SuaraSumsel.id - Momen mudik tentunya memiliki cerita tersendiri bagi setiap perantau. Setelah terhalang pandemi selama dua tahun, mudik tahun 2022 ini tentu menjadi penantian berkumpul bersama keluarga di kampung halaman.
Begitulah yang terbesit dalam benak Veri Sanovri, pemudik dari Serpong, Tanggerang Selatan menuju Kota Palembang Sumatera Selatan. Menariknya, Veri memilih bersepeda untuk mudik hingga sampai di rumah orang tuanya.
"Mudik sepedaan di momen lebaran ini nuansa berbeda dibanding bersepeda pada hari biasa. Saya mulai pada H-4 sebelum lebaran," ceritanya kepada Suara.com, Selasa (10/5/2022).
Perjalanan mudik Veri dilakukan seorang diri. Dikarenakan sang istri belum bisa ikut pulang kampung. Dia pun memutuskan mudik sendirian mengayuh pedal sejauh 522 Kilometer selama empat hari, tepatnya di mulai pada subuh Kamis (28/5/2022).
Baca Juga:Polwan di Sumsel Suci Trending Twitter, Ceritakan Suami Berselingkuh "Layangan Putus" Versi ASN
Mudik sepedaan yang dilakukan fotografer Kantor Berita Republik Rakyat Cina Xinhua di Indonesia ini, bukanlah kali pertamanya. Di tahun 2019 sebelum pandemi melanda, Veri telah melakukan perjalanan mudik bersepeda.
"Tapi cuma mudik saja, balik ke Serpong sepeda saya paketin dan saya pulang naik bis. Nah yang kedua ini, saya coba tuntaskan pulang pergi pakai sepeda," lanjutnya.
Ia pun mendapatkan banyak kesan dari orang lain terutama yang ditemui di sepanjang jalan, mengenai keramahan, tenggang rasa saling menolong dan saling mengenal satu dengan lainnya.
Bahkan beberapa kali dirinya sempat dikira bule.
Pengalaman itu bermula saat ia melanjutkan ke Bandar Lampung. Di tengah terik mentari Ia merehatkan diri sejenak di bawah sebuah pohon. Di sana sudah ada dua orang pemudik pakai motor yang sedang beristirahat.
"Spontan salah satunya bertanya pakai bahasa Inggris, where are you from, mister. Saya nyengir dan jawab pakai bahasa Indonesia, dan yang ada kita malah tertawa terbahak-bahak," kenangnya.
Ternyata sebelum Veri menghampiri mereka, kedua pemudik tersebut beradu argumen kalau Veri merupakan seorang bule dari Jerman dan tidak bisa bahasa Indonesia.
"Mereka pikir gitu, dan ternyata salah. Obrolan hangat itu berakhir dengan foto selfi bareng," aku Veri.
Tak hanya itu, ketika dia dalam perjalanan pulang ke Serpong di wilayah sebelum Simpang Randu, hujan deras dan angin kencang menerpa.
Veri mampir dan berteduh. Lalu datanglah anak kecil pakai kopiah turun dari mobil, kemudian mendekat dan mengajak berbicara Veri bahasa Inggris.
"Ya saya jawab juga pakai bahasa Inggris. Terus dia minta berfoto. Setelah itu dia pergi ke warung dan memberi saya air minum, saya bilang terima kasih lalu dia tersenyum," sampainya.
"Cerita diperjalanan itu pastinya banyak, begitu juga kendala di perjalanan pasti ada tapi alhamdulillah cuma kendala minor, gak berat," imbuhnya.
Untuk merealisasikan perjalanan mudik tersebut, Veri mengatakan tidak terlalu banyak persiapan. Ia hanya menyiapkan kondisi fisik yang fit supaya tubuh tidak terkejut.
Dia pun menyarankan untuk membiasakan bersepeda seharian dengan total jarak tempuh minimal 100 kilometer. "Di tengah hari bolong juga gak apa, yang penting badan punya feel-nya sendiri," jelasnya
Veri juga menyampaikan, hal terpenting lainnya pada sisi pengendalian mental dan emosi. Sementara itu, untuk manajemen waktu, ia mengaku tidak terlalu ribet.
Menurutnya tolok ukur ada pada kemampuan diri sendiri dan tidak perlu memaksakan diri ketika jalan sendirian.
"Misal gini, dengan kondisi sepeda dan barang yang saya bawa, saya bisa menempuh jarak 20 kilometer dengan waktu 1 jam. Jadi buat 100 kilometer bisa 5 jam. kalo start jam 6 pagi, jam 11 sudah dapat 100 kilometer. Nah tinggal tambah faktor lainnya seperti cuaca, medan jalan, stamina, waktu istirahat," terang Veri.
Dengan estimasi tersebut dalam satu hari dirinya bisa menempuh lebih dari 100 kilometer. Kemudian akan butuh waktu 4 hari untuk perjalanan mudik Serpong - Palembang dengan mengayuh hanya pada siang hari.
Untuk waktu malam, Veri tidak melakukan perjalanan. Saat kondisi gelap tersebut menjadi waktu baginya istirahat dan mengisi stamina kembali.
Dia pun memanfaatkan pos polisi pengamanan mudik, masjid, dan pos pengamanan yang dibuat masyarakat lokal sebagai tempat rehat pada malam hari.
Kontributor: Melati Putri Arsika