Merayakan Hari Batik dengan Ragam Penutup Kepala Perempuan Nusantara

Perempuan Indonesia punya ragam penutup kepala yang merupakan kebudayaan budaya.

Tasmalinda
Jum'at, 01 Oktober 2021 | 08:30 WIB
Merayakan Hari Batik dengan Ragam Penutup Kepala Perempuan Nusantara
Penggunaan kerudung sebagai identitas perempuan Indonesia [Ist]

SuaraSumsel.id - Penutup kepala dalam kebudayaan masyarakat Nusantara memiliki ragam bentuk dan nama serta cara pemakaiannya. Misalnya ada yang dinamai kerudung, kudung, tudung, tengkuluk, kuluk, tingkuluak, saong, bulang, passapu, tukus dan jong.

Momen hari batik ini, para perempuan mengenalkan penutup kepala perempuan sebagai kekayaan budaya.

Bangsa Indonesia telah mengenal penutup kepala sejak berabad lampau. Pentup kepala bagi laki-laki dan perempuan yang dikenakan dalam keseharian hingga menjadi identitas tradisional dan kehormatan.

"Tengkuluk ini, misalnya, sudah ada sejak zaman kerajaan Melayu,” kata Nurlaini, penulis buku Kuluk Penutup Kepala Warisan Luhur dari Jambi, dalam acara ‘Ngopi Tengkuluk, Mengenal Penutup Kepala Perempuan Indonesia’ di Olpop Coffee, Cinangka, Depok, Minggu, 26 September 2021.
 
Nurlaini menjelaskan, sejak abad ke tujuh para perempuan Jambi sudah mengenakan penutup kepala tradisional yang dikenal dengan nama tengkuluk, sering juga disebut takuluk atau kuluk. Tengkuluk berkembang di lingkungan suku Melayu di Kota Jambi dan Pantai Timur Sumatra.

Baca Juga:Palembang Diguyur Hujan, Berikut Daerah di Sumsel Diprakirakan Hujan Hari Ini

Ragam kerudung yang dipakai oleh perempuan Indonesia [ist]
Ragam kerudung yang dipakai oleh perempuan Indonesia [ist]


 
Pada masa lampau tengkuluk digunakan perempuan Jambi untuk menutup kepala ketika menghadiri acara adat dan kegiatan sehari-hari seperti ke sawah.

Tengkuluk juga lambang kesahajaan perempuan. Hanya dengan dililitkan di kepala tanpa jahitan, perempuan tampil rapi dan bersahaja. “Tengkuluk itu menunjukkan kerapian seorang perempuan," katanya.

Dalam mengenakan tengkuluk perempuan Jambi menjuntaikan kain penutup itu ke dua arah yang berbeda. “Kalau ujung kainnya jatuh di sebelah kiri tandanya masih lajang. Kalau menjuntai ke sisi kanan berarti sudah menikah. Jadi dalam satu acara, dari cara pakai tengkuluk saja sudah ketahuan identitasnya,” papar Nurlaini.

Dalam budaya Minangkabau, penutup kepala disebut ‘tikuluak’ atau ‘tingkuluak’ dengan beragam bentuk dan gaya penggunaan sesuai daerahnya. Bukan hanya sebagai busana, di ranah Minang ada makna kuasa perempuan yang disampaikan secara simbolis dari penutup kepala mereka.
 

Penggunan kerudung sebagai identitas perempuan indonesia [ist]
Penggunan kerudung sebagai identitas perempuan indonesia [ist]

Perempuan adat Simalungun di Sumatera Utara mengenal penutup kepala dengan nama bulang—yang terbagi menjadi beberapa jenis dan dibedakan dengan cara melipatnya. Di Simalungun, penutup kepala hanya digunakan oleh perempuan yang sudah menikah.
 
Daerah-daerah lain juga memiliki penutup kepala seperti tukus di masyarakat Lampung, passapu di suku Toraja Mamasa, tudung di suku Karo, saong di suku Batak Toba, tatupung di suku Dayak Maanyan,Kalimantan Tengah, jong bayan di masyarakat adat Bayan Lombok Utara, hingga penutup kepala tradisional yang lazim dikenakan perempuan Jawa dan Sunda di masa lalu.
 
Sayangnya, tren politik membuat penutup kepala yang beraneka itu cenderung dicitrakan sebagai pakaian yang melanggar tata cara beragama—atau paling sedikit tidak sesuai dengan tuntutan agama.

Baca Juga:Dua Mantan Wagub Sumsel Diperiksa Kasus Korupsi Alex Noerdin

Akibatnya, berbagai penutup kepala perempuan yang khas itu perlahan-lahan tergerus dan tidak dikenali oleh generasi terkini.
 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini