Harga Minyak Goreng Naik Dinilai Tidak Berbanding Harga CPO Internasional, KPPU Ungkap Hal Ini

Kenaikan harga minyak goreng dinilai tidak sebanding dengan kenaikan harga minyak sawit mentah atau CPO di pasar internasional

Tasmalinda
Selasa, 01 Maret 2022 | 20:49 WIB
Harga Minyak Goreng Naik Dinilai Tidak Berbanding Harga CPO Internasional, KPPU Ungkap Hal Ini
Ilustrasi minyak goreng. Harga minyak goreng naik [Istimewa]

SuaraSumsel.id - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengungkapkan jika harga minyak goreng di Indonesia, tidak berbanding lurus dengan kenaikan harga minyak sawit mentah atau CPO internasional.

Deputi Kajian dan Advokasi KPPU RI Taufik A dalam diskusi mengenai minyak goreng yang diselenggarakan oleh Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mengungkapkan bahwa harga CPO internasional fluktuatif tergantung dengan pasokan dan permintaan.

Sementara harga minyak goreng nasional cenderung dalam tren naik dalam jangka waktu yang panjang tanpa ada penurunan.

"Hasil temuan kami terjadi rigiditas pasar minyak goreng terhadap harga CPO. Fluktuasi harga CPO di pasar internasional mengikuti pasokan dan permintaan di pasar internasional, tapi harga minyak goreng di pasar domestik relatif stabil dan cenderung naik jadi sangat berbeda pergerakannya," kata Taufik.

Baca Juga:Viral Usulan Provinsi Sumsel Barat, Pengamat: Wajar, Sumsel Diusulkan Dimekarkan Sudah Sejak Reformasi

Beberapa waktu terjadi penurunan dalam terhadap harga CPO internasional, namun harga minyak goreng di dalam negeri tetap dalam tren naik.

Taufik menjelaskan hal tersebut terjadi lantaran pasar minyak goreng di Indonesia terkonsentrasi atau terjadi oligopoli yaitu hanya segelintir perusahaan yang menguasai pasar sehingga harga ditentukan oleh produsen yang dominan tersebut.

"Berdasarkan data yang kita miliki memang struktur pasarnya terkonsentrasi, istilahnya oligopoli. Jadi ini menjadi concern bagi KPPU sendiri dan ini akan berdampak pada pembentukan harga di pasar," kata dia. Terjadinya rigiditas harga minyak goreng terhadap harga CPO yang fluktuatif juga merupakan salah satu ciri oligopoli.

Taufik juga mengemukakan adanya akuisisi atau pengambilalihan aset perusahaan kelapa sawit yang dilakukan oleh perusahaan besar terhadap perusahaan sawit kecil.

Pengambilalihan aset tersebut bisa berupa lahan perkebunan ataupun berupa saham.

Baca Juga:Wacana Pemilu 2024 Ditunda, Elit Politik di Sumsel Cenderung Pilih Wait And See

Taufik mengatakan praktik pengambilalihan aset tersebut makin memperkuat pasar oligopoli pada pasar kelapa sawit dan minyak goreng di Indonesia.

Dia mengemukakan volume ekspor CPO tidak mengalami peningkatan yang signifikan dalam satu tahun terakhir yakni hanya naik 0,6 persen.

Nilai ekspor meningkat hingga 52 persen dibanding tahun sebelumnya dikarenakan terjadi kenaikan harga CPO internasional.

KPPU juga mencatat dari total 18,42 juta ton CPO yang dikonversi menjadi minyak goreng menjadi 5,7 juta kiloliter untuk kebutuhan dalam negeri, penggunaan paling banyak adalah untuk minyak goreng curah sebesar 2,4 juta kiloliter.

"Catatan kami yang kebutuhan paling besar adalah untuk minyak goreng curah, kelompok rumah tangga, di mana mencapai 2,4 juta kiloliter," kata dia.

Penggunaan minyak goreng digunakan untuk industri sebesar 1,8 juta kiloliter, penggunaan minyak goreng premium atau yang ada di pasar modern 1,2 juta kiloliter, dan kemasan sederhana sebesar 231.000 kiloliter. (ANTARA)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini