan longsor. Hal ini tidak hanya terjadi di Sumsel.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati menyebut fenomena hujan lebat dan cuaca ekstrem yang terjadi di sepanjang musim kemarau 2022 merupakan salah satu indikasi dampak perubahan iklim.
“Situasi yang terjadi saat ini sesuai dengan hasil analisis BMKG yang dikeluarkan Maret 2022 lalu. Saat itu, BMKG menyampaikan bahwa sebagian wilayah Indonesia akan mengalami keterlambatan datangnya awal musim kemarau. BMKG juga memprakirakan bahwa musim kemarau akan terjadi dengan sifat hujan di atas normal (kemarau basah) pada sebagian wilayah Indonesia, sekaligus menegaskan adanya penyimpangan iklim pada tahun 2022 ini,” ujarnya dalam keterangan persnya, belum lama ini.
Berdasarkan pantauan BMKG hingga awal Agustus 2022 menunjukkan sebanyak 257 zona musim (ZOM) di Indonesia telah memasuki musim kemarau, atau sebesar 75% dari total 342 ZOM.
Daerah - daerah yang masih mengalami musim hujan di antaranya adalah sebagian Sumatera bagian utara dan tengah, Kep. Bangka Belitung, sebagian kecil Jawa Barat, sebagian besar Kalimantan, sebagian Sulawesi bagian selatan, tengah dan utara, Maluku, Maluku utara dan sebagian kecil Papua Barat.
Merujuk kepada normalnya, pada awal bulan Agustus, seharusnya 99% ZOM telah mengalami musim kemarau. Namun hingga awal Agustus 2022 ini, jumlah ZOM yang telah memasuki musim kemarau baru mencapai 75% yang mengindikasikan adanya beberapa wilayah mengalami keterlambatan dalam memasuki musim kemarau.
Sedangkan Analisis hujan berdasarkan data > 3000 titik pengamatan di Indonesia menunjukkan bahwa pada bulan Mei, Juni dan Juli, kondisi hujan di atas normal (lebih tinggi dari normalnya) terjadi pada lebih dari 30% wilayah Indonesia. Kondisi hujan di atas normal ini diprakirakan akan berlanjut di Bulan September dan Oktober dengan lebih dari 50% wilayah Indonesia akan mengalami curah hujan bulanan di atas normal.
Dwikorita menuturkan, kombinasi berbagai faktor alam menjadikan sebagian wilayah Indonesia tetap dilanda hujan lebat bahkan mengalami cuaca ekstrem meski di waktu musim kemarau. Faktor alam tersebut yaitu menghangatnya suhu muka laut (SML) Indonesia, masih aktifnya fenomena La Nina dan terjadinya fenomena iklim IOD negatif (Indian Ocean Dipole).
Dwikorita menerangkan, menghangatnya Suhu Muka Laut di Indonesia menyebabkan peningkatan kadar uap air di atmosfer, sehingga potensi terbentuknya awan-awan hujan meningkat.
Baca Juga:Cuaca Sumsel Hari Ini, Palembang Diguyur Hujan Siang Hingga Sore Hari
Fenomena La Nina berkontribusi terhadap peningkatan curah hujan karena menyebabkan peningkatan suplai uap air dari arah Samudra Pasifik sedangkan fenomena IOD negatif menyebabkan peningkatan suplai uap air dari arah Samudra Hindia.
Analis Klimatologi BMKG, Supari, menjelaskan bahwa Fenomena La Nina yang saat ini berada pada intensitas lemah (indeks sebesar -0.91), diprakirakan masih akan berlanjut setidaknya hingga periode September-Oktober-November 2022, sedangkan fenomena IOD negatif yang telah berlangsung sejak Juni 2022 diprakirakan dapat bertahan hingga akhir tahun 2022.
Analisis terhadap variabilitas suhu muka laut indonesia menunjukkan bahwa terdapat kontribusi besar dari proses pemanasan global pada kenaikan suhu muka laut yang telah berlangsung sejak pertengahan April 2022, selain disebabkan oleh proses alamiah fenomena La Nina.
Guswanto, Deputi Bidang Meteorologi menjelaskan, "Untuk periode sepekan ke depan, dinamika atmosfer skala regional yang meliputi fenomena gelombang atmosfer dan pola-pola tekanan rendah, masih berpotensi dalam memicu peningkatan curah hujan di beberapa wilayah Indonesia, terutama di wilayah Sumatera bagian Tengah dan Selatan, Kalimantan Tengah, Selatan, dan Timur, serta Sulawesi Selatan.
Sedangkan sebagian wilayah Indonesia selatan ekuator seperti Bali-Nusa Tenggara dan sebagian wilayah Jawa kondisi cuaca umumnya cerah hingga berawan dengan potensi hujan relatif kecil.
“Kondisi ini menunjukkan bahwa anomali iklim yang dirasakan di Indonesia saat ini merupakan bagian indikasi dampak perubahan iklim. Kondisi suhu muka laut yang hangat ini diprakirakan akan terus terjadi hingga Oktober-November 2022,” paparnya.