"Apakah itu kekerasan juga belum bisa dipastikan, yang menyatakan itu harusnya kepolisian. Pihak sekolah sudah menjawab itu tidak benar, namun kalau memang ada keberatan dari keluarga ke mana mereka harus menyampaikan. Sampaikanlah dengan aturan yang ada," imbuhnya.
Menurut Zulinto, terlepas dari hal tersebut ia meminta kepada pihak sekolah untuk memperhatikan anak muridnya yang sakit tersebut.
"Sebab yang pasti ada anak didik yang sakit. Saya minta sekolah untuk memperhatikan anak didiknya yang sakit itu," kata dia.
Ketua PGRI Sumsel itu pun mengimbau kepada semua pihak penyelenggara lembaga pendidikan harus mengedepankan tindakan-tindakan pedagogi sebagai seorang guru jangan sampai ada tindak kekerasan kepada setiap peserta didik dalam kondisi apapun.
Baca Juga:Pura-pura ke Toilet, Remaja di Palembang Merampok Uang Minimarket Rp31,8 Juta
Sementara itu Kepala Sekolah F melalui penasihat hukumnya Septalia Furwani mengatakan, saat itu pada 16 November 2021 H diberi hukuman push-up sebanyak 10 kali bersama dengan beberapa rekannya yang lain.
Karena posisi tubuhnya salah maka F berusaha meluruskannya dengan cara ditekan menggunakan kaki pada bagian pantatnya H sehingga push-up-nya menjadi sempurna.
"Itu pun dengan perhitungan bukan maksud lain, ya," kata dia.
Setelah mendapatkan hukuman push-up itu, lanjutnya, kondisi H sehat dan mengikuti pembelajaran dengan baik bahkan ujian sekolah diselesaikannya.
Kemudian beberapa waktu berselang tepatnya pada 7 Januari 2021 H dikabarkan sakit dan melakukan tindakan operasi usus buntu, yang belakangan menurut pengakuan keluarganya itu dampak dari dugaan kekerasan dari F.
Baca Juga:Panen Padi Gogo, Menko Airlangga Hartanto Ungkap Lampung Bersaing dengan Sumsel Soal Produksi Beras
Septalia menganggap dugaan itu tidak benar sebab berdasarkan diagnosa dari rumah sakit tempat H dirawat menyebutkan penyakit itu merupakan sakit bawaan H.