Pemilik Grup Djarum Tolak PSBB Jakarta, Ini Isi Suratnya

Pemilik Grup Djarum, Budi Hartono menyurati Presiden Joko Widodo yang berargumentasi keputusan Gubernur Anies soal Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tidak tepat.

Tasmalinda
Minggu, 13 September 2020 | 11:47 WIB
Pemilik Grup Djarum Tolak PSBB Jakarta, Ini Isi Suratnya
Presiden Jokowi video call dengan guru SMP 7 Padang. (Youtube Sekretariat Presiden)

SuaraSumsel.id - Budi Hartono mengirimkan surat guna memberikan masukan menyangkut rencana memberlakukan PSBB total mulai Senin 14 September 2020.

Dalam surat tersebut berisi argumentasi perihal keputusan Anies memberlakukan kembali PSBB total tidak tepat.

Sebelumnya, Anies memberlakukan kembali PSBB total dengan alasan, semakin banyak kasus positif Covid-19 di Jakarta yang kemudian akan mengakibatkan kapasitas rumah sakit mencapai maksimum dalam jangka dekat.

Isi surat yang dikirimkan Budi Hartono kepada Jokowi mendapat tanggapan dari sosiolog dari Univesitas Ibnu Chaldun Musni Umar.

Baca Juga:Bareng Terawan dan Monardo, Anies akan Umumkan PSBB Total Sore Ini

Musni mengatakan berdasarkan polling, pemberlakuan PSBB total memang ada yang setuju dan ada yang menolak.

"Ada polling PSBB di Twitter setuju atau tolak. Mayoritas mutlak setuju PSBB. Kalau bos Djarum kirim surat ke Presiden Jokowi tolak PSBB. Itu hak dia. Kita tunggu sikap Presiden Jokowi," kata Musni Umar.

Salinan surat Budi Hartono diposting mantan Duta Besar Republik Indonesia untuk Polandia Peter Frans Gontha ke akun Instagram, kemarin.

"Surat Budi Hartono, orang terkaya di Indonesia, kepada Presiden RI September 2020," tulis Peter.

Budi Hartono dalam suratnya menjelaskan kenapa dia menilai keputusan untuk memberlakuan PSBB total tidak tepat.

Baca Juga:Soal Polemik PSBB Jakarta, Yunarto Wijaya Beri Sindiran Telak

Pertimbangannya, pertama, hal ini disebabkan PSBB di Jakarta selama ini terbukti tidak efektif dalam menurunkan tingkat pertumbuhan infeksi.

Ini pun pemerintah telah melakukan PSBB tingkat pertumbuhan infeksi tetap masih naik.

Kedua, RS di Jakarta tetap akan mencapai maksimum kapasitasnya dengan atau tidak diberlakukan PSBB lagi. Hal ini disebabkan seharusnya pemerintah daerah atau pusat harus terus menyiapkan tempat isolasi mandiri menangani lonjakan kasus.

Contohnya, solusi di Port Singapore yang membangun kapasitas kontainer isolasi ber-AC guna mengansitipasi lonjakan kasus yang perlu mendapatkan penanganan medis.

Fasilitas seperti ini dapat diadakan dan dibangun dalam jangka singkat (kurang dari dua minggu) karena memanfaatkan kontainer yang tinggal dipasang AC dan tangga.

Disebutkan dalam surat Budi Hartono, ada sejumlah perbaikan yang harus dilakukan untuk mengendalikan laju peningkatan infeksi di Indonesia pada umumnya, di Jakarta pada khususnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini