SuaraSumsel.id - Saat matahari beranjak ke ufuk barat, gelombang ombak Sungai Musi pun meninggi, bergantian menghantam kaki rumah panggung di kawasan 7 Ulu Palembang. Gegap kaki Minah pun makin bergerak cepat menuruni anak tangga usai menunaikan shalat subuhnya.
Dengan sigap ia membuka bagian bawah rumah panggung yang sudah dipermanenkannya sebagian menjadi dapur dengan desain terbuka.
Ia mulai menurunkan jendela kayu-kayu dapurnya sekaligus mendapati wajah para pekerjanya yang mulai berdatangan ke dapurnya tersebut. Pekerja yang datang terlebih dahulu, terlihat juga gesit membuka jendela kayu berukuran sekitar 1,5 meter tersebut.
“Masuk, masuk,” sapa Minah sembari menurunkan jendela tersebut.
Baca Juga:Dirampas Puluhan Tahun, Warga Tanjung Rancing Sumsel Siap Rebut Tanah yang Dikuasai PT TMM
Setelah semua bagian bilik jendela terbuka. Udara dari hembusan Sungai Musi mulai merasuk bersamaan gerak-gerak tangan-tangan pekerja memulai pekerjaan harian mereka.
Ya, mereka adalah salah satu produsen pempek di Kampung Kreasi pempek di Kawasan 7 Ulu Palembang, Sumatera Selatan.
Dapur yang disulap menjadi ruang kerja bersama itu akhirnya dipadati dengan beragam peralatan masak. Setidaknya Minah mempekerjakan 5 orang tetangga saat Suara.com hadir di dapur pagi itu.
Kurang lebih sekitar 10 menitan, seluruh peralatan masak telah berada di tengah dapur yang sekitar berukuran 8 meter x 6 meter dengan kondisi bersih.
Bahan utama pempek mulai diturunkan dari lemari pendingin. Tentu daging ikan segar yang dibungkus jadi beberapa kantong kecil. Daging ikan Tenggiri segar yang masih beruap es, dikumpulkan dalam satu wadah besar.
Baca Juga:Kasus Anak Alex Noerdin, KPK Periksa Wakil Bupati Musi Banyuasin di Polda Sumsel
Dalam seharinya, Minah menghabiskan 60 kg daging ikan Tenggiri. Penyuplai daging ikan mendatangkannya saat menjelang tengah malam dengan kondisi masih segar.
Daging ikan itu dibagi menjadi beberapa bagian, guna memisahkan peruntukkan jenis pempek yang akan dibuat.
Minah telah hapal betul, membuat pempek dengan perkiraan daging ikan sebanyak itu akan dibagi dalam beberapa tahap pekerjaan. Begitu pula, lima pakerjanya pun juga hafal komposisi pempek yang akan dibuat.
Satu persatu pekerja mengambil perannya, ada yang mengolah daging ikan menjadi pempek berisi telur dan lenjer. Dua jenis dua pempek ini nyaris berbahan sama, hanya isinya yang berbeda.
Di sudut dapur lainnya, pekerja lainnya mengambil sebagian daging segar itu untuk membuat pempek jenis adaan. Jenis pempek ini agak berbeda dengan pempek lain, karena membutuhkan bumbu khusus seperti bawang merah dan bawang putih yang sudah dihaluskan.
Suhu bumbu halus ini pun sama dinginnya, karena disimpan dalam lemari pendingin. Pekerja yang diketahui kelahiran kota Malang ini ternyata juga sudah hafal komposisi bumbu pempek dan dagingnya.
Meski masih beruap es, tangannya sigap mengaduk dengan menggunakan sendok kayu panjang. Meski begitu, pekerja pun masih menggunakan tangan untuk mengaduk adonan tepung dan daging ikan tersebut.
“Mengaduk pakai tangan, jangan sering-sering, nanti rasanya tidak gurih, malah liat,” ujarnya mencoba membagikan tips membuat pempek Palembang.
Hanya butuh waktu tidak sampai 10 menit, ia sudah mengaduk menjadi adonan utama pempek adaan. Pekerjaan lanjutannya menyiapkan wajan besar, yakni wajan menggoreng dengan kapasitas besar.
Pekerja lainnya mempersiapkan wajan namun untuk merebus pempek. Pekerja bernama Ibu Yuni, menanak air dalam kuali besar untuk merebus pempek seperti pempek telur dan pempek lenjer.
Untuk kali ini, pempek telur juga dibuat beberapa seri. Ada pempek telur berukuran kecil yang diisi dari kocokan putih dan kuning telur, namun ada juga pempek telur dalam ukuran besar yang berisi satu butir telur ayam utuh.
Mulanya ia merebus pempek lenjer, yakni pempek yang dibuat hanya dari adonan utama, campuran daging dan ikan yang kemudian dibentuk bulat pipih. Panjangnya mirip kue semprong, sepanjang semampunya orang dewasa menggenggam.
Pempek ini termasuk lebih cepat dibuat, karena itu pempek ini lebih dahulu dimasak. Dalam satu kali merebus, kuali bisa menampung hingga 50-60 pempek lenjer kecil ini. Tidak butuh waktu lama, menghasilkan ratusan pempek lenjer ini.
Sembari menjadi menu sarapan, pekerja pun ada yang memulai dengan mencicipi pempek lenjer ini.
Kali ini bukan uap es dingin yang terlihat, namun uap panas. Uap dari pempek yang baru diangkat dari air rebusan amat sangat mendidih yang kemudian ditiriskan.
Kandungan daging dan ikan yang segar, membuat rasa pempek ini terasa lezat dan bergizi. Sumber protein yang sangat baik saat situasi Pandemi COVID-19 saat ini, termasuk sumber energi memulai pekerjaan memproduksi ribuan pempek bagi warga Palembang.
Satu pekerja lainnya mempersiapkan adonan kuah cuka. Biasanya kata Minah, cuka memang tidak dimasak, setiap pagi. Kadang ada kuah cuka yang dimasak kemarin malam yang masih tersisa.
Memasak cuka pempek ini tergantung kebutuhan dan produksi pempek. Untuk kuah cuka pempek, Minah menghabiskan 30 kg gula aren yang juga dihantarkan penjualnya ke rumah setiap beberapa hari.
Proses pemesanan bahan pempek sudah dilakukan Minah lebih digital, menggunakan smartphonenya. Minah cukup mengirim pesan dalam berbagai aplikasi komunikasi. Lebih ringkas, tidak seperti dahulu.
“Karena sudah memulai bisnis hampir 20 tahun, biasa bahan diperoleh dari penjual langganan. Tinggal kirim pesan WhatsApp, jika sekarang,” ujar Minah, pagi itu.
Berangsur matahari makin meninggi, berangsur pula pembeli mendatangi dapur rumah Minah ini.
Mereka adalah pedagang pempek dengan wilayah tersebar baik di seberang Ulu dan seberang Ilir. Mereka pun beragam jenis pedagang, ada pedagang skala besar dan pedagang skala lebih kecil.
Hal itu mudah diketahui dari seberapa banyak mereka memborong pempek Minah. Dengan merek dagang pempek Minah, mereka ada yang menjual kembali pada pedagang lainnya, atau langsung menjual kepada penikmatnya.
Minah tidak hanya memproduksi pempek lenjer, telur dan adaan, namun ada juga pempek keriting, pempek kulit dan pempek berisi tahu. Meski seberapapun pembeli membeli pempek, Minah tetap menghargai harganya Rp1.000 per pempek.
“Jika pun nanti dijual pembeli ini Rp1.500, Rp2.000, atau sampai Rp3.000 itu rezeki mereka,” ujar Minah.
Karena menurut Minah, rezeki itu sudah ada jalannya. Sama halnya ketika awal pandemi COVID-19, saat masyarakat membatasi gerak karena Pemerintah menerapkan pembatasan, Minah pun mengalami penurunan pesanan.
Banyak juga pembeli yang menghentikan aktivitas penjualan pempek karena banyak tempat wisata, pasar, mal, dan ruang publik yang sepi. Kata mereka, karena sistem pembelian beli-putus, maka ketika pempek itu tidak laku dijual, maka sudah bukan menjadi tanggungan Minah lagi.
Awal-awal pandemi Minah mencoba mencari jalan bangkit, mengingat ia pun harus memberikan contoh ketegaran pada pegawainya. Apalagi pegawai ini bukan orang lain, mereka rata-rata memiliki pertalian keluarga baik dari dirinya atau almarhum suaminya.
Namun memang rezeki sudah ada jalannya. Minah pun memberanikan diri mencoba membuka akun Go-Food seperti halnya produsen pempek yang berada di kampung tersebut.
Minah bukanlah satu-satunya produsen pempek skala di kampung kreasi pempek ini. Setidaknya kata Ketua RT 11, Usman Bastiar, ada belasan yang berusaha sama dengan Minah.
Mereka menjadi “dapur-dapur” awal pempek di Palembang yang membawa pempek hadir pasar-pasar tradisional, menyusuri lorong-lorong pemukiman warga, hingga sampai di kantin-kantin sekolah-sekolah.
Tidak hanya itu, warung-warung apung di pinggiran Sungai Musi, bahkan perkantoran atau kedinasan pemerintah saat ada rapat, pun mengambil pempek di kawasan ini.
Karena “dapur-dapur” pempek ini menghadirkan pempek “fresh” dari wajan gorengan dan kuali rebusan. Tentu dengan harga sangat ekonomis.
Minah dibantu keponakannya, Indah dan produsen pempek lainnya dikumpulkan oleh Ketua RT mulai mengikuti program GO-Jek, di kantor kecamatan.
Program mendukung dan menjadi mitra tumbuh kembang pelaku bisnis UMKM di Kota Palembang untuk go digital #MelajuBersamaGojek. Sebuah upaya bangkit bersama dengan pendampingan memudahkan pelaku UMKM memasuki pasar digital.
District Head Gojek Palembang, Sahli Adrian Fauzi menyatakan upaya Gojek mendorong usaha-usaha kecil dan menengah di kota Palembang merupakan langkah berkelanjutan mendukung pertumbuhan UMKM lokal.
Beberapa dampak go-digital mengakibatkan 96 persen mitra UMKM pertama kali go online saat bergabung GoFood, peningkatan omzet UMKM hingga 30 persen dan 100 persen UMKM mengalami peningkatan volume transaksi setelah mitra GoFood.
Selain itu, 87 persen mitra UMKM mengalami kenaikan volume transaksi di atas 10 persen, serta 94 persen respon UMKM mendapat pelanggan baru saat bergabung GoFood.
“Gojek sadar, UMKM merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia. Gojek berperan mendukung teman-teman pelaku usaha terus memperoleh akses go-digital, terlebih di masa pandemi, saat masyarakat semakin mengedepankan transaksi nontunai agar dapat meminimalisir kontak fisik langsung,” jelas Sahli medio Mei 2021 lalu.
Setidaknya hal tersebut membuat gegap langkah kaki Minah di pagi hari, masih bertahan dan dapurnya makin ramai pembeli.
Selain kedatangan pembeli yang berangsur pulih, Minah juga dibanjiri pembeli onlinenya. Dikatakan Minah, biasanya pesanan online lebih banyak konsumen akhir.
Segmen pembeli online pempek Minah, lebih banyak keluarga yang masih ingin melahap pempek harga ekonomis meski berada di rumah. Pesanan lainnya, ialah para pegawai perkantoran yang mulai kembali aktif work from office (WFO).
“Beli pempek di Seberang Ulu sekarang lebih mudah. Tinggal Go-Food, banyak pilihan pempek ekonomis dari dapur-dapur UMKM di sana, pilihannya banyak, dan biasanya enak-enak, karena hangat dari wajan gorengan mereka,” ujar Jati, pegawai swasta perbankan belum lama ini.