SuaraSumsel.id - Di balik megahnya pembangunan PLTU Sumsel 1 Mulut Tambang, tersimpan cerita yang menggetarkan nurani.
Ratusan warga di Desa Tanjung Menang dan Jemenang, Kecamatan Niru, Sumatera Selatan (Sumsel) tengah menghadapi kenyataan pahit: lahan sawit, karet, dan palawija milik mereka akan digusur, demi satu proyek bertajuk strategis nasional.
Ironisnya, kompensasi yang ditawarkan tak sebanding dengan kenyataan hidup yang hilang.
Hanya Rp25.000 per meter persegi, atau setara Rp250 juta per hektar, padahal dari satu hektar kebun sawit saja, warga bisa mengantongi Rp10 juta per bulan. Dari kebun karet? Rp7,2 juta per bulan.
Luas wilayah izin tambang milik PT. Cakra Bumi Energi, pemegang IUP PLTU Sumsel 1, mencapai 9.815 hektar—dan sebagian besar adalah lahan produktif milik warga. Tanah itu telah menghidupi keluarga selama puluhan tahun, menjadi sumber pangan, pendidikan, hingga masa depan anak-anak desa.
Namun kini, warga menatap masa depan dengan gelisah.
“Ini bukan hanya soal ganti rugi,” kata Satria, Ketua Posko Rumah Merdeka.
“Ini soal hak hidup yang hendak digeser begitu saja demi proyek yang katanya demi kemajuan,” sambungnya.
Warga meminta agar harga ganti rugi yang adil dan manusiawi. Mereka mengusulkan nilai Rp250.000 per meter persegi, agar cukup untuk membangun sumber ekonomi baru ketika kebun mereka hilang.
Baca Juga: Fakta Miris! Perempuan Lulusan SMA & Kuliah di Sumsel Lebih Sulit Dapat Kerja dari Laki-Laki
“Kami tidak meminta harga fantastis,” ujar salah satu petani. “Kami hanya ingin hidup layak kembali setelah tanah kami hilang,” sambungnya.
Lebih buruk lagi, ada ketakutan bahwa warga yang tergusur pun belum tentu direkrut bekerja di proyek PLTU.
Artinya, tanah hilang, sumber penghasilan lenyap, tapi tak ada jaminan pekerjaan sebagai ganti. Yang tersisa hanyalah debu tambang dan janji tak pasti.
Sumarlan, Koordinator Advokasi dari Perkumpulan Sumsel Bersih, menegaskan bahwa investasi semestinya membawa keadilan sosial, bukan mengusir masyarakat dari tanahnya. “PLTU Sumsel 1 jangan jadi simbol kemajuan yang dibangun di atas penderitaan,” tegasnya.
Warga dan aktivis kini mendesak Pemerintah Provinsi Sumsel dan Kabupaten Muara Enim agar turun tangan. Mereka meminta mediasi terbuka, transparansi, dan musyawarah soal nilai ganti untung lahan. Karena yang mereka hadapi bukan sekadar penggusuran lahan—tapi penggusuran masa depan.
Proyek strategis nasional semestinya tak mencederai warga yang paling dekat dengan dampaknya. Ketika kebun berubah jadi tambang, dan suara rakyat tak didengar, maka energi yang dihasilkan dari proyek seperti PLTU Sumsel 1 akan terasa dingin, bukan karena listriknya, tapi karena manusia di sekitarnya dibiarkan padam perlahan.
Berita Terkait
-
Jangan Pulang dari Pedamaran Sebelum Coba Bingko! Ini Kue Murah, Kaya Rasa dan Sejarah
-
Fakta Miris! Perempuan Lulusan SMA & Kuliah di Sumsel Lebih Sulit Dapat Kerja dari Laki-Laki
-
Sumsel Sepekan: Ketegangan di Laut Sungsang dan Kabar Gembira untuk Pelajar Palembang
-
Menembus Batas Digital, Karantina Sumsel dan Media Satukan Langkah Edukasi
-
Sumsel Mandiri Pangan 2025: Gerakan dari Desa ke Kantor yang Bikin Warga Tak Lagi Bergantung
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Mobil Keluarga Tahan Banting Anti Mogok, Mulai Rp 60 Jutaan
- Makan Bergizi Gratis Berujung Petaka? Ratusan Siswa SMAN 1 Yogyakarta Keracunan Ayam Basi
- 23 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 17 Oktober: Klaim 16 Ribu Gems dan Pemain 110-113
- Jepang Berencana Keluar dari AFC, Timnas Indonesia Bakal Ikuti Jejaknya?
- Muncul Dugaan Kasus Trans7 vs Ponpes Lirboyo untuk Tutupi 4 Kasus Besar Ini
Pilihan
-
Menkeu Purbaya Curigai Permainan Bunga Usai Tahu Duit Pemerintah Ratusan Triliun Ada di Bank
-
Pemerintah Buka Program Magang Nasional, Siapkan 100 Ribu Lowongan di Perusahaan Swasta Hingga BUMN
-
6 Rekomendasi HP 2 Jutaan Memori Besar untuk Orang Tua, Simpel dan Aman
-
Alhamdulillah! Peserta Magang Nasional Digaji UMP Plus Jaminan Sosial dari Prabowo
-
Kabar Gembira! Pemerintah Guyur BLT Ekstra Rp30 T, 17 Juta Keluarga Baru Kebagian Rezeki Akhir Tahun
Terkini
-
Publik Geram! Adat Tepung Tawar Dipakai untuk Menyelesaikan Kasus Bullying di Muratara
-
Tangis Korban Belum Kering, Kasus Bullying di Muratara Justru Diselesaikana dengan Tepung Tawar
-
BRI Ajak Masyarakat Bandung Bercocok Tanam dan Memanfaatkan Lahan Sekitar
-
Gara-Gara Salah Kirim Stiker WhatsApp, Siswa SMP di Muratara Dirundung Teman Sekelas
-
5 Langkah Cerdas Cegah Penipuan Lowongan Kerja Online untuk Anak Muda Palembang