SuaraSumsel.id - Situasi pandemi Covid 19 menggerus sektor ekonomi, terutama pelaku usaha kecil. Segara upaya dilakukan agar tetap bertahan dan bersiasat agar pendapatan masih bisa diraup.
Hal ini juga dilakukan oleh pedagang pempek di Palembang.
Berupaya melangkah keluar dari keterpurukan ekonomi saat pandemi, Riza Tristanti atau akrab disapa Anti memilih untuk memulai berjualan pempek secara online.
Warga lorong Famili Km 5, Palembang ini mulai memasarkan pempek buatannya ke media sosial Facebook pada laman Market Place.
Baca Juga:Sebut KLB Bodong, DPD Partai Demokrat Sumsel Sepakat Dukung AHY
Jalan ini ia tempuh karena sang suami yang mulanya bekerja di salah satu bank swasta terkemuka habis masa kontrak kerjanya dan tidak diperpanjang lagi.
Selain itu sebelumnya dirinya juga sempat memiliki usaha makanan, namun harus tersingkir karena banyaknya gedung acara yang sudah punya usaha makanan sendiri.
“Saat itu, sempat sampai lima bulan benar-benar tidak mempunyai pemasukan, sampai nol rupiah betul,”akunya pada Suarasumsel.id, Jum’at (5/3/2021) kemarin.
Tak berputus asa, sang suami sempat melakoni pekerjaan ojek online roda empat sekaligus Anti juga membuka usaha pempek udang dan pindang yang ia pasarkan melalui aplikasi oline.
Tapi sekali lagi masa pandemi tidak menguntungkan, penumpang aplikasi transportasi tersebut sepi dan usaha pempek udang dan pindang Anti tumbang.
Baca Juga:Dihadiri Para Mantan Kader, DPD Partai Demokrat Sumsel Tolak KLB
“Terpaksa merelakan mobil ditarik, usaha pempek udang dan pindang juga terhenti saat hamil anak kedua,”ungkapnya.
Hingga kini usaha yang dirintisnya berlabuh sebagai pedagang pempek online.
Berbagai jenis pempek mulai dari lenjer, isi telur, pempek tahu, pempek keriting, pempek kulit, hingga pempek crispy yang dihargai Rp 1000 mulai ia dagangkan sejak Agustus 2020 lalu.
“Meskipun harganya murah, pempek buatan saya punya kualitas, ikannya tidak bau dengan cuka yang juga boleh diadu dengan pempek ternama,”katanya.
Wanita berusia 32 tahun ini biasanya membuat pempek 5-10 kg sekaligus yang kemudian ia bekukan dalam lemari pendingin berukuran persegi empat di ruang tengah rumahnya agar tetap awet.
Meski sebenarnya, pasokan pempek tak bertahan lama tersimpan, karena selalu habis diburu konsumen.
Ia sengaja tak berjualan di depan rumahnya karena di saat pandemi saat ini masyarakat sekitarnya lebih memilih membeli beras ketimbang pempek.
“Kalau buka di depan rumah lelah untuk menunggu saja, ditambah lokasi rumah saya kan di dalam lorong jadi tidak strategis,” akunya.
Terlebih saat Indonesia, khususnya Palembang dinyatakan masuk zona merah, masyarakat harus menjalani Work From Home (WFH), tetap menjaga protokol kesehatan sampai Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Dalam kondisi tersebut masyarakat tidak leluasa untuk keluar rumah dan hal itulah yang juga mendorong Anti berbisnis online.
“Alhamdulillah ada saja rezeki yang datang, pagi-pagi pesan 200 ada yang dari media sosial ada yang sampai datang ke rumah,” ujarnya.
Dari modal Rp 400.000, kini omset yang pernah Anti peroleh pernah sampai Rp 2 juta per satu hari.
Saat ini, inilah yang menjadi mata pencaharian satu-satunya keluarga Anti untuk menutupi semua kebutuhan sehari-hari.
Ibu dua anak ini memilih sosial media Facebook sebagai tempat ia menawarkan dagangannya karena menurutnya memiliki pasar yang lebih luas.
Memasarkan dagangannya di media sosial Facebook juga dinilai Anti tidak sulit, karena ia tinggal mengunggah gambar dagangannya kemudian diketik keterangan singkat.
Hal yang menggembirakan, unggahan tersebut mendapat banyak respon dari warganet yang semakin hari semakin banyak mengikuti akun Anti yang serupa dengan nama lengkapnya.
“Saya sering posting di Market Place melalui akun pribadi. Di Facebook itu grup kuliner banyak saya ikuti sampai berpuluh-puluh grup untuk promosi pempek,” katanya antusias.
Ketimbang memasarkan pada aplikasi pesan makanan online, Anti mengaku lebih suka berjualan di Facebook karena pemesan selain dalam kota, dari mulut ke mulut juga sampai luar Sumatera Selatan.
Bahkan, pempek milik Anti sudah pernah dipesan ke Provinsi Bali.
“Kalau aplikasi ojek online terbatas wilayahnya dan biasanya yang pesan itu yang memang sudah mengetahui nama toko kita,” pungkasnya.
Kontributor: Fitria.