SuaraSumsel.id - Koleksi benda pustaka milik Dandim 0406 Lubuklinggau, Letkol Erwinsyah ini memang beragam. Kecintaannya pada benda pustaka diibaratkannya mencintai sejarah dan perjuangan bangsa di masa lampau.
Menurut ia, koleksi benda-benda sejarah itu dilakukannya sebagai bentuk kekagamunan akan kearifan dan kekayaan budaya Indonesia, dan dunia.
Ia kini memiliki 51 benda pustaka yang beragam bentuk, mulai dari keris, siwar, parang, pedang, tombak, petaka, Al quran mini istambul pada tahun 1931 hingga, ada gelang gajah berusia sekitar 51 tahun.
Hebatnya lagi, seluruh benda pusaka yang dimilikinya standarisasi dan sertifkasi dari kurator museum serta komunitas atau panguyuban. Setiap benda pusaka dilengkapi keterangan tertulis yang tertata rapi di ruangan kerjanya.
Baca Juga:Waspada, 4 Wilayah di Sumsel Diprakirakan Diguyur Hujan Lebat Hari Ini
“Ada benda pusaka berupa keris dari era Kerajaan Majapahit, Singosari, Sumsel dan lainnya. Dan paling saya sukai Tombak Trisula, dimana berdasarkan penangguhan dari era Majapahit. Istimewanya tombak ini warangkanya dari kayu jati, dihiasi pakai perak dan diukir, dan dihiasi blue safir, permata dan merah rubi, kinatan pakai mas murni 24 karat ditiga sisi bilah,” bebernya, sambil menunjukan koleksinya, kepada media.
Dari era Kerajaan Majapahit, Erwin mengaku memiliki tiga benda pusaka, yaitu Tombak Trisula, Pataka Wijana Nareswara yang disebut cikal bakal terbentuknya bendera sang saka merah putih dan Pataka Surya Majapahit sebagai simbol kerajaan Majapahit saat itu.
“Saya juga punya keris Palembang era susuan Abdurahman sekitar tahun 1600-1700, estimasinya sekarang sekitar 300 tahunan lebih,” terang ia.
Kemudian ada juga pusaka keris Pukal dari wilayah Semendo, Kabupaten Muara Enim, Sumsel. Biasa keris itu, diturunkan secara turun temurun dari kalangan pesirah atau pembesar di tempat tersebut.
"Sarung keris terbuat dari kayu terembalu, hiasan motifnya khas Sumsel, jejernya dari gading gajah, mendaknya dari perak, jenis kerisnya lurus tanpa pamor,” jelasnya.
Baca Juga:133.000 Dosis Vaksin Moderna Disiapkan bagi Masyarakat Sumsel
Erwin menunjukkan pusaka sepasang parang Hamantau Bedung dari daerah Kabupaten Musi Banyuasin.
Menurutnya, benda itu digunakan sebagai alat pelengkap pernikahan di acara tradisi lamaran.
“Ini sebagai simbol atau perlambang bagi perempuan sebagai perlindungan dari Yang Maha Kuasa dan laki-laki sebagai kepala keluarga rezekinya lancar,” katanya.
Ketertarikan dengan benda-benda pusaka mulai sekitar tahun 1996. Awalnya ia mengoleksi perangka dan uang logam kuno, lalu sebagai keturunan Puyang Megang Sakti di Muara Enim, secara turun temurun anak laki-laki diturunkan pusaka, sehingga mulai mengoleksi yang lainnya.
“Sebagian besar pusaka turun temurun dari keluarga saya dan ada juga dari keluarga istri saya. Setelah komunikasi dengan kawan kawan banyak juga yang menitip. Alhamdulillah semua ada standarisasi dan sertifikasinya dari museum dan komunitas,” ujarnya.
Secara detail Erwin menerangkan setiap benda pusaka itu dapat dilihat dari sisi eksoteris dan isoterisnya.
Segi eksoteris ialah sisi keindahan fisik dan kelangkannya sedangkan sisi isoteri melekat pada nilai spiritual atau filosofi dalam keris.
“Jika tidak semua orang punya benda pusaka itu, maka kita termasuk orang yang memiliki benda pusaka esoteri yang lebih. Ada juga dapur dalam bentukan keris dan pamor motif dalam bilah keris yang mengandung filosofi pembuatan keris,” tutupnya.
Kontributor: Renaldi