Alami Krisis Ekonomi dan Pangan, Warga Ramai Bikin Paspor Ingin Tinggalkan Sri Lanka

Situasi krisis di Sri Langka membuat warga membuat paspor tinggalkan Sri Langka untuk cari kerja

Tasmalinda
Kamis, 16 Juni 2022 | 11:19 WIB
Alami Krisis Ekonomi dan Pangan, Warga Ramai Bikin Paspor Ingin Tinggalkan Sri Lanka
Pemeriksaan warga di Negara Sri Langka [ANTARA]

SuaraSumsel.id - Situasi krisis ekonomi Sri Langka membuat warga ramai-ramai ingin membuat paspor dan meninggalkan negara tersebut. Mereka ingin mencari pekerjaan dan penghidupan yang lebih baik.

Situasi padat membuat paspor tergambar dari pengalaman warga-warga Sri Langka ini. R.M.R Lenora berdiri dalam antrean mengular  di luar markas Departemen Imigrasi dan Emigrasi Sri Lanka selama dua hari minggu lalu.

Dia ingin dapat paspor dan berkesempatan untuk meninggalkan negara yang tengah krisis ekonomi

Lenora, seorang perempuan pekerja garmen berusia 33 tahun itu, memutuskan untuk melamar pekerjaan sebagai asisten rumah tangga (ART) di Kuwait setelah suaminya diberhentikan dari sebuah restoran kecil tempat dia bekerja.

Baca Juga:Alasan Hakim Vonis 12 Tahun Bagi Eks Gubernur Sumsel Alex Noerdin Di Saat Usia Senja

"Suami saya kehilangan pekerjaannya karena tidak ada gas untuk memasak dan biaya makanan yang meroket. Sangat sulit untuk mencari pekerjaan dan gajinya sangat rendah," kata Lenora, yang mengatakan bahwa dia menghasilkan sekitar 2.500 rupee Sri Lanka (Rp100.000) per hari.

"Dengan dua anak itu tidak mungkin," sambung ia.

Dalam antrean, Lenora bergabung dengan buruh, pemilik toko, petani, pegawai negeri dan ibu rumah tangga, beberapa di antaranya bahkan sudah berkemah semalaman, semuanya ingin melarikan diri dari krisis keuangan terburuk di Sri Lanka dalam tujuh dekade.

data pemerintah menyebutkan dalam lima bulan pertama pada 2022, Sri Lanka telah mengeluarkan 288.645 paspor, jauh melebihi jumlah 91.331 pada periode yang sama tahun lalu.

Negara kepulauan berpenduduk 22 juta orang itu kekurangan makanan, gas untuk memasak, bahan bakar, dan obat-obatan, setelah salah urus ekonomi dan pandemi COVID-19 menghapus cadangan devisa.

Baca Juga:Cuaca Sumsel 14 Juni 2022, Palembang Diprediksi Hujan Siang Hari

Depresiasi mata uang, inflasi lebih dari 33 persen, dan kekhawatiran ketidakpastian politik dan ekonomi yang berkepanjangan mendorong banyak orang untuk bermigrasi.

Pemerintah ingin mendorong lebih banyak orang yang berharap bekerja di luar negeri untuk meningkatkan pengiriman uang, yang telah berkurang setengahnya dalam beberapa bulan terakhir, menurut data bank sentral.

Di dalam ruang Departemen Imigrasi dan Emigrasi, di mana orang-orang menunggu berjam-jam untuk mengambil foto dan sidik jari mereka, seorang pejabat senior mengatakan 160 anggota staf kelelahan untuk memenuhi permintaan paspor.

Departemen tersebut telah memperketat keamanan, memperpanjang jam kerja, dan melipatgandakan jumlah paspor yang dikeluarkan, tetapi setidaknya 3.000 orang menyerahkan formulir setiap hari, kata H.P. Chandralal, yang mengawasi otorisasi sebagian besar aplikasi.

Sistem aplikasi daring sempat macet selama berbulan-bulan dan banyak pelamar baru tidak bisa memenuhi syarat-syarat yang diperlukan.

“Sangat sulit berurusan dengan masyarakat karena mereka frustrasi dan tidak mengerti bahwa sistem tidak dilengkapi untuk menangani permintaan semacam ini,” kata Chandralal.

"Jadi mereka marah dan menyalahkan kami, tetapi tidak ada yang bisa kami lakukan."

Keinginan banyak orang untuk pergi diperparah baru-baru ini dengan peringatan dari Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe bahwa krisis pangan hanya beberapa bulan lagi.

Melansir ANTARA, perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan Sri Lanka berisiko mengalami darurat kemanusiaan besar-besaran, dan telah meluncurkan rencana untuk memberikan bantuan sebesar 47,2 juta dolar AS (Rp 695 miliar) kepada 1,7 juta orang yang paling rentan di negara itu.

Dalam upaya untuk memperbaiki krisis, Sri Lanka sedang dalam pembicaraan dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk paket talangan, setelah menangguhkan pembayaran utang luar negeri sekitar 12 miliar dolar AS (Rp 176 triliun) pada bulan April.

Pemerintah memperkirakan akan membutuhkan setidaknya 5 miliar dolar AS (Rp73 triliun)  untuk memenuhi bahan impor penting selama sisa tahun ini.

Lenora bertekad untuk melakukan apa yang dia bisa untuk kehidupan yang lebih baik, untuk dia dan anak-anaknya.

"Saya ingin menghabiskan dua tahun di Kuwait kemudian saya yakin saya bisa mendapatkan dan menabung cukup untuk kembali," katanya.

"Saya ingin mendidik anak perempuan saya. Itu yang terpenting."

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini