- Riset di Palembang menunjukkan sampah harian 1.200 ton berpotensi energi besar, namun tingkat daur ulang masih rendah.
- Biodigester dinilai teknologi Waste to Energy paling tepat untuk mengolah sampah organik menghasilkan listrik dan pupuk.
- Model bisnis sosial "Komunitas Energi Hijau" diusulkan untuk pemberdayaan warga dalam pengelolaan energi sampah.
SuaraSumsel.id - Kota Palembang kini berada di persimpangan penting dalam pengelolaan lingkungan. Sebuah riset terbaru mengungkapkan bahwa tumpukan sampah yang selama ini dianggap sebagai masalah ternyata menyimpan potensi energi yang luar biasa besar.
Setiap hari, hampir 1.200 ton sampah dihasilkan di Palembang, dengan 30 hingga 35 persen di antaranya berupa plastik, sementara tingkat daur ulang masih berada di bawah 10 persen.
Sampah yang menumpuk di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan sistem open dumping bukan hanya menjadi ancaman estetika dan kesehatan, tetapi juga mesin emisi gas rumah kaca. Penelitian memperkirakan bahwa total gas metana dari degradasi sampah di Palembang pada tahun 2025 dapat mencapai 2.695,2 ton.
"Gas ini salah satu penyumbang terbesar pemanasan global dan perubahan iklim," ujarnya dalam konsultasi publik analisis reduksi emisi karbon yang digelar Hutan Kita Institute (HaKI), Sumatera Selatan (Sumsel), Kamis (4/11/2024).
Penelitian mengungkap bahwa gas metana yang dilepas ke atmosfer itu sebenarnya dapat dikonversi menjadi energi dalam bentuk listrik, gas rumah tangga, hingga bahan bakar kendaraan.
Berdasarkan perhitungan menggunakan standar IPCC Tier 1, potensi energi dari sampah Palembang mencapai 158.663.625 KWh per tahun. Jika disetarakan, jumlah ini sama dengan 2.323.040 tabung LPG 3 kilogram — energi besar yang selama ini hilang begitu saja tanpa termanfaatkan.
Tim peneliti dari Universitas Katolik Musi Charitas yang dipimpin Dr. Heri Setiawan kemudian menelusuri teknologi paling tepat untuk mengoptimalkan energi tersebut. Dari berbagai opsi Waste to Energy (WtE), mulai dari insinerator hingga RDF, biodigester terbukti menjadi teknologi paling layak untuk kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan Palembang.
Biodigester mampu mengolah sampah organik, komponen terbesar dari timbunan sampah kota menjadi biogas dengan kandungan metana 50 hingga 70 persen. Efisiensi konversi energi juga cukup tinggi, yaitu 40 hingga 60 persen.
Proses kerjanya berlangsung secara anaerob, sehingga tidak menimbulkan bau dan tidak meninggalkan residu berbahaya. Di samping energi, biodigester juga menghasilkan pupuk organik bernilai ekonomi.
Baca Juga: Bank Sumsel Babel Hadirkan Layanan Syariah di Tugumulyo OKI, Akses Keuangan Kini Lebih Dekat
Penelitian menegaskan bahwa masyarakat juga cenderung lebih menerima teknologi yang memberikan manfaat langsung dalam kehidupan sehari-hari. Data yang dipaparkan mengutip Surendra et al. (2018) menunjukkan bahwa masyarakat lebih positif terhadap teknologi yang menyediakan bahan bakar memasak dan pupuk dalam satu proses, tepat seperti manfaat biodigester.
Menariknya, tim peneliti tidak berhenti pada rekomendasi teknologi. Mereka merancang model bisnis sosial berbasis pemberdayaan masyarakat bernama “Komunitas Energi Hijau”.
Skema ini melibatkan warga dalam proses pengolahan sampah untuk menghasilkan energi, dan pendapatan dari listrik, gas, maupun pupuk dikelola secara transparan untuk operasional dan dana sosial komunitas.
Dengan pendekatan ini, unit biodigester bukan hanya menjadi alat pengolahan sampah, tetapi juga sumber ekonomi. Warga bukan hanya membayar iuran kebersihan, tetapi juga mendapatkan kembali manfaat berupa energi dan dividen sosial. Di beberapa wilayah, skema serupa bahkan berpotensi menurunkan biaya hidup rumah tangga.
Tim peneliti juga mendorong perubahan kebijakan. Mereka menyarankan agar regulasi pengelolaan sampah tidak hanya berbasis kota, melainkan terdesentralisasi ke tingkat RW atau kelurahan. Mereka juga merekomendasikan insentif fiskal untuk swasta dan CSR yang berinvestasi pada energi terbarukan berbasis sampah.
Jika pemerintah memberikan ruang responsif terhadap inovasi komunitas, transisi energi lokal bisa berjalan cepat dan terukur.
Tag
Berita Terkait
-
Bandara SMB II Siaga Jelang Nataru, Layanan 24 Jam Disiapkan demi Antisipasi Lonjakan Penumpang
-
Haji Halim Pengusaha Apa? Kekayaan Crazy Rich Palembang Disorot Usai Dakwaan Rp127 Miliar
-
Seberapa Kaya Haji Halim? Crazy Rich dengan Kerajaan Kekayaan tapi Didakwa Rp127 Miliar
-
9 Menu Kuliner Malam Palembang yang Wajib Dicoba, Murah Bikin Susah Berhenti Makan
-
Terungkap! Perampok Pasutri 15 Ilir Palembang Adalah Mantan Pegawai Sendiri
Terpopuler
- Naksir Avanza Tahun 2015? Harga Tinggal Segini, Intip Pajak dan Spesifikasi Lengkap
- 5 Krim Kolagen Terbaik yang Bikin Wajah Kencang, Cocok untuk Usia 30 Tahun ke Atas
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
- 5 Rekomendasi Bedak Waterproof Terbaik, Anti Luntur Saat Musim Hujan
Pilihan
-
Google Munculkan Peringatan saat Pencarian Bencana Banjir dan Longsor
-
Google Year in Search 2025: Dari Budaya Timur hingga AI, Purbaya dan Ahmad Sahroni Ikut Jadi Sorotan
-
Seberapa Kaya Haji Halim? Crazy Rich dengan Kerajaan Kekayaan tapi Didakwa Rp127 Miliar
-
Toba Pulp Lestari Dituding Biang Kerok Bencana, Ini Fakta Perusahaan, Pemilik dan Reaksi Luhut
-
Viral Bupati Bireuen Sebut Tanah Banjir Cocok Ditanami Sawit, Tuai Kecaman Publik
Terkini
-
PT Bukit Asam Salurkan Bantuan Darurat untuk Korban Banjir di Aceh, Sumut, dan Sumbar
-
Sampah Palembang Jadi Energi? Riset Ungkap Potensinya Setara 2,3 Juta Tabung Elpiji per Tahun
-
Bank Sumsel Babel Hadirkan Layanan Syariah di Tugumulyo OKI, Akses Keuangan Kini Lebih Dekat
-
Bandara SMB II Siaga Jelang Nataru, Layanan 24 Jam Disiapkan demi Antisipasi Lonjakan Penumpang
-
Bank Sumsel Babel & Pemprov Sumsel Bersatu Bantu Korban di Aceh, Sumut, dan Sumbar